Kanak-kanak dan Pendidikannya
“Patriotisme dan Nasionalisme tidak timbul dari slogan-slogan dan hipokrisi. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan kecintaan kepada tanah air Indonesia terjadi dengan mengenal Indonesia dan masyarakatnya dari dekat” (Soe Hok Gie)
“Masa-masa terbaik saya sebagai seorang anak adalah ketika saya dan saudara-saudara saya mendiami sebuah perahu sebagai ‘pandu laut’, bukan sebagai pandu laut yang sesungguhnya, karena waktu itu pandu laut belum ada. Berkemah di pinggiran hutan, berburu trewelu dan memasaknya. Mengapa anak-anak yang berada di rumah tidak merasakan hidup yang seperti ini? Saya tahu, setiap laki-laki yang berdarah merah, tentu akan gemar akan petualangan.” (Scouting For Boys, Baden Powell)
Dan kanak-kanak yang di rumah perlu mengenal ‘pendidikan’ lingkungan sosial di luar dari dinding sekolahnya. Bahwa pendidikan dalam arti yang luas juga didapat dari hamparan sawah ladang di desa-desa. Dari gunung-gunung dan hutan-hutan di mana ia berkesempatan mengakrabi hujan dan dinginnya, aroma daun-daun, rerumputan dan kayu-kayu basah.
Ketika melewati jalanan desa, kanak-kanak dapat melihat dan mensyukuri bahwa ada kanak-kanak sebayanya yang perlu menempuh beberapa kilometer ke sekolahnya, berjalan kaki. Juga mereka akan melihat dan mengenal beragam lingkungan. Harapannya mereka dapat tumbuh dewasa dan survive di tengah lingkungan yang heterogen, dinamis dan tidak harus ‘normal-normal’ saja. Bahwasanya ada lingkungan komunitas, lingkungan hobi, lingkungan usaha kecil-kecilan, dan lain sebagainya kelak; selain lingkungan kantor, sekolah, atau tempat kerjanya. Tanpa harus kehilangan kepribadian dan nilai-nilai dirinya, tetapi tepat dan percaya diri mengambil sikap dan membuat keputusan.
Kanak-kanak berkesempatan melihat dan mencoba motor-motor trail tua di rute-rute makadam, selain motor-motor baru yang berseliweran di jalan raya. Menikmati kendaraan lawas berpenggerak empat roda yang melayani rute-rute off road. Mengenal dan menikmati nasi liwet kastrol, ikan asin, petai, jengkol, telur dadar, sayur asem, kacang hijau, pisang goreng, tempe, tahu, dan kopi hitam yang dimasak di api unggun, -selain menu-menu yang ditemui di hotel dan waralaba makanan cepat saji-. Ada hujan, ada gelap, ada api unggun, ada percakapan. Hidup yang berwarna-warni, tanah air Indonesia yang luas.
Dengan demikian, semoga jika kelak dewasa dan mampu mengembara, mereka tidak kehilangan cinta dan keinginan memajukan tanah air dan masyarakatnya. Karena bercita-cita menjadi kebanggaan keluarga atau pacar dengan potret-potret dan riwayat gemerlap mancanegara, barangkali itu saja tidaklah cukup. Karena alam raya adalah rumah sekolah. Dan tanah air Indonesia adalah kampung halaman.
Selamat Hari Guru. “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.” kata Ki Hadjar Dewantara. []
Oleh Sutoyo