Pendakian Atap Tertinggi Bumi Pasundan, Langit Biru di Balik Awan Kelabu
“Camp terakhir cuma sampe pos 5 ya, ga boleh nge-camp di pos 6.” Begitulah kira-kira pesan penjaga di pos 1 saat melakukan registrasi. Dengan alasan wilayah pos 6 sedang dalam rehabilitasi, maka para pendaki tidak diperbolehkan bermalam di sana.
Sedikit kecewa ketika mendengar perkataan itu. Mengingat pada ROP (Rencana Operasional Perjalanan) yang saya buat, rencananya pos 6 yang dijadikan titik untuk beristirahat. Peraturan tetaplah peraturan, kita harus mematuhinya.
Pendakian kali ini menjadi penghujung liburan di semester ganjil yang hanya sebentar. Masih bermain di sekitar Jawa Barat. Puncak tertinggi di Jawa Barat adalah tujuannya.
Tidak bersama anggota Astacala lainnya, saya mendaki bersama dua orang teman satu atap di Bandung. Salah satu teman saya juga membawa teman sekolahnya dulu. Jadi total ada 4 orang untuk perjalanan kali ini. Rencana perjalanan akan memakan waktu dua hari satu malam. Waktu yang cukup singkat dan ngebut untuk pendakian Gunung Ceremai. Mengingat jalur pendakian yang cukup panjang dan terjal.
Dari tiga jalur pendakian yang tersedia (Linggarjati, Palutungan, dan Apuy), kami memutuskan untuk mendaki melalui jalur Apuy. Jalur yang cukup populer untuk kalangan pendaki yang ingin ke Gunung Ceremai. Apuy terletak di Kabupaten Majalengka, hanya sekitar 3-4 jam untuk sampai di sana menunggangi motor dari kampus kami. Salah satu teman kami juga ada yang tinggal di sana, dan kami akan bermalam di sana sebelum memulai pendakian esok hari. Selesai packing, makan malam, dan salat Isya kami bergegas untuk menuju rumah teman kami di Majalengka. Kami tiba tengah malam, langsung bergegas untuk tidur. Karena kami akan mendaki esok pagi.
Kami bangun di pagi hari dengan suasana mendung. Seusai sarapan, kami berangkat menuju basecamp pendakian. Hanya sekitar 30 menit dari rumah teman kami. Tetapi kami mampir dulu ke pasar terdekat untuk membeli sayuran pelengkap logistik kami. Kalau tidak salah pasarnya berdekatan dengan Terminal Maja. Terminal ini adalah terminal yang dijadikan tujuan pemberhentian jika menggunakan kendaraan umum dalam perjalanan.
Tiba di basecamp, kami mengemas ulang barang bawaan kami. Tidak lupa juga kami registrasi data diri agar data pendakian kami ada di pengurus setempat. Ini wajib dilakukan jika mendaki lewat jalur resmi. Biaya registrasi sebesar Rp 50.000 dengan mendapatkan fasilitas sertifikat dan satu kali makan. Sengaja kami tidak mengambil jatah makan, agar bisa diambil saat turun nanti.

Basecamp pendakian terletak di pos 1 pendakian, atau biasa disebut Berod. Terletak pada ketinggian sekitar 1600 mdpl. Kemudian kami melanjutkan pendakian ke pos 2 (Arban). Letak pos 2 tidak terlalu jauh dari pos 1, hanya sekitar 30 menit berjalan kaki beberapa meter dengan medan beraspal dan bebatuan.
Di pos 2 kami tidak lama berhenti, hanya untuk sekedar membasahi tenggorokan saja. Di pos ini terdapat pendopo. Ini merupakan satu-satunya pos berpendopo yang ditemui selama pendakian.
Selanjutnya kami menuju pos 3 dan tiba di sana setelah menempuh kurang lebih 2 jam perjalanan. Pos 2 ke pos 3 merupakan jarak pos terjauh dibanding pos lainnya. Sebelum tiba di pos 3 akan lebih dulu tiba di pos bayangan. Saat menuju pos 3 trek pendakian sudah mulai menanjak, bisa dibilang cukup terjal. Namun dengan jalur berupa tanah, sedikit lebih meringankan ketimbang dengan jalur batuan aspal yang masih ditemui saat perjalanan dari pos 1 menuju pos 2.

