Suara Kerasnya Gemuruh Langit
“Saya tidak menerima angkatan ini sebagai keluarga saya”, seru salah satu anggota Astacala. Suasana hening seketika. Raut muka suram terlihat di barisan 33 siswa Pendidikan Dasar Astacala XXVI (PDA).
PDA kali ini memang sedikit berbeda dari PDA sebelumnya. Materi yang dipangkas, hari yang dipersingkat, dan bentuk rangkaian pendidikan yang berbeda merupakan wajah dari Pendidikan Dasar Astacala yang ke 26.
Wawancara, materi kelas, latihan fisik, tes fisik, dan cek medis dikemas berbeda pada PDA kali ini, setelah mengisi formulir registrasi daring, peserta mengikuti pelatihan kegiatan alam bebas (panjat tebing, susur gua, arung jeram, dan selam) secara langsung di lapangan untuk mengenalkan kepada calon siswa PDA XXVI tentang bagaimana prosedur yang aman dan hal dasar dalam berkegiatan alam bebas.
Konyol
Dari 100 lebih pendaftar hanya 33 yang berangkat ke praktik lapangan besar. Tidak adanya praktik lapangan kecil sedikitnya membuat siswa PDA XXVI kurang terampil dan cakap.
“Eh, hanyut.. hanyut..!” teriak seorang siswa.
Semua pasang mata menuju pusat suara. Sontak saja ia menjawab, ”Nesting hanyut”.
Konyol sekali! Selama aku mengikuti rangkaian PDA sebagai panitia ataupun siswa, sekalipun cerita dari kakak-kakakku di Astacala tidak pernah aku jumpai ataupun mendengar peristiwa seperti itu.
Apa yang sedang ia pikirkan, sampai barang sebesar nesting bisa lepas terbawa aliran sungai. Ingin pulangkah? Atau sudah rindu wajah orang tua di rumah? Padahal baru saja ia turun dari bus lalu sarapan.
Momen Milik Mereka
Bersama mereka memeluk dan berpegang erat membentuk formasi lingkaran. Berkumpul sesak berusaha melawan dinginya malam dan aliran sungai. Satu persatu siswa maju, menyuarakan nomor siswa, nama, diikuti teriakan “Astacala”.
Dingin sekali memang. Sampai-sampai dua orang siswa meneteskan air mata karena tidak kuasa menahan suhu rendah yang menguji mereka. “Siswa jangan menangis, jangan cengeng, jangan cengeng!” Seru Mbak Vidya (A – 082 – Lembah Purnama) sambil menyorotkan lampu sorot miliknya ke sepasang mata siswa yang menangis cengeng.
“Semua panita, matikan headlamp, matikan headlamp!”, lanjut Mbak Vidya. Tanpa berpikir panjang, seluruh panitia yang ada di lokasi segera memadamkan cahaya lampu mereka.
Hanya ada satu cahaya yang menyorot, suasana semakin terasa serius dan khidmat. Seluruh pasang mata siswa menuju ke Mbak Vidiya.
“Saya ingin tahun depan, saya bisa bertemu dengan 33 wajah yang ada di sini”, harapnya.
”Jika nanti kalian merasa jenuh, bosan, ketika muncul niat meninggalkan teman kalian, ingat kondisi kalian sekarang, ingat wajah teman-teman yang berada di samping kalian!”, sambungnya.
”Astacala!”, tutup Mbak Vidiya
Kudapati diriku bergetar mendengar kata-kata beliau, melihat eratnya pelukan calon adik-adikku, merasakan semangat yang terpancar di mata mereka.
Sungguh, peristiwa ini harusnya menjadi momen penting bagi mereka. Bagaimana mereka dibentuk rasa persaudaraan, diasah rasa kebersamaan, dipertajam rasa kekeluargaannya, dari mula hari sampai malam hari ketiga praktik lapangan besar merasakan suka duka bersama.
Tapi mereka yang merasakan, bukan diriku. Mereka yang akan menjaga saudara mereka, bahu membahu menjadikan Astacala lebih baik dibanding era kakak-kakaknya.

Gerbang Awal
“Saya tidak menerima angkatan ini sebagai keluarga saya”, seru salah satu anggota Astacala. Suasana hening seketika. Raut muka suram terlihat di barisan 33 siswa Pendidikan Dasar Astacala XXVI (PDA).
Barisan yang sudah berjejer rapi, upacara yang siap akan dilaksanakan tiba-tiba terhenti dan terdiam.
Wajar memang jika ada yang tidak menerima. Tidak seperti era PDA dahulu, terdapat beberapa materi yang tidak disampakain pada PDA kali ini.
Beruntung upacara penutupan tetap dapat berlanjut setelah Buyung (A – 117 – Mentari Gunung) mampu meyakinkan kepada pendahulu kami bahwa angkatan baru ini dapat seperti kakak-kakaknya bahkan lebih.
Slayer merah sudah melingkar di leher 33 Anggota Muda yang baru. “Gemuruh Langit” merupakan nama yang mereka pilih untuk mempersatukan mereka.
Hari pelaksanaan PDA yang singkat bukan berarti menghasilkan generasi yang buruk, generasi lemah, generasi yang tidak sebaik kakak-kakaknya. Mereka tetap dididik dengan bentuk yang sama namun dengan cara yang berbeda.
Mendapatkan Slayer merah berlogo Astacala bukan perkara mudah, tidak mudah menyampingkan urusan lain demi mengikuti rangkaian pendidikan dasar. Tidak murah juga biaya yang dibutuhkan.
Banggalah menjadi bagian dari keluarga besar Astacala. Hanya orang yang berkemauan kuat yang bisa terus bertahan.
Selamat datang dan selamat belajar. Astacala!
Tulisan oleh Rona Alviana M (A – 136 – Duri Samsara)
Dokumentasi oleh Sie. Dokumentasi PDA XXVI