Mental Melebihi Segalanya

Related Articles

Peserta Gunung Hutan Tambakruyung

Mula-mula gunung hutan

Gunung hutan adalah salah satu dari beberapa rangkaian pendidikan yang ada di ASTACALA, Gunung hutan atau yang sering disebut GH ini adalah kegiatan yang dilakukan di medan gunung dan hutan yang bukan gunung wisata. GH adalah kegiatan yang paling saya tunggu, karena saya belum melaksanakan GH maka saya mengusulkan untuk melakukan GH susulan di Gunung Tambakruyung.

Awal mula mengapa memilih gunung itu karena saya diberi saran oleh saudara saya dan bertepatan juga gunung itu belum dilakukan kegiatan GH oleh saudara/i saya, akhirnya saya memilih gunung itu.

Pada tanggal 17 September 2022 akan dilaksanakan presentasi ROP dimana waktu itu saya sedang melakukan perjalanan dari Surabaya menuju Bandung menggunakan kereta, malam itu kondisi masih memungkinkan untuk melakukan presentasi ROP hingga dimana titik lokasi saya sudah mulai masuk perdesaan dan susah memperoleh jaringan hingga membuat presentasi online saat itu tidak kondusif, hingga akhirnya diputuskan presentasi ROP di pending hingga 18 September 2022 ketika saya sudah di bandung (sekretariat).

Hari keesokannya pun hadir, presentasi ROP pun dilanjutkan dengan ditambah tiga peserta GH. Saya cukup merasa lega dengan tambahan personel itu. Hingga akhirnya presentasi pun selesai dengan total empat peserta, tiga pendamping, dan empat partisipan.

Setelah ROP selesai dipresentasikan, rangkaian kegiatan pertama ada di hari Rabu 21 September 2022, yaitu membeli logistik serta menyiapkan peralatan dan perlengkapan. Pagi hari di hari berikutnya, saya bersama Minur pergi ke pasar tradisional untuk melengkapi logistik dan perlengkapan yang masih kurang. Masih di hari yang sama, setelah waktu sholat dzuhur kegiatan dilanjutkan dengan packing perkap dan logistik ke dalam carrier pribadi. Di tengah-tengah kegiatan packing ternyata terdapat satu partisipan yang tidak bisa ikut operasional, sehingga membuat logistik yang semula akan dibagi menjadi 11 maka dibagi menjadi 10 dan hari itu ditutup dengan istirahat malam.

Hari pertama kegiatan lapangan

Hari yang ditunggu-tunggu, Jumat 23 September 2022, perjalanan GH susulan dimulai. Awal perjalanan GH susulan ini diberi kelancaran dimana angkot yang kita naiki melewati jalan tol yang akhirnya sampai di titik start lebih cepat, pertama-tama kami menuju ke titik air untuk mengisi jerigen-jerigen dan dilanjut dengan perjalanan menuju tempat ishoma yaitu di Puncak 1638. Di awal perjalanan, saya merasa kesulitan untuk melakukan navigasi darat atau navdar karena kurangnya jam terbang praktek navdar membuat kami hanya berputar-putar dan menyusuri punggungan-punggungan hingga dimana akhirnya kami menemukan jalan setapak yang diyakini itu jalan menuju tempat ishoma.

Swafoto hari pertama

Setelah sampai di tempat ishoma saya melakukan navdar kembali untuk menentukan kearah mana kami akan berjalan menuju puncak Gunung Tambakruyung, setelah melakukan ishoma kami pun melanjutkan perjalanan yang dipimpin oleh Pego (AM-005-JB) dilanjut Minur (AM-007-JB), Ijul(AM-013-JB), lalu saya (AM-006-JB) di bagian belakang, saya memilih di bagian belakang karena ada saudara saya yang jika saya di depan dia akan tertinggal karena terlalu banyak berhenti. Perjalanan menuju puncak tambakruyung tak semudah yang dikira, jalan menuju puncak sangatlah curam dan sangat menanjak yang menguras banyak energi namun senanjak bagaimanapun juga yang dipikiran saya waktu itu hanya “Ini baru hari pertama masa udah lemah”, hanya kalimat itu yang saya ucapkan dalam hati ketika saya sedang lelah di jalan.

Peserta berada di puncak Gunung Tambakruyung

Akhirnya kami sampai di puncak tambakruyung dengan kondisi yang sudah mulai mendung lalu kami tidak berlama-lama di puncak dan melanjutkan perjalanan menuju camp 1. Lagi-lagi kami dibutakan oleh arah, kami berputar-putar kembali hanya untuk mencari jalan ke camp 1, yang pada akhirnya kami memutuskan untuk berkemah tidak pada titik yang sudah ditentukan. Setelah ditentukan dimana kita akan bermalam barulah kami mulai mendirikan camp masing-masing dengan menggunakan satu ponco sebagai atap dan trasbag sebagai shelter api. Pada pembuatan camp masing-masing saya memilih tempat di sebelah pinggir di bawah pohon besar yang rimbun yang membuat saya mulai overthinking akan hal-hal aneh entah mulai dari hewan maupun setan. Langit sudah mulai gelap, camp saya lebih cepat berdiri dari yang lain, setelahnya saya lanjutkan dengan membuat api dengan sedikit kayu yang sangat basah awalnya api itu bisa menyala. Namun, karena itu kayu perdu akhirnya bara dari kayu itu habis dan belum sempat membakar kayu yang bukan perdu, karena api yang tidak mau menyala akhirnya memutuskan untuk pergi ke camp utama sembari menghangatkan badan yang kebetulan api di camp utama sudah menyala. Saat itu kami diarahkan untuk ke camp pego untuk pemberian materi api. Namun sangat disayangkan, materi api sudah diberikan dan dijelaskan, api itu pun masih tidak mau menyala juga karena kayu yang sangat basah dan terlalu banyak kayu perdu.

