Kita Lalui Bersama – Peminatan ORAD Angkatan Gema Bara

Jumat, 26 April 2019, langit meneteskan air matanya di langit senja itu. Berkumpulah aku dan rekan divisiku pada suatu ruangan yang penuh dengan cerita. Sebelumnya perkenalkan, aku dan beberapa saudaraku dari angkatan Gema Bara yaitu Cules, Adam, Gian si jangkung, Bonyum, mba Mit, Fahmi, Evi, Gay, dan bang Awal. Kami dengan tekad yang cukup namun sedikit ilmu menyatakan akan mengikuti kegiatan operasional. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian agar kami mendapatkan huruf “A” yang berarti Anggota Biasa Astacala pada nametag kami.

Beriringan dengan bulan yang semakin menampakkan dirinya, semakin padat juga ruangan itu. Tampak dua divisi tengah menyibukan diri dengan perlengkapan yang akan dibawa untuk operasional. Rock Climbing dengan tali dan peralatan besinya serta Rafting atau olahraga arus deras (orad) dengan pelampung, helm, dan paddlenya.

“Kuluk-Kuluk” panggil bang Yoga, semua aktivitas terhenti, lalu kami berkumpul pada satu titik di ruangan itu. Mengisi si perut karet yang mungkin sedari tadi telah bernyanyi tapi kami tidak ladeni. Syahdu memang saat-saat itu, berkumpul bersama dengan satu tujuan. Hanya dalam hitungan menit habis sudah makanan itu, lalu kami melanjutkan kembali kegiatan sebelumnya. Aku bersama rekan divisi lainnya, dan para instruktur berkumpul melakukan briefing mengenai rencana perjalanan, pembagian kendaraan salah satunya.

Mulai..

Sungai Cimanuk, Garut tempat operasional kami. Pasti setelah kalian tahu lokasi operasional kami, kalian langsung menebak divisi peminatan kami kan? Ya, kami bersepuluh memilih orad sebagai peminatan. Kenapa? Aku sendiri juga tidak tahu kenapa, tapi mungkin karena kami ingin merasakan indahnya alam pemberian Tuhan melalui aliran sungai.

Dengan arahan dari bang Yoga sebelumnya mengenai pembagian kendaraan. Kini dalam perjalanan ini aku bersama oleh Cules sang koordinator orad dari angkatanku menggunakan motor. Begitu pula dengan rekan divisiku yang lain, mereka juga saling berboncengan. Sekitar pukul 19.30 WIB kami mulai perjalanan dengan menembus hujan. Cukup lelah perjalanan kala itu, macet, semilir angin, tetesan hujan, dan suara dari kendaraan lain menemani kami. Sesampainya di basecamp, kami disambut oleh mapala dari Universitas Padjajaran yang sama-sama akan menikmati aliran sungai Cimanuk.

Malam telah berganti pagi. Alarm berdering keras berhasil membangunkan kami dari nikmatnya istirahat malam itu untuk memulai aktivitas kembali. Ibadah dan sarapan tidak lupa kami lakukan. Memohon kepada Yang Maha Kuasa agar kami selalu dalam lindungannya. Seiring meningginya sang surya, kami berangkat menuju titik start pengarungan. Tim dibagi menjadi tiga perahu dengan masing-masing instruktur di setiap perahu. Dan aku seperahu dengan Gian, Evi, bang Allam dan bang Alif.

“Semangat, guys!” seru Gay,

“Semangat!” jawab kami

“ASTACALA!!” sahutan dari salah satu kami, terdengar lantang usai kami melakukan pemanasan. Satu persatu perahu turun ke bibir sungai disertai penumpangnya. Untuk permulaan, kami melakukan penyebrangan ke sisi lain sungai dengan skipper yang bergantian dari angkatan ku. Arus yang dipilih merupakan arus yang cukup tenang namun tetap terasa berat saat kau sendiri yang mendayungnya melawan arus. Maka perlu kebersamaan untuk mencapainya. Setelah semua anggota mencoba menjadi skipper untuk membawa perahu menyebrangi sungai, kami mencoba untuk renang jeram. Renang jeram langsung dilakukan karena Evi jatuh saat menjadi skipper. Negosiasi terjadi di perahuku, bukannya tidak mau untuk melakukan perintah instruktur, tapi kami cukup takut untuk memulainya karena perahu kami yang pertama untuk mencoba renang jeram.

“Woi, tolong rescue”, kata Adam

“Apaan sih?” jawab bang Ojan.

“Coba, lu berdiri” tambah Mita. Dengan muka tanpa sesal, Adam berdiri dan langsung kabur ke daratan.

Setelah renang jeram usai, entah mengapa Gay menjadi selalu siap peluit di mulutnya, aku juga tidak tahu secara pastinya mengapa. Kami melanjutkan dengan pengarungan. Satu persatu jeram kami lewati bersamaan dengan bergilirnya skipper. Setelah berhasil melewati jeram, perahu berhenti di eddies untuk menunggu perahu lainnya berhasil melewati jeram untuk mempermudah melakukan rescue apabila terjadi kecelakaan. “Dayung maju, mulai” atau “Stop” kalimat yang paling sering diucapkan ketika menjadi skipper.

Saat itu kami bersama tokoh hebat yang bernama Ua Yana. Ua sapaan untuknya, lelaki yang usianya telah melewati setengah abad yang kuat dan baiknya dengan ikhlas mengajarkan dan menemani kegiatan kami selama di sana. Kata tangguh dan kuat cocok untuk menggambarkan pribadinya, seperti saat beliau mengajarkanku menjadi skipper, dengan kedua tangan memegang paddle sambil memegang rokok beliau berhasil membuatku terlempar dari perahu saat beliau di sebelahku. Rokok? Diatas perahu karet? Ya, seperti itu memang, awalnya aku juga takut, takut jika perahu tekena sudut rokok yang panas itu. Syukur tidak terjadi apa-apa oleh kami, sehingga aku dapat menulis ini.

Sudah beberapa jeram kami lalui, konsentrasi dan stamina mulai menurun. Dayungan mulai kehilangan kekompakannya. Sehingga kami memutusan untuk beristirahat di tepi sungai. Makan dan minum logistik yang dibawa cukup untuk memulihkan stamina kami untuk melanjutkan pengarungan. Pengarungan hingga finish dilakukan dengan semangat sehingga tidak sadar adzan Ashar berkumandang, yang menandakan hari telah sore dan kami juga usai pengarungan. Kami kembali ke basecamp untuk mandi dan istirahat. Terdapat jam bebas setelah evaluasi dan briefing, kami memanfaatkannya dengan berkeliling kota Garut, makan bersama atau tidur.

Pagi kembali untuk hari yang baru, sekaligus hari terakhir kami operasional. Kami melakukan kegiatan yang sama seperti hari sebelumnya, pengarungan sungai Cimanuk. Persiapan pengarungan kita lakukan lebih pagi karena pada hari ini jalur yang digunakan akan lebih panjang. Masih dengan kelompok perahu yang sama, tapi di perahu bertambah bang Yoga, kami akan lakukan kembali pengarungan. Namun dengan jalur pengarungan yang sedikit berbeda, membuat cerita yang berbeda juga dari hari sebelumnya. Pada pengarungan kali ini, kami harus mecoba menjadi skipper dalam durasi yang lebih lama dari hari kemarin. Banyak jeram baru yang kami temukan dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Sebelum pengarungan, Ua menyampaikan materi rescue manggunakan throw rope. Terpukau aku dibuatnya, beliau selalu tepat sasaran saat melakukan rescue.

Kini saatnya, si perahu bertemu air kembali. Sautan “ASTACALA!” terdengar dari setiap perahu yang membuat kami lebih bersemangat. Jeram demi jeram kami lalui kembali dengan kekompakan dari setiap kelompok.

“Aduh sakit”, ucap Gay dengan muka pucatnya saat perahu kami berhenti di salah satu eddies.

“Kenapa?”, tanyaku.

“Nih, tadi kepentok batu” sambil menunjukkan area yang terasa sakit.

“Ko bisa?”

“Tadi, waktu Adam menjadi skipper, ga sengaja nyangkut batu. Terus gw sama bang Awal malah kelempar”, cerita Gay.

“Oalah, pantesan tadi ketemu bang Awal di luar perahu.” Jawabku dengan sedikit tertawa.

Tiba saatnya kami harus menggunakan perahu hanya dengan saudara seangkatan tanpa instruktur. Pengarungan tanpa instruktur berjalan dengan baik, sehingga kita dapat mengaplikasikan materi lain seperti rescue dan sketsa jeram. Pengarungan selasai di garis finish. Lalu kami kembali ke basecamp untuk merapikan alat, mandi, dan persiapan kembali ke sekre. Selesai merapikan barang, lalu berpamitan dan berterima kasih kepada Ua Yana serta anggota mapala lain, menandakan kami telah siap untuk kembali. Tidak ada kendala saat perjalanan, cuaca cerah menemani dan kami semua kembali dengan selamat.

“Ayo kita bisa! Kita lalui bersama” kalimat ajakan untuk meneyemangati anggota kelompok, karena dalam orad kerja sama, kekompakan, dan fokus merupakan poin penting. Terimakasih saudaraku, kalian telah memberikan warna baru dalam hidupku.

ASTACALA!!


Tulisan Oleh Prajulita Tunjung Pramesthi (AM – 002 – Gema Bara)

Foto Dokumentasi ASTACALA

http://https://www.youtube.com/watch?v=P-rVLHCt7zc

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *