Sampah Ciliwung Penyebab Permasalahan Lingkungan di Wilayah Bogor

Beberapa dekade terakhir ini, masalah lingkungan telah menjadi suatu permasalahan global. Masalah lingkungan saat ini sudah terjadi dimana-mana, tetapi masih banyak manusia yang belum memahami sifat dari permasalahan ini. Pada proses konsumsi sumber daya, manusia lah yang menghasilkan produk “limbah” atau “sampah” yang kemudian hal ini dapat berkembang menjadi beberapa variasi dan terus menghasilkan suatu kuantitas yang jauh lebih banyak.

Disisi lain lingkungan harus berperan sebagai “gudang” atau tempat penyimpanan limbah yang dihasilkan oleh manusia. Saat ini manusia masih atau terus menutup mata pada kenyataan bahwa “gudang” ini tentu memiliki kapasitas yang terbatas dan bisa penuh apabila tidak dilakukan sistem daur ulang ataupun tidak melakukan “diet” limbah. Hasil dari limbah yang tidak didaur ulang inilah yang nantinya akan terurai di tanah dan awan dalam bentuk air (hujan) maupun udara (polusi).

Sungai Ciliwung merupakan sungai sepanjang 119 kilometer di wilayah barat Jawa (membentang dari Bogor hingga Jakarta), yang menjadi sumber utama banjir. Pembuangan sampah ke Sungai Ciliwung inilah yang menjadikan sungai ini mudah meluap karena sampah dapat mengurangi luas permukaan sungai. Data yang diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menjelaskan bahwa Kabupaten Bogor dalam sehari bisa memproduksi sampah mencapai 2.900 ton atau setengah kilogram lebih sampah per hari dengan asumsi jumlah penduduk sebanyak 5,9 juta jiwa.

Hal ini menunjukan bahwa rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dan kurangnya rasa kepedulian masyarakat dalam memelihara lingkungan. Pada tanggal 31 Agustus 2019 saya merasakan sendiri betapa tidak pedulinya masyarakat terhadap lingkungan karena berhasil mengangkut 40 karung sampah di Sungai Ciliwung yang berisikan sampah plastik, styrofoam, popok bayi, sampah kemasan makanan, dan sampah rumah tangga lainnya. Semua sampah ini terkumpul hanya dalam hitungan jam dan hanya pada area seluas 400 meter.

Saat musim hujan telah mencapai puncaknya yang terjadi di sekitar bulan Januari dan Februari, fenomena banjir sudah lumrah terjadi di sebagian daerah Jabodetabek. Curah hujan yang tinggi di wilayah Bogor atau yang dikenal sebagai kota hujan ini dapat membuat intensitas luapan Sungai Ciliwung meningkat, sehingga luapan inipun dirasakan oleh beberapa kota yang dilewati Sungai Ciliwung. Luapan air Sungai Ciliwung ini biasa disebut dengan “air kiriman”. Fenomena ini terjadi karena sungai sudah tidak mampu menampung air yang salah satunya disebabkan oleh disfungsional lahan sehingga banyak sampah yang beralih ke sungai.

Dengan adanya fenomena banjir yang terjadi tiap tahun ini, masyarakat harus menyadari bahwa “gudang” yang dimiliki oleh alam sudah mencapai batas maksimal. Dan semua manusia menyadari perannya masing-masing dalam menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu masyarakat tidak boleh hanya terus menyalahkan dan berdiam diri menunggu solusi yang diberikan oleh pemerintah. Disisi lain pemerintah juga harus bisa menjalankan perannya dalam mengatur sungai sesuai wilayah masing-masing dan memberikan solusi yang terbaik untuk mencegah terjadinya banjir.


Tulisan oleh: Farhana Haifa Putri Jamil | Siswa 08 PDA XXIX | AM-017-JB