Page 1 of 1

Diterima di UI, Anak Ini Bersepeda dari Pati ke Depok

Posted: Wed Jul 20, 2011 4:44 pm
by limasembilan
Copas dari kaskus neh..
Jadi inget seorang sesepuh Astacala yang ngonthel dari Jawatengah ke Bandung.

Pati (19/7),Jalal siswa lulusan SMA Negeri 1 Pati 2011 siang ini mulai tunaikan nazarnya mengontel dari Pati sampai ke Depok, karena diterima Universitas Indonesia.

Image

“Menunaikan nazar dan bersyukur pada Allah SWT,” ujar Jalal ketika ditanya perihal aksinya mengontel dari Pati sampai ke Universitas Indonesia menjelang keberangkatannya pukul 10 pagi di halaman SMA Negeri 1 Pati. Dilepas teman dan guru SMA Negeri 1 Pati keharuan dan kebanggaan menyeruak. Dikawal dengan sepeda oleh beberapa kawan – kawannya (Paresmasapa) sampai ke Kudus, Jalal mulai mengayuh sepeda onta hadiah dari orang tuannya.

Jalal yang lolos SNMPTN tulis beberapa waktu lalu ini, diterima Fakultas Ilmu Budaya, program studi sejarah. Ia mengaku awalnya tidak yakin akan diterima Universitas Indonesia, terlebih sebelumnya ia tidak lolos SNMPTN undangan. Karena janji telah terucap, sehingga ia pun bertekad mengayuh sepedanya sampai ke Depok.

Mantap kayuhan sepeda ontelnya menyiratkan semangat menunaikan cita membawa visi dan misi orang tua hingga Jakarta berbekal keyakinan dan doa. “Saya pilih Universitas Indonesia karena disana banyak tersedia beasiswa, orang tua saya hanya seorang wiraswata yang penghasilannya tidak seberapa. Saya sebagai anak pertama, sudah semestinya mikul duwur menndhem jero orang tua saya,” ceritanya lagi. Kemudian saat ditanya perihal tanggapan orangtuanya dengan aksinya ini, Jalal mengaku mereka sangat mendukung dan oke oke saja.

“Dalam kehidupan ini banyak pihak yang tidak memperhatikan kaum jalanan, dengan sepeda kita bisa lebih dekat dengan lingkungan,”lanjut Jalal yang bercita – cita sebagi penulis ditengah kayuhan sepedanya ketika sampai di perbatasan Pati - Kudus. Pit Onto yang sudah disulap oleh rekan dan gurunya telah dilengkapi sebuah box tertutup untuk tempat perlengkapan ibadah, beberapa potong baju dan makanan tak lupa juga dilengkapi kompo dan ban serep.

Perjalanannya ini diperkirakan Jalal akan ditempuh selama 7 hari 7 malam jika gowes santai. Dengan mekanisme, ia akan mengontel setiap usai subuh dan berhenti jam 10 malam. Setelah subuh menjelang, barulah ia menggowes sepedanya. Meskipun ia mengaku baru sekali ke Jakarta, “Saya baru sekali ke Jakarta, tanggal 4 Juli kemarin waktu menyerahkan berkas ke UI. Tapi, saya bisa bertanya ke kantor polisi jika tersesat. Saya juga membawa surat keterangan jalan dari kantor polisi”kata Jalal ringan.

Djalal, calon mahasiswa jurusan sejarah FIB Universitas Indonesia terus menggowes sepedanya sebagai pelengkap sejarah hidupnya. Jalal anak sejarah yang bersejarah.

penulis : Arfika Putri Pertiwi
sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9747710

Re: Diterima di UI, Anak Ini Bersepeda dari Pati ke Depok

Posted: Sat Jul 23, 2011 2:20 am
by Detha
klo ntar gua dapet S2 di Jerman, ga bakal gua nazar ampe kayak gini.. :ngakak: :ngakak:
btw, nice info mas.. haha

Re: Diterima di UI, Anak Ini Bersepeda dari Pati ke Depok

Posted: Sun Jul 24, 2011 4:56 am
by Bolenk
Detha wrote:klo ntar gua dapet S2 di Jerman
...
AMIIINN...!!! 8) 8)

Re: Diterima di UI, Anak Ini Bersepeda dari Pati ke Depok

Posted: Wed Jul 27, 2011 9:45 pm
by Detha
Bolenk wrote:
Detha wrote:klo ntar gua dapet S2 di Jerman
...
AMIIINN...!!! 8) 8)
terima kasih atas "AMIIINN" nya lenk..
ntar lo gua ajak jalan2 ksono dah, bisa survey seven summit sekali..
AMIIIIN..

(Amiiin untuk S2 gua disana dan Amiiin untuk seven summitnya..) 8) 8)

Re: Diterima di UI, Anak Ini Bersepeda dari Pati ke Depok

Posted: Sat Jul 30, 2011 10:05 pm
by Bolenk
Detha wrote: ...
Amiiin untuk S2 gua disana
...
AMIIINN!!! [-o< [-o<

Re: Diterima di UI, Anak Ini Bersepeda dari Pati ke Depok

Posted: Mon Aug 01, 2011 5:47 pm
by Adek
@Detha and all

Kebetulan saya baru kembali dari jerman, ditambah dengan sedikit efuria setelah mendengar wejangan pak habibie, menyampaikan assalamualaikum dan mencium tangan beliau beberapa hari lalu, saya ingin sedikit bercerita. Sebagai bocoran, pemerintah jerman melalui DAAD mengalokasikan setidaknya 1000 beasiswa untuk indonesia. (Baca: pemerintah jerman meminta pemerintah indonesia membayar hutang luar negri nya dengan mengirimkan anak-anak indonesia belajar di jerman). Saya kurang tau dalam jangka berapa lama jumlah ini harus dipenuhi pemerintah indonesia. Tapi yang jelas, jumlah itu sangat banyak untuk alokasi satu negara saja.

Saya awalnya tidak begitu percaya dengan informasi bisik-bisik dari kawan-kawan yang menyampaikan informasi ini, tapi tidak perlu menunggu lama, saya sendiri melihat buktinya: saya bisa berada di jerman dengan undangan salah satu universitas di sana, bahasa mereka: mengikuti summer course. Namun jelas bagi saya dan rekan-rekan peserta yang lain, agenda sebenarnya adalah mencari peneliti - peniliti baru untuk ditempatkan di universitas mereka. "We have a lot of money!" Begitu ucapan salah satu professor yang sempat berdiskusi dengan kami di sana, masih muda dan begitu energik.

Kenapa bayar hutang dengan memberi beasiswa? uhm, tampak aneh memang, tapi klo kita sadari jerman adalah 1 dari 3 besar negara dengan royalti/paten terbanyak di dunia, mungkin kita tidak heran kenapa jerman meminta lebih banyak anak-anak indonesia menjadi habibie-habibie muda untuk belajar dan melakukan penelitian di negara mereka (2 negara lain adalah US dan Jepang). You see, Jepang dan Jerman tau betul bagaimana mengembalikan kesejahteraan rakyatnya, sekalipun industri dan sumber daya alam nya dilarang untuk berkembang besar, paska kalah perang dunia 2 (banyak pabrik2 tua di jerman tidak difungsikan dan menjadi museum). Bukti nyata, pendidikan itu yang sesungguhnya bisa memajukan suatu bangsa (sumber daya manusia / renewable resource), bukan sumber daya alam.

Pesan pak Habibie hari itu, kalau anda mau menjadi manusia yang memberi manfaat besar untuk dunia:
"work very hard, be fair, be rational, low profile, and never want to be a hero."

Salam dari kutup utara,
enam dua.
--

Sedikit saya share cuplikan cerita beliau beberapa tahun lalu:
"Saya ingin bercerita kepada Anda : saya pergi ke Jerman ketika saya berumur 18. Saya dididik taat beragama. Saya sering merasa rindu pada orang tua dan keluarga, saya tidak pernah memperoleh beaiswa kecuali dari Dinas Pertukaran Akademis Jerman (DAAD), tapi baru pada tahun - tahun terakhir penulisan disertasi doktor, sehingga saya harus membiayai sendiri. Orang tua saya yang membiayai, saya bahkan tidak dapat menerima beasiswa dari pemerintah Indonesia, yang waktu itu juga sudah ada.

Ada saat - saat sulit pada masa itu bagi saya dan kadang - kadang uang saya waktu itu tidak cukup menelepon ibu atau saudara - saudara saya. Bahkan kadang - kadang karena uang belanja saya tidak datang pada waktunya, saya harus sarapan pagi hanya dengan roti dan susu saja. Mensa (kantin mahasiswa) bagi saya waktu itu adalah suatu kemewahan. Saya mempunyai tempat kost yang sering disebut "Studentenbude" di jalan Frankenberger Str. 12, di Keluarga Neuwald. Di sana tidak ada pemanas ruangan, tidak ada kamar mandi, hanya ada wastafel. Sekarang keadaannya memang sudah jauh lebih baik. Tapi dulu pada tahun 50-an, Jerman masih belum begitu maju seperti sekarang. Oleh karena tidak adanya kamar mandi, maka saya hanya dua kali seminggu pergi mandi : ke kolam renang umum. Dan karena di kamar tidak ada pemanas ruangan, ada tahu tidak dimana saya belajar ? di perpustakaan, karena disana cukup panas.

Akan tetapi saya tidak pernah merasa sedih, saya tidak pernah merasa kurang senang, saya tidak pernah merasa iri; saya bersyukur kepada Allah SWT, bahwa saya masih boleh hidup dan dapat kuliah. kondisi kehidupan yang sulit itu telah menempa saya, seorang yang bersyukur kepada Allah SWT.

Dan ada tahu tidak apa yang saya alami ? Kadang - kadang saya rindu keluarga dan kampung halaman, padahal saya dalam kesulitan karena tidak punya uang lagi, sepatu sudah berlubang - lubang, sama sekali sudah tidak punya uang untuk memberli karcis kerta api atau trem. Dalam keadaan seperti itu, saya harus berjalan kaki pulang ke pondokan, saya hanya memegang sebuah apel di tangan untuk makan malam, saya sangat kurus waktu itu.

Anda tahu tidak, pada saat-saat seperti itu saya sangat mendambakan mendekatkan diri pada Allah SWt. Tapi disana tidak ada mesjid, sehingga sulit bagi saya. Tapi anda tahu apa yang saya lakukan ? saya lalu pergi ke sebuah gereja, saya duduk paling akhir dan saya berkata pada diri sendiri, hanya ada satu Allah, "Bolehkah saya berdoa kepadamu?". Saya mencari jalan. Saya adalah seorang pemuda yang bahagia."

http://lailiaidi.blogspot.com/2010/01/berbahagia.html