Delapan Bulan Memahami Makna Keluarga
Dituntut oleh keadaan dan didewasakan oleh waktu menjadikan kesendirian melekat erat pada raga anak perantauan. Singgah di tanah orang untuk menempuh pendidikan lanjut sudah menjadi garis takdir. Bayang-bayang keluarga yang jauh disana layaknya ilusi fana yang mengusik isi kepala di kala hendak tidur.
Hai, di sini aku ingin mengajak kamu menjelajahi sedikit memori masa lampau dari AM- 023-JB, tidak banyak dapat dideskripsikan hanya beberapa ingatan kecil di Astacala yang menurutnya begitu membekas. Inilah sepercik kisah dari sudut pandang AM-023-JB.
Bumi semakin tua umurnya, hingga tak terasa delapan bulan revolusi bumi telah berputar begitu cepatnya dan di waktu yang singkat itu ada banyak sekali hal yang terjadi melingkupi suka maupun duka. Hidup ini kalau dipikir-pikir memiliki alur yang begitu lucu dan tak terduga mungkin disitulah letak kuasa Tuhan. Di bumi Pasundan ini aku dipertemukan dengan Astacala yang di dalamnya ada banyak sekali warna-warna unik laksana pelangi yang menampakkan dirinya di kala langit menghentikan tangisnya. Mungkin apabila digambarkan, di sini ada Astacala yang akan memberi warna saat di rundung duka, di sini juga aku menemukan rumah kedua yang hangat dan di dalamnya ada keluarga yang akan menemani hari-hari panjang sebelum toga itu disematkan di atas kepala bahkan selamanya.
Delapan bulan terhitung sejak pelaksanaan pendidikan navigasi darat hingga saat ini, yaitu di rentang waktu paska pendidikan tahap peminatan. Sejujurnya awal bergabung di sini pada saat pelaksanaan operasional navigasi darat ada sedikit rasa cemas akan penolakan, khawatir jikalau aku tidak dapat berbaur dengan lingkungan baru ini. Untuk awal rasa asing pasti ada namun, peran abang serta kakak Astacala yang besar dan berbagai rangkaian pendidikan yang memaksa kami untuk saling berbaur menjadikan kami menjadi lebih dekat. Proses ini juga memunculkan rasa peduli antara kami sehingga yang dahulu ku pikir kata saudara, abang, kakak, dan adik hanya sekadar intermezzo belaka pada kenyataannya semua kata-kata itu memiliki makna yang dalam. Pernah kala itu salah satu abang di Astacala mengatakan kalau sampai sekarang ada hal yang tidak dapat ia pahami bahwa selalu ada alasan untuk pergi tapi entah kenapa pada akhirnya akan kembali lagi kesini seperti hakikat makna dari rumah, dulu aku pikir itu hanyalah pernyataan basa-basi untuk meringankan topik pembicaraan agar kami yang pada saat itu masih menjadi penghuni baru sekretariat Astacala merasa nyaman dengan suasana di sana. Ternyata realisasi dari pernyataan itu benar adanya, karena di satu waktu aku pernah merasakannya sendiri, namun di sana ada peran keluarga yang merangkulku untuk kembali, cukup menggelitik apabila ditarik memori ke belakang dan berhenti pada titik itu.
Menurutku rangkaian pendidikan yang paling berkesan untuk saat ini adalah kegiatan peminatan yang diadakan kemarin, walaupun hari-hari terasa padat dan membuat penat karena ada banyak persiapan yang harus dikerjakan baik latihan maupun kepanitiaan, selalu ada saja tingkah konyol yang terjadi di dalam sekre. Mereka semua sangat menghibur walaupun kadang menyebalkan.
Potret tingkah konyol yang menghibur ketika berada di sekre
Ada banyak pelajaran berharga yang aku dapatkan di sini dan belum tentu bisa aku dapatkan di luar sana. Aku belajar mengenai makna mengayomi, belajar bahwa cara terbaik untuk mengajarkan adalah dengan mengambil peran di dalamnya, maksudnya bukan hanya sekadar memerintahkan tapi dengan ikut andil di dalamnya. Pelajaran ini aku dapatkan dari hal yang mungkin bisa dibilang sangat remeh, yaitu dalam hal mencuci piring, di sini bukan dengan memerintahkan untuk mencuci piring tapi dengan ajakan “Ikut gua yuk, bantuin cuci piring”, sehingga karakter dan kepekaan untuk saling bahu membahu akan terbentuk meskipun sejatinya posisi dewan pengurus berhak untuk memerintahkan namun, mereka lebih memilih kesetaraan bahwa di sini kita semua adalah keluarga. Inilah alasan sederhana kenapa aku merasa bahwa di sini adalah rumah.
Pelajaran berikutnya yang aku dapatkan adalah saat hari operasional peminatan caving di Gua Jomblang ketika akan menuruni lintasan dengan tinggi sekitar 60 meter. Pertimbanganku pada saat latihan aku merasa lebih mudah menggunakan capstand simple sehingga dengan percaya diri aku menggunakannya untuk turun di Gua Jomblang namun, sekitar setengah jam ada keraguan yang besar untuk turun dan aku berkali-kali menginstal kembali alat untuk naik. Karena keraguan tersebut dan demi keamanan, instruktur caving pada saat itu A-144-LC memutuskan agar aku kembali naik ke atas dan mengganti alat turun dengan menggunakan capstand tipe auto stop. Kebetulan di hari itu A-088-JR sedang berkunjung dan beliau menyampaikan kalau rasa takut itu wajar dan tentu harus ada, karena dengan adanya rasa takut itu menjadikan kita lebih berhati-hati dalam melangkah tapi tetap tidak boleh berlebihan dan tidak boleh panik, dari situ aku berusaha menghadirkan kembali keberanian yang pudar dan kuncinya adalah yakin. Setelah mengganti alat untuk turun aku kembali ke lintasan dan ya, aku berhasil turun walaupun ada rasa berdebar yang cukup kuat. Tentu saja kala itu ada rasa kecewa pada diri sendiri, aku merasa gagal akan latihan-latihan yang aku jalani selama ini namun, di sisi lain aku belajar bahwa terlalu percaya diri dapat menciptakan rasa sombong dan merasa sudah sempurna hal itu menjadikan kurangnya ketelitian dan kehati-hatian dalam bertindak.
Selain itu semua, tentu ada banyak sekali pelajaran dan pengalaman berharga yang aku dapatkan dan pastinya akan terus bertambah kedepannya. Aku berharap dapat meneruskan perjuangan dan pengorbanan abang dan kakak Astacala dalam menyampaikan ilmu-ilmu yang mereka beri sehingga Astacala akan terus hidup dan ilmu-ilmu yang telah terjaga dapat terus diwariskan kepada generasi penerus Astacala.
Beberapa potret kebersamaan dengan Astacala
Alias nya banyak ya
Alias apaan ya