Page 1 of 1

Setahun Mengabdi, Seumur Hidup Memberi Inspirasi

Posted: Fri Nov 26, 2010 3:48 am
by Adek
Mungkin rekan - rekan ada yang tertarik,
saya benar2 terkagum dengan konsep ini dan bagaimana klik nya dengan visi dasarnya, tadinya berniat apply setelah pulang, apadaya umur tidak masuk qualifikasi, mudah2an masih ada lain waktu dan kesempatan.

Membaca lagi hal ini membuat saya teringat salah satu artikel yang membahas mengapa finlandia disebut memiliki kualitas pendidikan terbaik di dunia, bahkan mengalahkan si super power amerika. Hasil ini tidak dicapai dengan menggenjot dan menyaring siswa, tapi pada kualitas gurunya: Untuk mendapat hasil terbaik dari proses belajar mengajar, guru nya lah yang perlu disaring, bukan siswa nya! Bahkan pelajar finland bukan hanya unggul secara akademis, tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental. Subahanallah!!

Setahun Mengabdi, Seumur Hidup Memberi Inspirasi – Anies Baswedan

nb: Selamat hari guru
--
Indonesia Mengajar adalah sebuah inisiatif bersama untuk menggalang putra-putra terbaik bangsa untuk ikut membantu mengisi kekurangan guru berkualitas khususnya di daerah di Indonesia sekaligus menjadi wahana untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan dan pengabdian.

Indonesia Mengajar memberi kesempatan kepada lulusan terbaik perguruan tinggi di Indonesia untuk bergabung bersama dan bekerja sebagai Pengajar Muda di SD yang kekurangan guru di berbagai daerah di Indonesia selama 1 tahun. Indonesia Mengajar (IM) memberikan para Pengajar Muda pelatihan profesional dan kepemimpinan, dan akses ke berbagai perusahaan lokal dan multinasional ternama sesudah menyelesaikan program IM.

Fasilitas :
- Pelatihan bersertifikat (corporate trainings, leadership trainings, teacher's trainings dll)
- Kompensasi gaji yang kompetitif
- Asuransi kesehatan dan fasilitas lain yg memadai untuk menunjang tugas sebagai Pengajar Muda di daerah

Setelah lolos seleksi, Anda akan mendapat pelatihan bersertifikat untuk siap mengajar di daerah-daerah yang telah ditetapkan. Setelah setahun bertugas, Anda dapat peluang untuk memperpanjang kontrak setahun lagi dengan mengajar di daerah lainnya. Atau memperoleh kesempatan berkarir di jejaring perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional yang bermitra dengan kami. Pilihan menarik lainnya, Anda bisa mengikuti program-program beasiswa ke pendidikan yang lebih tinggi di dalam dan luar negeri.
--

Persyaratan Kandidat
Pendaftaran Pengajar Muda yang berikutnya akan dibuka di bulan January 2011 melalui registrasi Online di website kami. Silahkan mengunjungi FAQ untuk berbagai pertanyaan seputar Indonesia Mengajar dan menjadi pengajar muda

Indonesia Mengajar (IM) percaya bahwa kualitas pendidikan berkait erat dengan kualitas tenaga pengajar. Dengan demikian, IM berkepentingan untuk merekrut generasi muda dengan kriteria sebagai berikut:

Lulusan S1.
-Fresh graduate, maksimal dua tahun setelah lulus jenjang strata satu.
-Umur maksimal 25 tahun dan belum menikah
-IPK minimal 3,0 dalam skala 4,0 dari berbagai disiplin ilmu.
-Berprestasi baik di dalam maupun di luar kampus.
-Mengedepankan jiwa kepemimpinan yang ditunjukkan dengan pengalaman berorganisasi.
-Mengedepankan kepedulian sosial dan semangat pengabdian.
-Memiliki antusiasme dan passion dalam dunia pendidikan, khususnya untuk kegiatan belajar-mengajar
-Menghargai dan berempati terhadap orang lain.
-Memiliki semangat juang, kemampuan adaptasi yang tinggi, menyukai tantangan dan kemampuan problem solving.
-Memiliki hobi atau keterampilan non-akademis yang menarik dan bermanfaat.
-Sehat secara fisik dan mental.
-Bersedia ditempatkan di daerah terpencil selama satu tahun.