Setelah pemberian materi api, kami lanjutkan dengan makan di camp utama dan ditutup dengan evaluasi dan briefing di depan api. Setelahnya kami pun kembali ke camp masing-masing, di perjalanan menuju camp pikiran yang aneh-aneh muncul hingga akhirnya saya meminta Minur untuk menemani ke camp sembari dia kembali ke campnya, di malam itu saya benar-benar tidak tenang dengan keadaan kondisi sekitar camp. Setelah semua sudah dirasa aman, saya pun mulai merebahkan badan di atas tanah yang beralaskan matras dan beratap ponco. Rasa takut mulai menyelimuti hingga sarung bag yang saya kenakan menutup diri dari kaki hingga kepala. Awalnya tidak ada apa-apa hingga di pertengahan tidur saya merasa panas atau pengap, yang membuat saya mengeluarkan kepala dari sarung bag, selain rasa panas saya juga merasa atap camp seperti ada yang menindih yang semakin lama semakin turun. Kondisi itu membuat saya langsung mencari headlamp. Karena panik, mencari headlamp terasa lama padahal headlamp itu ada pada pergelangan tangan.

Mencoba memberanikan diri sendiri untuk keluar camp dan melihat kondisi serta memastikan keadaan sekitar. Syukur ternyata tidak ada apa-apa diatas camp, namun pikiran yang aneh-aneh pun masih bermunculan tapi saya tepis dengan mencoba berpikiran positif dan mengeratkan lagi ikatan camp pada pohon. Setelah dirasa aman saya kembali mencoba tidur, tapi ternyata lagi-lagi saya dibuat panik, carrier yang digunakan sebagai bantal seperti ada yang merogoh isinya dan berhasil membuat saya terbangun dan terdiam “Ini apa sih ya ampun” dalam hati, tak tahan dengan bunyi rogohan itu akhirnya saya sundulkan kepala ke carrier. Akhirnya bunyi-bunyi itu berhenti, headlamp segera saya cari untuk memastikan kembali kondisi sekitar dan benar tali carrier yang diikat terlepas. Lagi-lagi saya mencoba berpikir positif dan kembali tidur dengan keadaan lebih waswas. Setelah kembali tertidur di tengah malam Ade dan Tiara berpatroli keliling untuk mengecek apakah para peserta aman atau tidak, disitu Ade hanya memegang tubuh lalu pergi begitu saja tanpa memberi tahu apa-apa dan setelah itu saya pun tertidur hingga pagi.

Kondisi jalan Gunung Tambakruyung

Hari kedua kegiatan lapangan

Sabtu 24 September 2022, di pagi yang sangat dingin itu saya bangun dengan kondisi sehat dan bugar untuk menjalankan hari pertama praktek survival. Setelah mengemas perlengkapan kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan awal titik air, perjalanan dimulai dengan menuruni punggungan dengan vegetasi lebat. Masih sama dengan hari pertama, lagi dan lagi saya masih belum bisa menemukan titik keberadaan saat itu hingga akhirnya kami terus berjalan menyusuri punggungan lalu masuk ke perkebunan kopi lalu masuk lagi ke punggungan lalu masuk lagi ke perkebunan kopi, begitu terus hingga akhirnya diputuskan untuk melakukan ishoma di pinggir jalan setapak di tengah-tengah perkebunan kopi. Siang itu Pego memasak hasil temuan survival sedangkan saya, Minur, dan Ijul pergi melihat jalan dan titik air hingga akhirnya kami kembali dan menyantap masakan survival yang sangat pahit.

Peserta menikmati waktu ishoma

Setelah ishoma, saya mulai tau dimana posisi saat ini dan kemana kita akan melanjutkan perjalanan. Kami melanjutkan perjalanan menuju titik air yang letaknya berada di bawah lembahan lalu kami melanjutkan perjalanan hingga titik camp 2 untuk praktek materi bivak alam. Disitu saya membagi peserta menjadi dua tim, ada yang mencari daun dan ada yang mencari kayu, saya kedapatan untuk mencari kayu bersama Minur, ada satu pohon yang masih berdiri namun daunnya sudah kering/layu.

“Ini aja?” ucap Minur saat itu.

“Masa pecinta alam malah merusak alam?” Jawab saya.

Akhirnya kami pun pergi dan menemukan pohon tumbang yang mungkin baru dua hari di tebang, setelah memotong-motong kayu akhirnya dibawalah kayu ke tempat bivak alam. Kondisi tim saat itu lesu efek survival, karena dalam hati saya “Aku yang ngajak mereka untuk kegiatan masa aku yang lemah, masa aku yang gampang cape”, disaat yang lain sedang duduk saya yang membuat bivak alam itu dengan daun-daun lebar hingga akhirnya dimana waktu evaluasi pun tiba. Setelahnya kami disuruh membenahi bivak alam lagi karena belum mencapai standar aman, lalu saya meminta Pego dan Ijul untuk mencari daun sebanyak-banyaknya lagi dan alhasil bivak pun jadi dan kami bisa mengistirahatkan badan.

Hari ketiga kegiatan lapangan

Hari ketiga tepat pada hari Minggu 25 September 2022. Kegiatan dimulai di waktu subuh. Kami dibangunkan untuk melakukan aktivitas tidur kalong, saya mendapat pohon yang kurang nyaman sehingga saya hanya bisa duduk tidak bisa menyandar, baru saja naik pohon kaki saya mulai merasa tidak enak lama-lama kaki saya kram karena lilitan dari sit harnes yang salah. Kami melakukan tidur kalong kurang lebih sekitar dua setengah jam. Setelah melakukan tidur kalong kami melakukan persiapan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak Gunung Tikukur, setelah semua siap akhirnya perjalanan pun kembali dimulai perjalanan awalnya dipimpin oleh Ijul lalu saya ambil alih pimpinan ketika menuruni lembahan yang sangat curam, disitu yang ada pikiran saya hanya “Puncak Gunung Tikukur sudah didepan, jangan lama-lama”, keegoisan saya keluar hingga memutuskan bagaimana pun caranya hari ini pun harus sampai ke titik finish. Saat  Perjalanan menuruni lembahan saya sempat terpeleset yang lumayan jauh namun itu tidak terasa sakit hingga akhirnya telah sampai di titik air saya mencuci tangan dan alhasil tangan saya gatal-gatal dan penuh goresan duri, saya mencoba untuk mengesampingkan rasa sakit itu dan terus lanjut jalan menuju titik puncak tikukur.

Bersama lilin menyala saat tidur kalong

Sesampainya di puncak Gunung Tikukur kami melakukan materi trap. Setelah materi trap karena semua peserta telah lesu jadi tidak ada yang mau untuk mengeluarkan nesting dan parafin untuk masak makan siang dan akhirnya saya pun yang bergerak untuk mengeluarkan barang tersebut. Saya mencoba memasak ekor monyet yang diberi bumbu garam, setelah dirasa ternyata jika dibandingkan dengan pare, ekor monyet tidak terlalu buruk. Setelah makan kami pun melanjutkan perjalanan menuju titik finish dengan menuruni punggungan, awal perjalanan berjalan sesuai track di pertengahan jalan kami terlalu mengikuti jalur sehingga kami turun dan keluar tidak sesuai jalur finish disitu. Dan masih terulang lagi, saya kembali bingung dimana lokasi kita berada. Untungnya saat keluar dari punggungan terdapat jalan setapak yang mungkin akan membawa kami ke jalan raya dimana titik finish itu berada. Ya sudah saya memutuskan untuk jalan mengikuti jalan itu hingga selesai, alhasil kami keluar di tempat wisata di depan wisata Kawah Putih yang akhirnya ditetapkan oleh pendamping disitulah titik finish kami. Hati saya sangat senang saat itu rasa capek yang dirasakan itu hilang, bahkan saya tidak sedikit pun merasakannya lagi. Sembari menunggu angkot datang kami ditraktir mie oleh Bang Cules. Angkot datang tidak lama setelah dikabari bahwa kami sudah turun dari gunung.

Kegiatan gunung hutan membuat saya merasakan bagaimana harus sabar menghadapi teman seperjalanan dan bagaimana cara menghadapi guncangan mental ketika lelah namun dipaksa harus kuat.

Terimakasih para pendamping, partisipan, serta saudara-saudara yang telah memberi ilmu yang sangat berarti buat saya.

Jemari Bumantara di Puncak Gunung Tikukur

Tulisan Oleh: Raisul Agung Prabankoro | AM-010-JB

Previous articleJalur Naga
Next articleSurga di Balik Kabut Sugihmukti

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Gerakan Sapu Gunung (GSG) Ciremai

        Taman Nasional Gunung Ciremai{nl}merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat dengan ketinggian 3.708 meter{nl}di atas permukaan laut dengan luas 15.518,23 hektar. Secara{nl}adminstratif gunung...

Berkunjung ke Kampung Naga

Berada di sisi utara kaki Gunung Cikuray mengingatkan saya akan pengalaman beberapa bulan silam pada akhir tahun 2012 saat saya dan Andi Wirawan alias...

Dua Belas Matahari Siung

Suara bising yang terdengar di ruangan enam kali lima meter itu masih saja teringat di ingatanku, lalu lalang khususnya para anggota muda Astacala dengan...