Wawancara yang Mengubah Segalanya

Related Articles

Untuk menjadi seorang pecinta alam kamu tidak harus masuk Astacala atau organisasi-organisasi semacamnya. Hanya dengan memulai membuang sampah pada tempatnya, sedikit peduli dengan alam, itu sudah cukup untuk membuatamu menjadi seorang pecinta alam.

Sebelum masuk ke permasalahan yang akan saya jelaskan, lebih baik saya memperkenalkan diri dahulu. Nama Saya Handung. Sekarang saya kuliah semester lima. Saya di sini ingin menceritakan pengalaman yang memberikan pengaruh besar dalam hidup saya, malah bisa dibilang mengubah hidup saya.

* * *

Seperti anak remaja pada umumnya, saya suka main. Sepak bola, bolos sekolah, dan kenakalan remaja umumnya, walaupun masih tetap dalam kaidah-kaidah yang dapat ditolerir.

Ketertarikan saya akan alam sebenarnya sudah sejak kecil. Saya tertarik untuk mengetahui kehidupan pepohonan, hewan, dan banyak hal yang ingin diketahui. Tapi untuk ukuran anak SD dan yang belum mengerti apa-apa, saya tidak bisa memenuhi hasrat keingintahuan saya tersebut. Dan rasa suka akan alam ini dipupuk oleh ayah serta om saya yang senantiasa mengajak saya untuk menikmati pemandangan alam. Entah itu pergi ke objek wisata atau hanya sekedar menikmati keindahan gunung yang ada di depan rumah saya.

Keinginan untuk mendaki gunung pertama kali muncul saat saya masuk SMA. Tetapi tidak cukup berani untuk merealisasikan keinginan tersebut. Hal itu karena memang saya punya riwayat kesehatan yang kurang baik. Saya punya penyakit asma dan itu lumayan mengganggu saya untuk saat itu.

Begitu masuk kuliah, saat makan di warung kantin, saya melihat selebaran yang kurang lebih isinya seperti berikut. “PENDAS XVI. Pendaftaran dan penerimaan anggota baru Astacala.” Seperti umumnya brosur-brosur pendidikan dasar selama ini yang saya ketahui. Seketika itu juga langsung terbersit dalam benak saya untuk ikut. Dan saya bertekad kali ini saya tak akan kalah dengan rasa takut saya. Kebetulan asma saya juga sudah jarang kambuh. Saya berencana ikut dengan teman satu kosan saya. Tapi teman saya mengurungkan niatnya.

Ternyata ada sesuatu yang salah disini. Saya yang awam tentang dunia kegiatan alam terbuka tidak menegetahui apa itu pendidikan dasar, proses yang harus dijalani, dan lain sebagainya. Saya hanya mengira ini seperti outbond biasa. Tujuan saya untuk masuk Astacala tidak lain adalah untuk jalan-jalan, mendaki gunung, melihat pemandangan-pemandangan yang indah, melakukan kegiatan yang memacu adrenalin, dan yag pasti saya ingin melawan rasa takut dan penyakit saya.

Dalam rangkaian kegiatan pendidikan dasar Asatacala ada wawancara. Wawancara yang membawa hal yang baru dalam hidup saya, yang belum pernah saya alami sebelumnya. Waktu itu saya diwawancarai oleh dua orang anggota Astacala, yang kemudian saya ketahui salah seorangnya bernama Mbak Adek dan satu orang lagi adalah seorang lelaki yang saya lupa nama dan orangnya sampai saat ini.

Ketika wawancara, pertanyaan biasa seperti “Kenapa kamu ingin ikut Astacala?” Dan saya menjawab pertanyaan tersebut seperti yang saya terangkan di atas.

Kemudian pertanyaan lainnya adalah “Menurut kamu Pecinta Alam itu apa?” Dan saya agak bingung menjawab pertanyaan yang satu ini. Dan apa yang keluar dari mulut saya waktu itu sampai sekarang adalah sudah tidak ingat lagi. Hanya penjelasan Mbak Adek tentang pecinta alam yang masih saya ingat sampai saat ini. Dia menjelaskan untuk menjadi seorang pecinta alam kamu tidak harus masuk Astacala atau organisasi-organisasi semacamnya. Hanya dengan memulai membuang sampah pada tempatnya, sedikit peduli dengan alam, itu sudah cukup untuk membuatamu menjadi seorang pecinta alam.

Sepulang dari wawancara saya terus memikirkan itu. Entah kenapa saat itu saya mulai tersadar ternyata bumi yang selama ini saya tinggali ini sudah rusak.Terpikir dalam benak saya untuk mengubah pola hidup saya yang sebelumnya acuh menjadi sedikit peduli. Saya memulai dari yang kecil. Seperti dengan tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi pemakaian listrik yang tidak perlu, menegur orang-orang di sekeliling saya yang masih dengan seenaknya sendiri membuang sampah. Bahkan kalau di rumah saya sering berdebat dengan ayah saya yang selalu menyalakan AC saat naik mobil padahal freonnya merugikan bumi ini.

Masih ada keinginan yang belum bisa saya laksanakan. Saya ingin menanam pohon sebagai kompensasi dari CO2 yang saya produksi dari pemakain kendaraan. Saya ingin menanam dan merawat pohon itu dengan tangan saya sendiri. Tapi itu semuanya belum terwujud. Tapi pasti akan saya wujudkan. Saya juga ingin semua orang mulai menyadari hal ini dan berbuat sesuatu untuk menyelamatkan bumi ini.

Sebenarnya kita bisa menurunkan gas emisi hingga nol. Memulainya dengan membeli peralatan dan bola lampu hemat energi. Kurangi pemakaian energi daur ulang. Jika kita bisa, belilah mobil hibrida. Jika kita bisa, jalan kaki atau naik sepeda. Jika kita bisa, kurangi kendaraan pribadi, naiklah kendaraan umum. Beritahu orang tua dan orang-orang di sekitar kita untuk tidak menghancurkan dunia yang kita tinggali. Ganti energi dengan sumber energi yang bisa diperbaharui. Telepon PLN dan tanyakan apakah mereka menawarkan energi ramah lingkungan. Tanamlah pohon yang banyak. Jika kita percaya pada doa, berdoalah bahwa orang-orang akan menemukan kekuatan untuk melakukan perubahan.

Sekarang saya mulai menjalani hidup dengan cara baru dan dengan pandangan hidup yang baru. Dan ini semua berawal dari sebuah wawancara. []

Oleh Handung Dwipayana

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Sehari Menjelajahi Bandung Purba

{nl}         Setiba di lahan parkir sebuah kafe di sana, kita bisa melayangkan pandang   ke selatan untuk menyaksikan panorama Bandung Raya seutuhnya. Tampaklah...

Sang Dewi Rengganis di Puncak Argopuro 3088 Mdpl (Part 2)

Titik awal sebelum memasuki hutan, kami melakukan orientasi lagi guna memastikan punggungan yang tepat untuk didaki. Setelah yakin dan mantap, kaki-kaki kecil ini mulai...

Ansel Adams – Mengangkat Fotografi ke Jenjang Tertinggi

Berapa harga selembar foto? Kalau Anda ke Pasar Baru, Jakarta, harga selembar foto bintang F4 (F she) ukuran kartu pos adalah lima Rp 5.000....