Halimun yang Kembali berkelana
Ini adalah cerita perjalanan dari Mochamad Zevazaky AM-009-KH yang ingin melihat angkatanya Kembali berkelana, penulis tidak tahu apakah Perjalanan Wajib ini menjadi gerbang baru atau gerbang perpisahan bagi saudara-saudara angkatannya, tapi penulis merasa penuh sukacita untuk menceritakan prosesnya disini.
Dari pembukaan pertama sampai telah dilaksanakan operasional memakan waktu 5 bulan lamanya, hal ini bukan lagi pasang surut tapi tsunami sampai badai wkwkw. Ketika kami tersisa sedikit di sekre untuk melaksanakan PW, ada pepatah bijak yang bergemuruh di sekre
“yang penting itu bukan membuat api yang besar tapi cara menjaga bara tetap hidup”
Upaya dari dewan pengurus saya rasa sudah banyak, hanya tidak efektif saja, karena menurut saya upaya solusi dari DP(Dewan Pengurus) belum mengakar kepada inti masalah yaitu “mindset negatif kepada personal dan sistem ASTACALA”, walaupun upaya dari mengajak healing, makrab dsb. Dampak solusinya tidak langsung terasa tapi sedikit demi sedikit memupuk kehangatan seperti menjaga bara yang kecil, malahan solusi yang paling efektif adalah memberikan waktu istirahat untuk sejenak tidak menekan untuk cepat-cepat membereskan pendidikan dengan kondisi peserta pendidikan yang tidak mempunyai semangat.
Sedikit cerita, masa masa kritis rangkaian pendidikan PW adalah ketika rapat terakhir H-7 operasional tanggal penetapan badik, yang dihadiri juga oleh Badik DP sebelumnya Achmad Adam dan senior lainnya seperti Bang Rendy, atas inisiatif mereka mendengar keluh kesah saya yang tidak sengaja keluar dikala nongkrong di kedai ahaha. Rapat hanya dihadiri oleh beberapa DP juga sedikit AM, sekitar 7 orang dari 33 anggota KH, angka yang cukup miris, apalagi 7 orang tersebut salah satunya datang dengan terpaksa dilandasi kekesalan masing masing terhadap PW tapi masih ingin membereskan PW dengan niatan menggugurkan kewajiban lalu menghilang yaitu saya ahaha. Saya salah satu dari 7 tersebut, yg merasa prihatin karena sodara sodara saya yang dulunya aktif, mundur untuk mencari tempat aman dari tekanan DP. Kami yang hadir mungkin berbeda beda motivasi, begitupun saya. Saya hadir dalam rapat karena merasa harus membetulkan arah dari PW tersebut, yang saya asumsikan sedang salah arah, saya banyak berdialog dengan beberapa senior selain DP untuk merumuskan “bagaimana seharusnya semua ini berjalan”
Singkat cerita rapat berlangsung dengan panas, saling evaluasi dan mendengarkan tetapi secara tidak langsung saling menyudutkan, pada akhirnya keputusan pending tanpa adanya batasan waktu harus ditetapkan, karena urgensi Pendidikan Dasar ASTACALA XXXI dan pemulihan angkatan KH. Hal ini membuat saya senang, karena bagi saya yang merupakan internal angkatan, inilah solusi yang kami tunggu tunggu, walaupun beberapa pihak sedikit menyayangkan keputusan ini, “karena AM tugasnya menyelesaikan pendidikan, bukan berpartisipasi memberi pendidikan kepada siswa yang baru”
akan tetapi menurut saya, euphoria PDA adalah salah satu momen untuk memulihkan angkatan, saya bersyukur hipotesis saya benar sehingga PDA XXXI dan PW KH bisa sama sama terselamatkan melalui comeback nya angkatan KH
Udah deh jangan kebanyakan curhat mari ini bercerita tentang gunung padang yang bukan di Padang, Sumatra Barat.
