Hutan Hancur Karena Dikelola dengan “Otak Kayu”

Related Articles

Rusaknya hutan Indonesia ditandai degradasi kawasan mencapai 59 juta hektare saat ini, karena dalam dua dekade sebelumnya pengelolaan hutan dilakukan dengan menggunakan “otak kayu”.

Menteri Kehutanan RI, M.S Ka`ban di Padang, Sabtu (5/8) mengatakan, dalam dua dekade lalu, pengelolaan hutan Indonesia masih berorientasi kepada kayu.

“Otak kita, otak kayu, asal lihat pohon besar langsung tebang,” ujarnya.

Selain itu, “otak kayu” ini hanya memandang kayu sebagai sumber penerimaan devisa negara sehingga hutan terus ditebang.

Menurut dia, dalam kurun waktu tahun 1970-an hingga 1990-an, hutan dijadikan menjadi sumber penerimaan devisa negara terbesar setelah minyak bumi.

Cara berfikir itu, justru diajarkan oleh dunia barat dan Bank Dunia, namun setelah hutan Indonesia rusak mereka pula yang meributkannya.

Selain karena orientasi “otak kayu” rusaknya hutan Indonesia juga disebabkan salah berfikir tentang sistim desentralisasi yang diterapkan dalam masa reformasi.

“Dulu banyak kalangan menuntut desentralisasi dengan mimpi akan memberi kehidupan yang lebih baik dan sepakat diberlakukan otonomi daerah mulai tahun 1999,” katanya.

Dalam otonomi daerah, ternyata terjadi in-konsistensi dan in-sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah khususnya di bidang kehutanan. Akibatnya dalam periode tahun 1998 sampai 2004, terjadi degradasi paling cepat di Indonesia, ujar Menhut.

Menurut dia, bukan desentralisasinya yang salah tapi cara berfikir yang belum siap terhadap sistim ini, sedangkan desentralisasi itu sendiri belum final dan sedang mencari bentuk.

Dalam masa-masa ini, kerusakan hutan semakin besar dan terjadi proses degradasi kawasan paling cepat sehingga menjadi sorotan dunia.

Sorotan dunia atas kerusakan hutan Indonesia, karena negara ini tercatat memiliki luas hutan terbesar ke tiga di dunia setelah Brazil dan sebuah negara di Afrika.

Selain itu, hutan Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna paling lengkap dan menarik di daerah tropis yang tidak dimiliki negara lain.

Meski telah banyak hutan Indonesia terdegradasi, namun pakar kehutanan dunia, memberikan sinyal belum dalam tahap menakutkan karena masih ada kesempatan waktu untuk memperbaikinya.

Sehubungan itu, pemerintah dengan melibatkan masyarakat lokal kini mulai serius melestarikan hutan. “Dalam hal ini perlu terus sosialaisasi dan pendidikan kepada masyarakat tentang masalah kehutanan,” kata Ka`ban.

Pengelolaan hutan saat ini, juga mengacu pada UU kehutanan yang menyebutkan pelestarian harus berkelanjutan sehingga hutan bisa dinikmati generasi yang akan datang dan jangan sampai semua tinggal kenangan.

“Kita harus belajar dari pengalaman dan jangan terperosok dua kali. Dalam hal ini yang paling penting dilakukan adalah merobah cara berfikir dan melihat hutan,” tambahnya. []

Sumber : Antara, Edisi 7 Agustus 2006

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Menikmati Kopi Sambil Belajar di Kedai Kopi Malabar

Di dinginnya cuaca Pengalengan, terdapat sebuah pabrik pengolahan kopi beserta 'kedai' kopi yang bisa kita nikmati sambil menambah wawasan kita mengenai kopi.

Turut Serta Astacala dalam RUA dan Homecoming FAST 2021

Acara Rapat Umum Anggota (RUA) dan Homecoming Forum Alumni Universitas Telkom (FAST) yang diadakan pada hari Sabtu 4 Desember 2021, Astacala turut berpartisi dalam...

Membawa Anak Berkegiatan di Alam Bebas

Membawa anak berkegiatan di alam bebas? Kenapa tidak. Bukankah alam terbuka dengan segala kejujurannya akan mengajari anak-anak, seperti mengajari kita. Di sini yang perlu...