Melawan Rasa Capek Melewati Gunung dan Hutan

Perkenalkan nama saya Fadli Aminur Rasyid Simbolon biasanya di panggil Minur dan nama lapangan saya itu Munir dengan nomor anggota muda AM-007-JB, disini saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya selama mengikuti salah satu rangkaian pendidikan lanjut di Astacala yaitu Gunung Hutan yang berlokasi di Gunung Tambakruyung, Kec Ciwidey, Jawa Barat pada hari Jum’at, 23 September 2022. Pada rangkaian Gunung Hutan susulan ini diikuti oleh empat orang peserta dan saya termasuk di dalamnya. Sejujurnya saya sedikit terkejut ketika mengikuti GH susulan ini karena saya masih terhitung sangat baru di sini hal ini akibat dari pandemi Covid-19 yang memaksa untuk tetap di rumah sehingga baru di kesempatan inilah saya dapat berkunjung ke Bandung.
Perjalanan ini dilaksanakan selama 3 hari dengan melalui jalur dari desa Lebak Muncang yang selanjutnya menuju puncak Gunung Tambakruyung setelah itu menuju puncak Gunung Tikukur dan diakhiri menuju daerah Rancaupas. Keberangkatan menuju titik start dengan jumlah total sepuluh orang dan menggunakan angkot yang berangkat pukul 06.00 WIB dengan waktu tempuh selama satu 1,5 jam. Setelah sampai di titik start hal pertama yang kami lakukan yaitu navigasi darat untuk mencari titik air serta jalur yang akan kami lalui. Namun, ternyata terdapat kesalahan pada saat kami melakukan navigasi yang menyebabkan kami hanya berputar-putar di sekitar titik yang sama, ditambah lagi saya beserta kawan saya Ijul belum pernah mengikuti kegiatan Navigasi Darat sehingga kami berdua tidak terlalu dapat banyak membantu. Kemudian kami menemukan gubuk kecil dan beristirahat sebentar sembari mengulang navigasi untuk menentukan jalur mana yang sesuai pada plottingan peta yang kami buat. Selama perjalanan menuju puncak Gunung Tambakruyung kami dimudahkan dengan jalur/track yang sudah terbentuk sehingga kami hanya perlu mengikutinya karena itu juga kami dapat lebih cepat 25 menit menuju titik istirahat. Setelah istirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju titik camp dan cukup melelahkan bagi saya yang terbilang masih baru dalam hal naik gunung saat melalui jalur tersebut karena dapat dikatakan jalur tersebut cukup terjal ditambah lagi dengan membawa beban yang cukup berat. Pada akhirnya kami sampai di puncak Gunung Tambakruyung disana kami mengabadikan momen tersebut dengan berfoto-foto namun, kami tidak dapat berlama-lama karena harus segera mencari titik camp ditambah lagi hari mulai gelap.


Di malam pertama ini terdapat materi mengenai camp sendiri-sendiri dan pembuatan api. Pada pembuatan camp sendiri-sendiri ini kami diberikan ponco dan ditempatkan terpisah. Saya mendapatkan lokasi di tempat yang cukup jauh dari kawan-kawan saya lainnya dan juga dari camp utama. Kami juga mempelajari untuk membuat api namun, karena daerah yang lembab sehingga sulit sekali agar api tersebut dapat menyala. Selama menjalani camp sendiri-sendiri saya tidak mengalami masalah dan semua berjalan lancar.
Keesokan harinya kami mulai menjalankan materi berikutnya yaitu survival dimana kami tidak diperbolehkan mengkonsumsi logistik yang dibawa namun, kami diharuskan mencarinya sendiri di hutan. Kami berangkat menuju titik selanjutnya, di sana kami mengaplikasikan teori man to man untuk menuju puncak Gunung Tikukur. Selama perjalanan persediaan air mulai menipis dan kami harus segera mencari titik air untuk mengisi jerigen-jerigen kami yang mulai kosong. Kami mulai menyusuri punggungan hingga lembahan di Gunung Tambakruyung, selama perjalanan kami sembari mencari makanan sebagai pengganti logistic yang kami bawa. Disana kami menemukan jantung pisang, ekor monyet, inti pisang, dan lainnya. Dikarenakan Pendidikan ini merupakan pertama kalinya saya turun ke lapangan sehingga untuk pengaplikasian ilmu navigasi darat yang saya miliki masih banyak kekurangan sehingga saya lebih banyak mengikuti arahan kawan. Ibarat kata logika tidak dapat berjalan tanpa logistik sehingga kami segera mencari titik ISHOMA dan kami memutuskan untuk ISHOMA di kebun karena kebetulan pada saat itu kami melewati kebun warga.