~yang mau tau cerita pra nya, langsung deh buka cerita perjalanannya Assayka
Wawancara dengan pengelola situs Gunung Padang
Situs Gunung Padang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat yang berusia 10.000 – 25.000 Sebelum masehi. Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunung Padang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Alasan pertama saya mengajukan ke Gunung Padang ini karena objek untuk dikaji lebih dalamnya banyak sekali, dalam banyak pandangan, baik akademis maupun pecinta alam. Dari budaya, alamnya maupun Sejarah arkeolog. Selain itu, jaraknya tidak terlalu jauh memudahkan mobilisasi peserta PW. Sehingga menambah kesan dan pengetahuan yang dalam bagi peserta PW.
Tanah disana dianugrahi oleh kesuburannya, kami banyak menemukan banyak jenis tanaman berbuah lebat dan beraneka ragam. Selain kekayaan hayati, mungkin saya akan sebutkan kekayaan lainnya disana dengan singkat seperti elang jawa, mitos peribadatannya prabu siliwangi, manusia pra-sejarah. Selain itu kearifan lokal dari budaya seperti membersihkan keris, alat musik tradisional, pencak silat yang setiap jenisnya ada filosofi di dalamnya.
EXPLORASI BUDAYA DAN MISI PELESTARIAN SITUS GUNUNG PADANG
Perjalanan kami dimulai Ketika selesai sahur dan shalat shubuh, kami memulai perjalanan dengan disambut halimun. Beberapa anggota, ada yang menyusul dengan alasan tertentu yang tidak bisa dihindari. Perjalan Wajib kami diikuti oleh 21 Anggota muda :
Gilang Dwi Dermawan (AM-007-KH), Nasehun Anam (AM-003-KH), Muhammad Daffi Erick Affan (AM-005-KH), Abdullah (AM-006-KH), Gibran Raja Aulia Putranami (AM-008-KH), Mochamad Zevazaky (AM-009-KH), Ilham fadhliansyah (AM-010), Imam Muhibuttobri (AM-011-KH), Alia Durrah Mawaddah (AM-012-KH), Jundi Miftakhul Fauzi (AM-013-KH), Roberto Sunjaya (AM-014-KH), Nizamuddin Aulia Ghifari AM-017-KH, Pramudhika Ulfan Sularno AM-018-KH, Puspa Mulya Aryani Ramadanti (AM-019-KH), Adrian Kuman Firmansah (AM-024-KH), Assayka Lisdiana Imtyas (AM-025-KH), Fadhlur Rahman Aulia (AM-027-KH), Nindya Vitriza Lubis (AM-028-KH), Abdul Hafizh Ayyub( AM-029-KH), Irji Syahrul Bil Muthahir (AM-021-KH), Labib Hakam Fauzi (AM-030-KH).
dan 5 pendamping A dari Angkatan Jemari Bumantara dan Gema Bara :
Hussain A-174-GB, Fiorenza Laila Azmi A-181-JB, Hilma Efrina Lorenza A-183-JB,. Raisul Agung P. A-189-JB, Ilyasin Bintang A-190-GB.
Halimun atau kabus (Inggris: mist ) adalah kabut tipis yang disebabkan oleh tetesan kecil air yang tersuspensi di udara.
Mungkin cerita dari awal sampai akhir akan diceritakan sodara saya yang lain, saya akan menceritakan apa saja yang menarik di pandangan saya, Ketika kami berempat ingin menyusul teman teman yang lain ke Situs Gunung Padang Mochamad Zevazaky (AM-009-KH) Pramudhika Ulfan Sularno (AM-018-KH), Abdul Hafizh Ayyub( AM-029-KH), Roberto Sunjaya (AM-014-KH) kami yang peroko sangat kewalahan apalagi ketika kita sampai di tempat tujuan dengan harapan bisa berfoto bersama dengan banner itu pupus, karena rombongan yang lain telah turun melalui jalan yang berbeda, bete pasti, tapi saya tak kehabisan ide, untuk membuat kegiatan yang asik untuk dilakukan bersama ahaha, saya berfikir foto dengan banner di situs adalah bagian dari kampanye pelestarian situs, bila tidak ada anggota yang lain, maka bisa digantikan, ketika saya melihat sekitar, ada 2 orang turis asing. Saya bilang tentang ide saya ke kawan-kawan yang lain untuk berfoto dengan Bule tersebut, kata yang lain
“Gas mang jep, Lu Duluan”
