Marga Batak

Related Articles

Kebudayaan suku Batak bersifat patrilineal. Oleh karena itu marga hanya akan diturunkan oleh seorang ayah kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Kelak anaknya yang laki-laki juga akan menurunkan marganya tersebut kepada keturunan berikutnya. Bagaimana dengan anak perempuan? Dalam adat Batak, seorang perempuan yang menikah akan mengikuti marga suaminya. Mengikuti di sini memiliki artian menjadi bagian dari keluarga pihak suami. Marga asal sang perempuan (istri) akan menjadi Hulahula.

Sejarah lahirnya marga-marga diwariskan secara turun temurun oleh para orang tua. Sejarah tersebut dapat menyerupai legenda atau dalam bahasa batak disebut dengan turi-turian. Mulanya marga tersebut adalah nama dari para raja Batak. Nama tersebut kemudian diwariskan secara turun temurun kepada keturunannya dan dikenal dengan sebutan marga. Raja yang empunya nama asli tersebut kemudian disebut sebagai generasi pertama. Anaknya akan disebut dalam marga ayahnya sebagai generasi kedua ,kemudian cucunya akan disebut sebagai generasi ketiga, demikian seterusnya. Seperti saya (penulis – bernama asli Anatoli marbun) adalah marga Marbun ke-17. Hal ini berarti saya adalah generasi ke-17.

Mengetahui Tarombo sangatlah penting. Dari tarombo kita dapat mengetahui marga-marga kita dan marga kerabat kita. Saya memang bermarga Marbun, tetapi saya juga bermarga Naipospos. Kakek saya bermarga Lumban Gaol. Lho? Bingung? Nanti akan saya jelaskan. Dari Tarombo, juga dapat diketahui tingkatan generasi seseorang di dalam marga .Sesama satu generasi memiliki status abang/kakak-adik. Kalau berbeda satu generasi, statusnya adalah ayah/bapa dan anak (bukan paman dan ponakan), jadi dibedakan.

Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan “marga-marga” dan “marga-marga kerabat”? Jadi begini, karena dahulu marga itu adalah nama dari seseorang (raja), maka sebagaimana normalnya manusia yang lain, maka ia juga mempunyai anak yang lebih dari satu.

Kita ambil contoh marga penulis, marga Marbun. Dahulu, Si Raja Marbun mempunyai tiga orang anak, secara urut mereka adalah Lumban Batu, Banjar Nahor, dan Lumban Gaol. Si Raja Marbun adalah anak kedua dari Si Raja Naipospos. Si Raja Marbun mempunyai seorang saudara namanya Si Raja Toga Sipoholon. Raja Toga Sipoholon mempunyai empat orang anak, secara urut mereka adalah Bagariang, Hutauruk, Manungkalit, dan Situmeang.

Jadi yang mana “marga-marga” si penulis? Jawabannya adalah Naipospos, Marbun, dan Lumban Gaol. Sedangkan “marga kerabat” adalah Toga Sipoholon, Bagariang, Hutauruk, Manungkalit ,Situmeang. Apa bedanya? Saya boleh (dan sah-sah saja) mengaku dari salah satu dari ketiga marga tersebut (Naipospos, Marbun, atau Lumban Gaol). Tetapi saya tidak mungkin mengaku (dan memang tidak boleh) bermarga salah satu dari empat marga tersebut (Toga Sipoholon, Bagariang, Hutauruk, Manungkalit ,Situmeang).

Apabila suatu hari saya bertemu dengan salah satu dari marga tersebut, maka mereka adalah saudara sedarah saya. Dengan berbekal tarombo, akan diketahui seberapa dekat kekerabatan yang ada. Yang bermarga Lumban Gaol otomatis akan lebih dekat kepada marga Lumban Batu daripada dengan marga Bagariang. Apabila ternyata marganya masih sama (misalnya sama-sama Lumban Gaol), maka dengan adanya tarombo, akan dapat dicari perbedaan kekerabatannya. Karena di dalam tarombo tercatat silsilah keluarga sampai generasi yang terakhir. Selain mengetahui hal di atas, sangat perlu juga untuk mengetahui tingkatan generasi. Sehingga apabila bertemu semarga nantinya dapat menentukan tutur semarga. Apakah abang, adik, bapauda, bapatua, oppung, anak, atau cucu. Tidaklah heran apabila ada seseorang memanggil uda, bahkan kakek kepada orang yang lebih muda dari segi umur. Hal itu lumrah dan tidak bisa ditawar.

Seperti yang saya katakan di atas ,saya adalah Marbun ke-17, maka berapa silsilah saya dalam marga Naipospos dan Lumban Gaol?

Selain tarombo tersebut, masih ada satu lagi yang tidak dapat dilupakan dari adat “marga”. Yaitu “padanan”. Dalam tulisan ini, saya hanya akan membahas padanan untuk marga saya sendiri.

Menurut ceritanya, dari penuturan orang-orang tua, padanan ini muncul karena suatu kejadian atau kisah yang menyebabkan dua orang raja (yang menurunkan marga) mengikrarkan sebuah janji sehidup semati yang akan dipegang terus sampai kepada keturunannya. Janji tersebut adalah ikrar yang menyatakan bahwa mereka dan keturunannya adalah saudara. Dalam kehidupan modern hal ini dapat lebih dipahami dengan istilah “saudara angkat”. Dalam pendeklarasian sumpah semarga, setiap marga mempunyai cara yang berbeda-beda, tetapi umumnya mereka melakukannya dengan upacara dan pesta adat yang dilakukan secara besar-besaran. Yang pasti dalam upacara ini akan ada “Ulos” dan hewan persembahan/sembelihan sebagai pengikat janji mereka.

