Drama Perpisahan

Related Articles

Sebuah kisah dari kegiatan saat materi survival Pendidikan Dasar Astacala 20. Para siswa yang berhari-hari melalui medan pendidikan dasar bersama, otomatis membuat rasa persaudaraan semakin kental di antara mereka yang senasib sepenanggunangan. Sampai kemudian satu orang siswa berniat mengundurkan diri dari pendidikan ini karena merasa fisiknya tidak mampu lagi untuk melanjutkan sampai penutupan nanti. Komandan lapangan pun dengan tegas dan berwibawa (lengkap dengan wajah sangar, kejam, dan bengis) memberikan pilihan itu sepenuhnya kepada siswa yang mau mengundurkan diri tersebut. Tak ada ragu-ragu! Maju ya maju. Mundur ya mundur.

Siswa PDA 20

Akhirnya siswa itu pun dengan tekad bulat memutuskan untuk mengundurkan diri. Pada saat upacara pengunduran diri, terjadilah sebuah peristiwa yang dramatis dan mengharukan. Di depan panitia dan siswa-siswa lainnya, oknum siswa yang mengundurkan diri tersebut bercerita bahwa sebenarnya ia masih sangat ingin melanjutkan perjuangan bersama para siswa lainnya, tapi apa daya tubuhnya tak bisa diajak kompromi. Ia berkata bahwa dengan berat hati ia harus mengundurkan diri meninggalkan teman-teman seperjuangannya. Ia berpesan pada teman-temannya sesama siswa untuk tetap menjaga kekompakan dan bertahan sampai di hari penutupan pendidikan dasar nanti. Bahkan seorang siswa lain yang ingin mengikuti jejaknya untuk ikut mundur dibentak dan dimarahinya saat upacara penutupan itu. Bahwa tidak seharusnya mereka itu mengikutinya untuk mundur. Bahwa mereka yang tersisa masih sehat dan sanggup untuk menyelesaikannya. Dalam keletihan fisiknya, ia berkata dengan berapi-api memberikan semangat kepada teman-temannya.

Dan tak disangka-sangka, tanpa dikordinasi seluruh siswa kompak meneteskan air mata. Menangis terharu. Begitu juga pada beberapa orang panitia, termasuk sang komandan lapangan yang berwajah sangar, kejam, dan bengis. Wajah sang komandan menengadah ke atas. Dan ketika menghadap tegak lurus ke depan, terlihatlah air mata berlinang di pipinya. Duh… Sesangar-sangarnya komandan, ia melankolis juga. Bisa menangis tersedu dalam keharuan.

Tulisan oleh I Komang Gde Subagia
Foto oleh Ayis Nurwita

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Kita Lalui Bersama – Peminatan ORAD Angkatan Gema Bara

“Ayo kita bisa! Kita lalui bersama” kalimat ajakan untuk meneyemangati anggota kelompok, karena dalam orad kerja sama, kekompakan, dan fokus merupakan poin penting. Terimakasih saudaraku, kalian telah memberikan warna baru dalam hidupku.

Batu, Kabut, dan Purnama

Dan batu besar yang disinari pesona rembulan malam itu adalah tujuan kami. Hanya sebuah onggokan batu sangat besar yang terbentuk dari isyarat alam selama...

Orang-orang Aceh yang Luar Biasa

Di gelap malam ketika kembali menyusuri jalan darurat dari Calang menuju Banda Aceh, dari balik jendela mobil saya seolah melihat barisan kunang-kunang berkejar-kejaran. Itulah sorot lampu aneka mobil milik LSM, lembaga pemerintah, dan sebagainya, yang melaju dari dan ke Banda Aceh. Dalam gelap saya terisak: merasa tak berarti dibanding orang-orang Aceh yang hebat itu menyusun hidup baru setelah tsunami merenggut semuanya dari mereka, tiga tahun lalu.