Rupanya ide aneh saya disambut baik oleh kawan kawan aneh juga, Dengan sikap nekat walaupun EPRT *tes Bahasa di kampus saya rendah saya maju paling duluan sambil memberi kode ke yang lain
“Kalo gua diem mau ngomong apa, bantu ya wkwkwk”
Alhasil saya mendatangi Bule tersebut dengan sapaan seperti ini
“Hello mister, I’m zeva from conservation grup, I’m here to take a photo for campaign conservation”
Saya disambut baik dengan senyuman akan tetapi yang membuat cerita ini kocak adalah balasan beliau
“Saya bisa Bahasa Indonesia”
Hal itu sontak membuat saya jadi lebih kaku dan ingin tertawa ahaha, usaha saya untuk so soan Bahasa inggris pun sirna, singkat cerita mister ini sudah 3 tahun di Indonesia dan beliau Bersama istrinya berasal dari brazil, berikut hasil tangan Pramudhika Ulfan Sularno AM-018-KH yang bilang
“ga sia sia wow, paru paru urang di cekik tanjakan gunung padang”
Foto bersama wisatawan mancanegara
Di malam hari kami melakukan kegiatan antropologi desa, Dimana sesepuh desa mengajarkan budaya yang bersifat turun temurun dan mengenalkan alat musik dari bambu, dari karinding, caluh, dan lain-lain, kami juga dapat belajar filosofi budaya yang disebut Sadulur Papat Kalima Pancer. Filosofi Sadulur Papat Lima Pancer merupakan pedoman hidup bagi masyarakat Jawa yang menekankan pentingnya keseimbangan dan kesatuan antar semua unsur kehidupan. Filosofi ini mengandung nilai-nilai luhur yang masih relevan hingga saat ini dan dapat menjadi panduan bagi manusia untuk menjalani kehidupan yang harmonis dan penuh makna.
Sedulur Papat adalah simbol empat elemen alam yang mendasari kehidupan, yaitu:
- Bumi: Simbol kekuatan, stabilitas, dan kebijaksanaan.
- Air: Simbol kelembutan, kejernihan, dan kesuburan.
- Api: Simbol energi, kehangatan, dan semangat.
- Udara: Simbol kebebasan, kedinamisan, dan kreativitas.
- Pancer: Simbol keseimbangan dan kesatuan antara semua unsur kehidupan.
Ilustrasi Sedulur Papat Kalimo Pancer
Perjalanan operasional kami terhitung tidak ada masalah yang berat untuk saya ceritakan, tetapi banyak hal yang saya pelajari dari PW ini bagi pribadi yang sedang merasa mumet dengan Kegiatan magang, Kebersamaan yang saya rasakan, rasa antusiasme dalam mengikuti kegiatan memberikan makna sendiri dalam menjalani proses kehidupan, karena orang yang berkuliah di kota, atau sebagai mapala di Universitas besar harus merendahkan harga dirinya di depan penduduk yang lebih dekat dengan alam, belajar melalui cara tradisional mereka, mensyukuri hal hal kecil untuk menumbuhkan semangat baru untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Perpisahan kami dengan penduduk, memberi kesan baru di benak mereka, tentang kami yang disebut mahasiswa, penduduk desa mengantarkan kami dengan sukacita, tawa haru Ketika berpisah dan berfoto bersama. Ada kisah unik yang penulis rasakan, Ketika saya menatap dengan waktu yang sengaja saya lambatkan, saya menengadah ke langit, ada 2 burung elang atau heulang yang terbang mengitari kami yang sedang bersuaria dengan penduduk, kata kuncen (Penjaga daerah), burung elang mempunyai arti tersediri bagi gunung padang dan cerita setempat. Saya rasa kepulangan kami dengan
Dikelilingi 2 elang jawa saat hendak balik menuju sekretariat
di sambut salam perpisahan dari burung elang tersebut pertanda baik, bahwa alam menyambut baik kedatangan dan kepulangan kami. ASTACALA !!!
“Elang jawa adalah salah satu spesies elang berukuran sedang dari keluarga Accipitridae dan genus Nisaetus yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, burung ini ditetapkan oleh konservasi dunia IUCN ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan)”
Tulisan Oleh : Zefa | AM-009-KH