http://indonesiamengajar.org/

Re: Setahun Mengabdi, Seumur Hidup Memberi Inspirasi

Posted: Wed Jan 19, 2011 5:34 am
by Adek
subahanallah!
FYI..
http://blog.indonesiamengajar.org/erwin ... s-student/

--
A story about Rizki, My Genius Student
erwinirjayanti January 14, 2011
Wednesday, December 15, 2010 at 2:14pm

“The Old Man said, Everyday has its miracle. I am not the Old Woman, but I believe it too: EVERYDAY HAS ITS MIRACLE”

Kisah ini hadir di layar komputermu setelah seorang guru di SD terpencil berlari-lari riang selama 45 menit sembari membawa parang bersama 3 muridnya yang menggenggam bambu runcing untuk menghalau babi–jika sewaktu-waktu ketemu–menuju “Bukit Harapan”, demikian bukit itu diberi nama baru-baru ini karena di bukit itu telah ditemukan sinyal GPRS. Diketik dengan penuh kesabaran di atas keyboard HP Nokia E63, inilah kisah yg ingin diceritakan oleh guru SD terpencil itu:

Tentang Rizki.

Teman-temannya, murid kelas 3, bercerita tentang dia kepada saya: anak itu, namanya Rizki. Rizki Ramlan. 9 tahun. Sejak 4 bulan belakangan, dia tak pernah berangkat ke sekolah. Tanpa alasan. Namun desas desus menyebutkan, bahwa ia malas bangun pagi. Dengan kehadirannya yang tak lebih dari 20 kali dalam 1 semester, teman2nya mengenal ia sebagai anak pandai. Rizki, ia tinggal di Tamaluppu.

Tentang Tamaluppu.

Ialah sebuah tempat yg lebih terpencil dari Passau–tempat terpencil dimana saya tinggal saat ini.

Ini adalah statistik tentang Tamaluppu (T) Vs. Passau (P).

*Jumlah rumah: 13 (T) Vs. 60 (P).

*Listrik: sama sekali tidak ada (T) Vs. genset desa dr jam 19.00-22.00 (P).

*Sinyal GSM: sama sekali tidak ada (T) Vs. Maksimal utk SMS di spot tertentu (P)

*Jarak dari jln.poros Majene-Mamuju: 6-7 km / 1,5-2 jam perjalanan (T) Vs. 3 km / 45 menit perjalanan (P).

*Dapat dicapai menggunakan: hanya dengan jalan kaki dari Passau (T) Vs. Motor, jika tidak turun hujan (P)

Tentang Ide Mengajar di Tamaluppu

Pada hari dimana saya mengemukakan ide bahwa saya ingin seminggu 2x memberi pelajaran tambahan bagi anak-anak di Tamaluppu, banyak orang menganjurkan untuk tidak usah, karena itu jauh, susah, repot. Anak2 Tamaluppu juga lebih pemalu dari anak2 super pemalu di Passau. Buat apa? Kenapa tidak menyuruh mereka saja yang ke sini utk mendapatkan pelajaran tambahan?

Saya bergeming. Hanya tersenyum dan dengan halus menjawab keberatan orang2, “saya akan tetap ke sana, meski sendirian.”

Tentang Tamaluppu yang Saya Kenal.

Sudah tiga minggu ritual ini berjalan: Jam 3 sore, setiap Selasa dan Jumat, pergi ke Tamaluppu mengajar anak-anak di sana. Kami belajar dimana saja: di rumah Ali (murid kelas 6), di halaman langgar, di bawah pohon kelapa (yg sedang tidak berbuah). Saya mengenang Tamaluppu dalam beberapa potongan memori:

–ialah suatu tempat dimana 8 dari 63 murid saya tinggal. Yang jika hari hujam, dipastikan anak2 itu tidak akan berangkat sekolah.

–Sebab jika hari hujan, jalan setapak yg sedianya mereka lewati berubah menjadi sungai dan air terjun.

–Anak2 itu berangkat ke sekolah dengan membawa bambu runcing, sebab di perjalanan dari Tamaluppu menuju Passau, seringkali mereka musti berhadapan dengan babi hutan.

Antara Saya dan Rizki Ramlan

Saya tidak pernah mengenal anak itu. Menyentuhnya. Berbicara dengannya. Saya tidak mampu. Ia begitu tak tersentuh. Begitu jauh. Setiap kali saya berusaha mendekatinya sehabis saya mengajar anak2 Tamaluppu yang lain, ia selalu lari. Menjauh. Mengintai saya dari tempat yang menurutnya paling aman sedunia: persembunyiannya. Saya mengalah. Saya memilih tidak memaksa.

Hingga pada suatu sore yg berhujan deras, yg tak henti-henti sampai petang dan malam tiba, saya memutuskan untuk menerima kesopanan orangtua Ali yg menawarkan saya bermalam di rumah mereka.

Singkatnya malam itu, Rizki yg malu-malu itu, pada suatu kesempatan saat saya habis salat isya, dari balik pintu dia melemparkan: selembar kertas yg bulat karena diremas, dua lembar, tiga lembar, sampai 6 lembar. Lalu, dia lari.

Dia berlari dan menjauh. Tak tersentuh untuk kesekian kalinya.

Saya membuka kertas-kertas itu. Isinya, membuat saya mematung:

Coretan soal-soal matematika yg tiga minggu ini kuajarkan pada anak-anak Tamaluppu, kelas 4, kelas 6.

Di kertas yg lain, coretan soal yg dia buat sendiri, dan dia jawab sendiri. Dan 80% jawabannya adalah benar: materi kelas 4, materi kelas 6. Rizki, kelas 3, sudah 4 bulan tidak masuk sekolah.

Saya tertegun. Mematung.

Dalam nyala obor, saya menulis di sesobek kertas: “Pintar sekali kamu! Sekolah di mana?”. Kuremas kertas itu.

Lalu keluar rumah: mencari sosoknya di kegelapan dan menemukannya sedang mengintaiku dari bawah tangga. Kulempar kertas itu di tempat yg terlihat namun agak jauh darinya, lalu pergi seolah-olah yg barusn kulempar adalah sampah.

Tak lama, dari jendela yg sengaja kubuka, masuklah segumpal kertas:

“Tidak sekolah. Tidak ada yang diajarnya. Tidak ada gurunya.”

Saya tersenyum. Benar dugaanku bahwa dia akan membalas suratku. Tanpa sempat menutup jendela, aku tertidur. Tak tahu bahwa seorang anak meringkuk di bawah jendela, menanti ada balasan atas segumpal kertas yg dilemparnya. Hanya karena dia berpikir bahwa jendela itu masih terbuka. Ketika pagi, baru saya sadar: jendela terbuka, saya melongok, menemukan tubuh kecil meringkuk di atas bangku dari bambu. Tertidur. Tangannya menggenggam kertas, dan pulpen.

Tentang suatu hari bernama Selasa, 14 Desember 2010, sekira pukul 15.30 WITA

Hari hampir hujan. 30 menit perjalanan dari Passau sudah saya tempuh. 15 menit lagi, saya tiba di Tamaluppu. Antara ya dan tidak, sembari menatap langit berawan pekat, saya memutuskan melanjutkan perjalanan. Tak sampai 5 menit, hujan turun. Langsung sangat deras. Saya berteduh di bawah pohon jambu mete, bersama kakak angkat saya yang juga guru sukarela, Kak Yani. Semenit, dua menit.

A Story about Rizki, my Genius Student (Part 2)

by Waheeda El Humayra on Wednesday, December 15, 2010 at 2:58pm



Di kejauhan, di bawah butiran air yg menyamarkan pandangan mata, samar-samar kulihat sesosok bocah. Bertelanjang dada, bercelana yang warnanya seperti coklat. Parang di tangan kirinya, daun pisang di tangan kanannya. Dia mendekat. Semakin dekat dan dia menuju kami. Menuju saya. Mengulurkan daun pisang di tangan kanannya, satu untuk saya, satu untuk Kak Yani.

Aku dan Kak Yani saling bertatapan.

Aku bertanya yg segera diterjemahkan oleh Kak Yani yang intinya, “ngapain kamu di sini? Dari kebun?”

Dia tak menjawab.

Dadanya naik turun. Naik, turun. Naik, turun. Naik turun dengan cepat. Air hujan, mungkin, telah mengaburkan–jika benar–air matanya.

Dia menangis.

Ya, dia menangis.

Lalu, dengan bahasa Mandar yg kacau, saya bertanya, “mangappai i’o sumangiq, Rizki? Mengapa kamu menangis, Rizki?”

Saya mengulurkan tangan. Meraih tubuh basan kuyupnya. Dan untuk pertama kalinya, ia diam. Tak berlari. Tak menjauh. Rizki, akhirnya, saya dapat menyentuh tubuh kecilnya.

Lalu tiba-tiba, Tiba-tiba saja, dia menyambutku. Memeluk pinggangku. Melingkarkan tangannya yang masih memegang parang di pinggangku.

“Puang, yakkuq meloq massikola.”

Dalam hujan, dia menenggelamkan kepalanya di perutku, mengalahkan derasnya suara hujan dengan suaranya, “Puang, saya mau sekolah.”

Dia memelukku. Erat.

Saya mematung. Haru. Sakit. Sesak. Bahagia. Sesak oleh perasaan bahagia.

Teringat olehku tentang pagi itu, ketika bocah itu masih meringkuk tertidur di bangku bambu bersama segenggam kertas dan pulpen, saat kuletakkan segenggam kertas di dekat kepalanya, “Pergilah ke sekolah. Aku guru di sana. Akan kuajar kau tentang rahasia-rahasia yang ingin kau tahu. Semua rahasia. Pergilah ke sekolah.”

Pagi ini, 15 Desember 2010

Kebahagiaan adalah ketika dari jendela rumahm saya melihat anak-anak Tamaluppu tiba di sekolah. Ada Rizki di sana. Dengan seragam kusut robek-robeknya. Saat saya masuk halaman sekolah, ia tengah memegang raket badminton.

Saat ia kutatap, ia melengos. Pura-pura tak melihat. Dia masih malu-malu.

Saat saya dekati, ia kembali berlari.

Ia kembali menjauh.

Ia kembali tak tersentuh.

Tapi saya tahu, hari-hari esok, dia akan melemparkan bola-bola kertasnya kepada saya. Lagi. Seperti tadi siang ketika tiba-tiba ia melemparku segenggam kertas, “Kapan Tamaluppu akan mengalami musim salju seperti di Amerika?”

***

Yah, sekarang saya tahu, “when we do the best that we can, we never know what miracle is wrought in our life, or in the life of another.”

Demikian siaran langsung dari Bukit Harapan.

Selesai diketik setelah 2 jam 45 menit.

Terpaksa terpecah 2 file-nya, karena keterbatasan karakter HP.

Salam hangat dari Bukit Harapan

Re: Setahun Mengabdi, Seumur Hidup Memberi Inspirasi

Posted: Mon May 16, 2011 11:39 am
by Gejor
Ada lagi Indonesia Mengajar tahap ketiga sampai 31 Mei 2011.
Selengkapnya silahkan kunjungi : www.indonesiamengajar.org