Catatan Perjalanan : Meru Betiri Service Camp XVI

Meru Betiri Service Camp XVI
Meru Betiri Service Camp XVI

Selasa, 25 November 2014

Matahari sudah cukup lama tenggelam di ufuk barat namun kereta Logawa yang saya tumpangi belum juga berhenti. Sepertinya kereta ini mengalami keterlambatan sampai di Stasiun Jember. Alhasil mesin kereta baru berhenti  pukul 19.15 WIB, terlambat setengah jam dari yang sudah dijadwalkan. Tak lama, sama seperti penumpang lainnya saya mulai menurunkan barang bawaan dari kereta. Di depan stasiun, saya disambut para tukang ojek dan becak yang menawarkan tumpangannya dengan menggunakan bahasa Jawa dan Madura.

‘’Mboten, Pak. Sampun wonten sing jemput.’’ Jawab ramah saya ke mereka.

Untuk beberapa saat saya mengeluarkan handphone untuk memberitahu teman saya kalau saya sudah sampai di Jember. Sejenak saya memilih beristirahat di depan mini market sambil menunggu seorang teman datang.

Kota Jember sendiri terkenal sebagai Kota Seribu Gumuk atau Bukit. Gumuk tersebut berasal dari sisa-sisa letusan Gunung Raung yang memiliki salah satu fungsi sebagai tiang penyangga ekosistem di sekitarnya. Pada saat ini sedang dijaga kelestariannya agar tidak diekploitasi oleh oknum-oknum  yang tidak bertanggung jawab. Dan jangan heran kalau daerah Jember dan beberapa kota di Jawa Timur juga menggunakan bahasa Madura. Karena pada zaman penjajahan Belanda, Jember merupakan sebuah daerah perkebunan yang para pekerjanya berasal dari Madura dan sebagian lagi berasal dari daerah Jawa. Hal ini mengakibatkan budaya Jawa bercampur dengan budaya Madura.

Tak lama Nanda dari Mapalus Falkutas Fisip UNEJ sudah berada di depan stasiun. Dan akan mengantarkan saya untuk beristirahat di sekretariatnya. Kedatangan saya kali ini ke Jember untuk mengikuti Meru Betiri Service Camp yang dilaksanakan pada 27 November sampai 1 Desember 2014.

Meru Betiri Service Camp adalah suatu pendidikan kader konservasi untuk menyadarkan akan pentingnya nilai konservasi sumber daya alam di dalam masyarakat. Kegiatan pada kali ini merupakan ke-16 dan diselenggarakan oleh Wipab (Wadah Informasi Pecinta Alam Se-Eks Besuki) dengan tempat  di Bandealit kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Dengan mengangkat tema ‘’Membentuk Kader Konservasi Yang Peka Terhadap Lingkungan’’ sehingga setelah kegiatan ini diharapkan kader-kader konservasi mampu memperhatikan permasalahan lingkungan yang sedang terjadi.

Rabu, 26 November 2014

Setelah semalam disambut dengan ramah dan hangat oleh teman-teman dari Mapalus. Pagi ini saya segera beranjak dari tidur dan langsung membersihkan badan. Karena saya harus segera melengkapi beberapa persyaratan pendaftaran. Kemudian saya ditemani oleh salah satu kawan dari Mapalus, pergi ke kantor Taman Nasional Meru Betiri sekedar untuk mencari tahu kegiatan pada esok hari. Sehabis semua urusan kelar, hari ini saya habiskan dengan mengobrol dengan teman-teman mulai dari guyon sampai bertukar pikiran. Inilah hal yang saya suka ketika bermain ke sekre Mapala walaupun baru bertemu tetapi rasanya seperti teman lama.

Kamis, 27 November 2014

Pagi di Taman Nasional Meru Betiri
Pagi di Taman Nasional Meru Betiri

Di pagi hari ternyata kantor Taman Nasional Meru Betiri sudah dipadati oleh para peserta yang akan bersama-sama mengikuti kegiatan tersebut. Peserta yang mengikuti sebanyak seratus lima orang dan berasal dari anggota Mapala dan OPA (Organisasi Pecinta Alam) dari berbagai daerah. Setelah melakukan pendaftaran ulang, akhirnya pukul 12.00 WIB saya berangkat menuju Bandealit. Membutuhkan sekitar tiga jam untuk mencapai lokasi kegiatan karena akses jalan yang naik turun sehingga truk yang saya tumpangi harus melaju dengan pelan.