Apa bedanya semaraga dengan marga padanan? Sama saja. Harus saling membantu di saat kesusahan, berbagi di saat bahagia, dan saling mendukung. Dan satu lagi, “dang boi marsibuatan!!” alias dilarang keras menikahi satu marga/padanan.

Kita ambil contoh marga penulis. Marga Marbun padanannya dengan marga Sihotang. Marga Lumban Batu dengan marga Purba, marga Banjarnahor dengan marga Manalu, dan marga Lumban Gaol dengan marga Debata Raja (Simamora). []

Oleh Anatoli Marbun

Comments

  1. Nice writing,
    Tapi bagaimana penjelasan “pariban”? Kenapa seorang pariban direkomendasikan untuk menjadi pasangan seseorang? Apakah ada penjelasan secara medis atau genetis mungkin? -terimakasih-

  2. Horas.

    Disebutkan pada tulisan di atas, bahwa:
    Naipospos mempunyai 2 orang putera, yaitu Marbun dan Sipoholon.

    Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa: ada saudara-saudara kita yang menyematkan Naipospos dan Marbun pada nama belakangnya atau dgn kata lain: Naipospos dan Marbun menjadi marga.

    Tetapi, mengapa marga Sipoholon tidak dipakai? Malahan Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang tidak pernah memargakan Sipoholon melainkan Naipospos.

    Padahal Lumbanbatu, Banjarnahor, dan Lumbangaol memargakan Marbun.

    Muncul perenungan:
    Benarkah Sipoholon itu manusia putera kandung Naipospos?

  3. bagus pra artikel nya..
    i like it..
    klu bsa pra carikan artikel tarombo/silsilah toga marbun biar lbh bgs n mantap..

    Salam hangat(Horas)
    dr sya berkat banjarnahor nomor 17

  4. Horas,pra!!

    Kalau tarombo toga marbun masih kontrovesi,pra..
    Kalau tarombo marbun yang umum diakui baca aja di sini :
    http://www.naipospos.net/?p=74
    Kalau tarombo yang diwariskan di keluarga kami agak,beda pra..
    kalau appara mau tau tarombonya appara,tanya ke ortu atau oppung aja pra..
    Awak Lumban Gaol nomor-16
    Horas!!

  5. Mohon pencerahan, apa bnar marga batak itu py kasta atau tingkatan. Contohnya marga sinambela lebih tinggi / lebih rendah daripada marga lain. Trims

  6. @Afika :
    Tidak benar kalau orang Batak itu punya kasta. Hal itu bisa dilihat dari konsep Dalihan Na Tolu yang dipegang teguh oleh suku Batak.
    Mungkin yang dimaksud oleh saudara Afika adalah plesetan dikalangan masyarakat, yang kebenarannya diragukan. Hal ini disebabkan oleh tokoh besar atau kejadian besar dimasa lalu yang masih dikenang dikalangan masyarakat Batak.
    Misal :
    *Marga Sinambela disebut-sebut sebagai marga “jagoan” atau “jawara” atau “kesatria”, karena Dinasti Sisingamangaraja(termasuk Raja Sisingamangaraja XII, Pahlawan Nasional) merupakan marga Sinambela.
    * Marga Situmorang disebut-sebut sebagai marga yang paling jago bernyanyi/bermusik, karena legenda musik Tapanuli(alm. Nahum Situmorang) adalah bermarga Situmorang.

    Dan masih banyak lagi lainnya, bahkan ada yang berkonotasi negatif. Mungkin yang berkonotasi negatif inilah yang dianggap/ditangkap sebagai pembedaan/pengkastaan didalam suku Batak oleh sebagian orang. Sekali lagi, tidak ada kasta dalam Suku Batak.

    Mauliate.

  7. Maaf, saya charli lumban batu, ingin bertanya. Apakah marga lumban batu bisa menikah dengan boru sitepu??

    Mohon penjelasannya, Tulang/Amangboru/Bapak Tua/ Uda/ siapa aja lah 😀

    Trima Kasih, Horas

  8. Tidak ada yg namanya toga sipaholon,yg benar itu adalah 5 anak 7 marga,sibagariang,marbun,hutahuruk,simanungkalit dan si tumeang
    Marbun memper anakan tiga marga yg di sebut.Lb.batu-banjarnahor dan lb.gaol, artinya sibagariang,hutahuruk,simanungkalit dan situmeang selevel dgn Marbun,bukan selevel dgn Lb.batu,banjarnahor, dan lb.gaol.artinya lb.batu-banjarnahor-lb.gaol adalah cucu dari raja naipospos,saya sendiri bermarga Marbun Banjarnahor nomor 16,ini lah yg saya baca,mohon maaf jika ada salah,mohon di luruskan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Menyapa Mahameru “Puncak Abadi Para Dewa”

Gunung Semeru dengan Puncak Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3676 mdpl. Gunung Semeru terletak di Propinsi Jawa Timur (8°06' LS,...

Cerita dari Kadaka

Sebelum berangkat, hal wajib yang kami lakukan adalah mematangkan kembali rencana yang telah disusun, persiapan dan pengecekan barang-barang terakhir yang akan kami bawa. Jadwal...

Anggraeni dari Sebelat

“Abu Kamil,” ujar orang yang baru kukenal ini. Kemudian ia mengulurkan tangannya. “Tadi pagi Pak Aswin bilang kalau akan ada tamu yang mau masuk ke...