Kami beristirahat di pos 3 (Tegal Masawa) cukup lama. Pos ini juga kami gunakan sebagai tempat makan siang. Menu makan siang kali ini adalah pecel sayur. Menu yang kami dambakan dari awal merencanakan pendakian. Sudah terbayang lezatnya menu makan siang ini. Apalagi dengan bahannya yang masih segar karena didapatkan di pasar yang kami singgahi sebelum menuju basecamp.
Setelah makan siang dan salat kami melanjutkan perjalanan ke pos 4 (Tegal Mamuju), di pos ini kami berkumpul bersama pendaki lainnya yang bertemu selama di jalur tadi. Setelah menelusuri punggungan sekitar 30 menit kami tiba di pos 4. Langit sudah mulai berkabut dan sesekali hujan turun rintik-rintik saat kami tiba. Namun raincoat sudah siap dipakai jika hujan semakin deras.
Pos 5 (Sanghyang Rangkah) tidak jauh dari pos 4. Butuh waktu 20 menit saja untuk sampai di sana. Kabut tebal membuat kami bergegas untuk segera mendirikan camp di pos 5. Camp sudah hampir selesai, namun hujan deras lebih cepat turun. Bermodal raincoat kami membereskan camp agar aman.
Camp sudah selesai dan aman, namun hujan belum juga reda. Ceremai memang cukup terkenal dengan cuaca yang kurang bersahabat, apalagi sekarang cuaca tidak bisa ditebak. Jadi siapkan fisik dan perlengkapan yang cukup untuk menghadapinya. Makanan sudah matang, setelah kami membagi tugas untuk masak dan membereskan camp. Setelah makan, kami berbagi cerita selama perjalanan. Tawa dan canda kami semakin riuh ditemani suara hujan deras yang masih mengguyur pos 5. Tak lama berbagi canda, kami memutuskan tidur dan sepakat bangun pukul 03.00 WIB untuk summit attack. Sekitar pukul 18.30 WIB kami sudah menutup rapat pintu tenda dan siap dengan perlengkapan tidur masing-masing.
Pukul 21.30 WIB salah satu dari kami terbangun dari tidur yang kurang nyenyak karena cukup pegal harus tidur dalam posisi kaki tertekuk. Banyaknya logistik membuat kapasitas tenda kami berkurang. Tak lama setelah bangun, suara petir yang besar terdengar oleh telinga kami. Semua mendengar dan kaget. Petir itu seakan berada persis di samping kami.
Pukul 02.30 WIB suara hujan masih terdengar, dan artinya kami tidak jadi melaksanakan summit attack. Kami malah memilih untuk melanjutkan tidur.
***
Hari sudah pagi dan kami kira akan jadi pagi yang cerah, tapi ternyata kabut tebalh masih menyelimuti. Bergegas saya menyalakan kompor untuk memasak air, karena pagi itu cukup dingin. Dengan memakan beberapa biskuit yang kami bawa, kami menunggu kabut yang tebal itu berganti dengan sinar mentari.
Kabut perlahan mulai menghilang, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke puncak. Saat itu sekitar pukul 07.00 WIB. Kami berjalan bersama pendaki yang tendanya bersebelahan dengan kami. Masih ada satu pos lagi yang harus dilalui sebelum tiba di puncak, yaitu pos 6 (Goa Walet).
Kami berjalan sekitar 90 menit, dengan waktu 1 jam pertama untuk tiba di pos 6 dari pos 5. Kami singgah sebentar di pos 6 untuk sekedar beristirahat dan menyaksikan goa yang biasanya dijadikan alternatif tempat camp jika pos 5 sudah penuh.
Pendakian menuju puncak hanya membawa satu daypack yang berisi logistik. Di perjalanan kami menemukan pertemuan jalur Palutungan dan jalur Apuy. Jadi sebelum tiba di pos 6, akan terlebih dulu melewati pertemuan dua jalur tersebut.

Kami akhirnya tiba di puncak tertinggi Jawa Barat setelah melewati jalur bebatuan vulkanik dengan kemiringan yang sangat terjal. Puncak yang kami bayangkan akan berkabut dan tidak mendapat pemandangan yang indah ternyata salah. Di puncak setinggi 3078 mdpl ini cerah sekali. Bahkan langit biru pun terbentang di balik kabut yang kami rasakan di pos 5. Keputusan kami tepat untuk pergi ke puncak. Padahal awalnya kami ragu karena adanya kabut di camp kami.

Puncak Majakuning namanya. Puncak yang ditempuh dari jalur Apuy dan Palutungan ini akan berbeda jika naik dari Linggarjati. Puncak Gunung Ceremai berbentuk kawah, butuh waktu sekitar satu jam untuk mengelilingi puncak.
Sekitar satu jam kami menghabiskan waktu di puncak untuk berfoto dan berbagi sarapan dengan pendaki lain. Bahkan kami juga tidak melewatkan kesempatan untuk sekedar menikmati pemandangan Gunung Slamet. Pagi yang bersahabat di puncak ini. Memang jika kami memandang ke arah camp kami, di sana masih terlihat sedikit kabut. Perjuangan yang terbayarkan oleh puncak Gunung Ceremai.

Kami kembali ke camp sekitar pukul 11.00 WIB dan langsung bergegas untuk packing dan makan. Setengah jam saja waktu yang kami butuhkan untuk kembali ke pos 5, waktu yang terbilang cukup singkat. Setelah makan kami bersiap untuk turun. Perjalanan turun menuju basecamp hanya membutuhkan waktu 2 jam, sepertiga dari jumlah waktu pendakian kami yang membutuhkan waktu sekitar 6 jam.
Tiba di basecamp kami mengambil jatah makan yang kami dapat sebagai fasilitas dari biaya registrasi. Perut sudah terisi, dan waktunya kami kembali ke rumah. Kami kembali menuju rumah teman kami untuk mengambil barang yang ditinggal dan istirahat sejenak sebelum akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Bandung.
Tulisan oleh Luthfi Wiggi Avianto (AM – 001 – Duri Samsara)
Foto Dokumentasi Pribadi