Pada waktu ISHOMA kami sudah mulai mengolah hasil pencarian makanan yang kami dapatkan selama perjalanan namun, sejujurnya untuk rasa sangat tidak cocok di lidah kami namun, keadaan mengharuskan kami tetap mengonsumsinya karena pastinya bertujuan untuk keselamatan kami. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Tikukur, selama perjalanan kami menemukan jalur air namun sayangnya air yang keruh tidak memungkinkan untuk menggunakannya sehingga kami melanjutkan perjalanan sembari mencari titik air. Perlahan aku mulai memahami konsep navigasi darat meskipun tidak dapat dikatakan bisa sepenuhnya. Kembali lagi karena kesalahan navigasi darat kami harus berhenti dalam waktu yang cukup lama karena harus menentukan jalur mana yang selanjutnya harus kami ambil. Setelah itu kami berhasil lokasi kami pada saat itu dan juga puncakan apa saja yang ada disekeliling kami. Dikarenakan hari yang semakin gelap kami harus segera bergegas menuju titik camp dan selama perjalanan itu kami menemukan titik air yang cukup jernih untuk kami gunakan. Sayang sekali pada saat itu saya yang memiliki riwayat cidera bahu mulai kambuh kembali namun, rasa sakit itu harus saya abaikan karena kami semua harus segera berangkat menuju titik tujuan. Pada saat kami sampai di titik plottingan camp di peta ternyata lahan tersebut telah menjadi kebun dan tidak dapat dijadikan lokasi camp sehingga saya segera berinisiatif untuk mencari lokasi lain dan akhirnya disitu saya menemukan lokasi yang cocok untuk dijadikan lokasi camp sekaligus pengaplikasian materi bivak alam.
Segera kami melakukan pembagian tugas untuk membuat bivak alam karena kami pun harus memperhatikan waktu yang semakin gelap. Pada pembuatan bivak alam ini kami membutuhkan bahan-bahan dari alam di kala itu saya sembari membuat api karena api merupakan salah satu syarat camp aman. Saya membuat api berdasarkan arahan materi yang diberikan pada hari sebelumnya. Kami selesai membuat bivak alam pada pukul 23.30 karena sebelumnya bivak yang kami buat banyak yang harus diperbaiki lagi disana kami tidur berempat dan jujur sempit banget tapi kami masih bisa tidur di dalamnya. Setelah tidur dengan nyenyak pada pagi-pagi buta kami dibangunkan untuk pengaplikasian materi tidur kalong dimana kami harus tidur di atas pohon dan diikat dengan webbing yang dijadikan seat harnest yang kemudian kami ditutupi dengan ponco dan sembari menyalakan lilin yang bertujuan untuk menghangatkan badan. Beruntungnya saya mendapatkan pohon yang enak untuk digunakan tidur kalong. Kami menghabiskan waktu selama sekitar 2 jam di atas pohon untuk tidur kalong. Kemudian kami masak pagi untuk persiapan perjalanan selanjutnya sekaligus merapikan alat-alat yang kami gunakan. Setelah seluruh alat sudah di packing kami merubuhkan bivak alam yang kami tempati.
Perjalanan menuju puncak Gunung Tikukur dari camp kedua dimulai pukul 08.30 WIB, pada saat itu kenyataan di lapangan kami memilih lembahan yang curam sebagai jalur yang kami lewati. Di lembahan tersebut kami sekaligus menemukan jalur air sehingga kami mengisi beberapa jerigen air yang telah kosong. Kami melanjutkan kembali perjalanan menaiki lembahan yang curam dan kondisi medan mengharuskan kami untuk membuka jalan dengan menebasnya menggunakan golok dan menghabiskan waktu selama empat jam. Selama perjalanan saya sedikit tertinggal dengan kawan-kawan sesama peserta dikarenakan kelelahan dan pada akhirnya kami sampai di puncah Gunung Tikukur pada pukul 12.30 WIB yang dimana kami mengalami keterlambatan dari jadwal yang ada di ROP.
Sesampainya di puncak Gunung Tikukur kami belajar mengenai materi jerat alam dimana kami mempelajari cara menjerat hewan di hutan untuk kebutuhan bertahan hidup bukan untuk perburuan liar sekaligus waktu untuk ISHOMA. Kami memasak tumbuhan ekor monyet dengan bumbu garam, berbeda dengan jantung pisang yang pahit, bagi saya rasa dari ekor monyet lebih manusiawi seperti sayur pada umumnya. Pukul 14.00 WIB kami melanjutkan perjalanan menuju titik finish dengan mengikuti jalur yang ada dengan tujuan untuk menghemat waktu. Tempo jalan kami cukup cepat karena termotivasi oleh suara-suara musik dari jalan yang semakin jelas sebagai pertanda bahwa sebentar lagi kami sampai di titik finish hingga pendampin kewalahan mengikuti Langkah kami.
Sesampainya kami di bawah kaki Gunung Tikukur kami menemukan jalur motor sehingga kami berhenti sejenak untuk navigasi darat sekaligus beristirahat untuk memastikan lokasi titik finish yang akan kami tuju. Setelah diskusi, kami memutuskan untuk mengikuti jalur motor tersebut untuk menemukan jalan raya sehingga dapat memudahkan kami semua. Jalur tersebut membawa kami tepat berada di depan kawasa wisata kawah putih dan sesampainya kami disana pendamping menyatakan bahwa survival telah selesai. Begitu gembiranya kami semua sehingga kami yang sudah cukup kelaparan ini langsung membeli makanan yang dijual disekitar kawasan wisata tersebut sembari menunggu datangnya angkot. Ternyata saat saya menghubungi angkot tersebut untuk mengabarkan titik penjemputan, tak lama kemudian angkot tersebut langsung datang padahal kala itu saya sedang memesan makanan sehingga mau tak mau saya harus menunda makan saya di angkot. Setelah seluruh barang telah naik ke dalam angkot saya sudah bisa dengan tenang menikmati makanan yang saya pesan tadi. Selama perjalanan ada yang terlampau lelahnya sampai tertidur, ada juga yang bercerita apa yang mereka rasakan selama perjalanan gunung hutan. Dari saya sendiri sejujurnya perjalanan ini luar biasa menambah pengalaman baru bagi saya walaupun terkadang mental saya sedikit terguncang. Kami sampai di kesekretariatan pukul 19.00 WIB dan kami bergegas untuk bebersih dan melakukan evaluasi kegiatan. Untuk gunung hutan kali ini luar biasa gokil.

Tulisan Oleh: Fadli Aminur Rasyid Simbolon | AM-007-JB