Pada malam harinya dilaksanakan upacara sebagai awal dimulainya kegiatan MBSC XVI. Kerena pada tiga hari selanjutnya para peserta akan menerima berbagai pelatihan dan materi. Untuk pelaksanaannya para peserta akan dibagi menjadi menjadi kelas A dan B. Berbagai materi yang diberikan antara lain:

Kehutanan Umum Ekologi & Analisa Air
KSDHE Flora Unggulan TN Meru Betiri
Flora Fauna Indonesia Fauna Unggulan TN Meru Betiri
Anveg & Herbarium Aplikasi Anveg, Herbarium, Hitung Karbon, Plester Cast
Hitung Karbon Global Warming
Pengamatan Burung Wisata Alam & Interpretasi
Aplikasi Pengamatan Burung Jurnalistik Lingkungan
Karnivora & Plester Cast Advokasi Lingkungan
Pengamatan Masyarakat Karnivora besar

Jumat, 28 November 2014

Materi Ekologi oleh Cak Giri
Materi Ekologi oleh Cak Giri

Dari pagi hari beberapa materi sudah mulai disampaikan hingga jeda Ishoma. Para peserta kemudian mulai kembali ke tenda pleton, dan materi dilanjutkan. Kali ini Cak Giri akan memberikan materi tentang Ekologi. Yang membahas hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungannya. Pokok permasalahannya adalah bagaimana cara mengelola sumber daya alam dengan benar, apabila sumber daya alam dikelola dengan cara yang salah pasti akan menimbulkan bencana. Kegiatan hari ini berakhir sampai pukul 22.00 WIB. Dan Cak Giri melempar pertanyaan kepada peserta ‘’Bagaimana seharusnya menjadi Pecinta Alam?’’

Sabtu, 29 November 2014

Mengamati burung di Bandealit
Mengamati burung di Bandealit

Tepat pukul 04.00 WIB, saya mulai merapihkan rasa kantuk dan malas. Hari ini saya harus mempersiapkan diri lebih pagi karena saya akan melakukan pengamatan burung yang ada disekitar Bandealit. Kegiatan pengamatan burung sebaiknya dilaksanakan pada pagi hari dan sore hari. Sebab pada waktu tersebut burung sedang sangat aktif jadi sangat cocok untuk melakukan pengamatan. Setelah melakukan pengamatan burung, kegiatan dilanjutkan dengan aplikasi Anveg, Herbarium, Hitung Karbon dan Plestercast. Dan di presentasikan pada malam harinya.

Minggu, 30 November 2014

Materi Advokasi Lingkungan
Materi Advokasi Lingkungan

Saat materi kelas, beberepa teman sudah mulai tidak fokus. Mungkin mereka mengalami kejenuhan. Hingga pada siang hari mulai antusias kembali setelah diberi tugas membuat poster yang bertema kritis terhadap masalah lingkungan yang sedang terjadi. Dan akan dipamerkan ketika pemberian materi Advokasi Lingkungan pada sore harinya. Karena Advokasi Lingkungan sudah menjadi media perjuangan baru untuk merubah kebijakan atas lingkungkan mesti pada setiap apa yang dilakukan tidak mencapai keberhasilan. Kondisi kelas menjadi sangat aktif ketika Rosdi Bahtiar M mengajak berdiskusi mengenai berbagai permasalahan lingkungan yang ada. Apalagi pada saat ini pencemaran dan perusakan lingkungan yang semakin meningkat. Melihat kondisi sekarang, TIDAK ADA KESALAHAN YANG LEBIH BESAR DARI PADA BERDIAM DIRI DISAAT KITA DAPAT MELAKUKAN ADVOKASI MESKIPUN ITU KECIL.

Senin, 1 Desember 2014

Tak terasa sudah lima hari saya berada di Bandealit. Barang-barang sudah saya packing lagi ke dalam carrier dan panitia sedang mempersiapkan upacara penutupan. Kegiatan yang tadinya saya kira cukup memakan waktu ternyata berlalu begitu cepat. Dengan ilmu-ilmu baru yang diberikan setiap harinya dan bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah. Rasanya saya  sangat bersyukur telah diberi kesempatan mengikuti kegiatan MBSC XVI ini. Karena MBSC merupakan salah satu wadah bagi setiap orang untuk mengetahui bahwa kelestarian lingkungan adalah hal yang sangat penting. Apalagi pada saat ini, mulai timbul sifat keserakahan dalam diri manusia. Sehingga timbullah kerusakan pada lingkungan karena kepentingan tertentu. Bahwasanya alam disekitar kita ini bukanlah warisan dari nenek moyang tetapi titipan untuk anak cucu kita. Upacara penutupan telah selesai, truk-truk sudah menunggu untuk membawa saya dan peserta lainnya kembali ke tempat asalnya dengan harapan dapat membagi apa yang telah didapatkan.  Sama seperti yang ditanyakan Cak Giri kepada saya. Jadi, siapakah kita ini? Perusak alam? Penikmat alam? Atau pecinta alam? []

Tulisan dan Foto Oleh Dhiky Wahyu Santoso
Referensi dari Diktat MBSC XVI 2014

3 thoughts on “Catatan Perjalanan : Meru Betiri Service Camp XVI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *