Pentingnya Manajemen Perjalanan Ekspedisi Pencinta Alam Indonesia 2018

Materi pembekalan diawali pemaparan Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) oleh Mila, Staf Kantor Balai Labuhan, Taman Nasional Ujung Kulon.

Dalam pemaparannya, Mila menjelaskan akan pentingnya peran anggota Pencinta Alam dalam menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan. Sedangkan ekspedisi ini merupakan aksi nyata dari Pencinta Alam Indonesia.

Materi pembekalan selanjutnya dibawakan oleh Sofyan Eyanks dari perhimpunan Sanggabuana. _Team building_ yang dibawakannya, membawa atmosfer semakin hidup dan menjadi titik awal membangun kekompakan peserta ekspedisi.

Di sini peserta dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari enam orang yang nantinya masing-masing kelompok akan di ploting dalam kawasan gunung Payung, Taman Nasional Ujung Kulon.

Uniknya, dalam ekspedisi kali ini panitia dan peserta melebur jadi satu. “Ini acara kita, panitia dan peserta adalah satu tim,” ujar Sofyan Eyanks.

“Sesuai konsep pra ekspedisi, ekspedisi dan pasca ekspedisi. Adanya pembentukan panitia adalah untuk persiapan taktis dan set up ekspedisi. Saat ekspedisi, semua akan bersama-sama melakukan penelitian,” tambahnya.

Sadar akan pentingnya persiapan pra ekspedisi. Tim mempersiapkan manajemen perjalanan ekspedisi yang dipandu oleh Hasto dari Yayasan Astacala (YASTA).

“Manajemen perjalan dilakukan sebab ekspedisi ini ada visi misinya,” ungkap Hasto di kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Panaitan, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Jaya, Pandeglang, Banten, Senin (25 Juni 2018).

“Visi jelas menolak pernyataan punah, misinya pendokumentasian keberadaan hatimau jawa, minimal jejak. Lalu kelola secara baik dengan manajemen secara baik, sehingga efektif dan efesiensi,” tambahnya.

Manajemen ekspedisi mencari harimau jawa tentu berbeda, sebab target yang dicari merupakan satwa liar yang bergerak dinamis, sehingga konsep penelitian disesuaikan.

“Kita punya titik-titik kawasan utama yang akan dieksplorasi dan diteliti berdasar informasi keberadaan harimau,” jelas Hasto yang juga alumni ekspedisi Harimau Jawa di Taman Nasional Meru Betiri tahun 1997.

“Artinya kita harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai perilaku harimau, mulai dari habitat, makanan, hingga pergerakan harimau tersebut, tambah Hasto.

Disinggung tentang target realistis ekspedisi, Hasto menekankan, “bukan hanya ketemu harimau jawa dan melawan pernyataan punah. Tapi juga mencetak kader generasi yang peduli akan kelestarian harimau jawa.”

Sumber : Wartapala Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *