Garuda di Ambang Kepunahan
Tidak banyak yang tahu soal perancang lambang negara kita, yaitu Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Ia adalah Syarif Abdul Hamid Alkadrie, seorang menteri negara yang ditugaskan oleh Presiden Soekarno untuk merancang lambang negara Indonesia pada saat itu. Lambang negara Indonesia diresmikan pertama kali pada Sidang Kabinet RI Serikat Tanggal 11 Februari 1950.
Awal mula, Garuda muncul dalam berbagai kisah sejarah di daerah Jawa dan Bali. Dalam beberapa kisah tersebut Garuda menggambarkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan dan disiplin. Dalam tradisi Bali, Garuda sangat dimuliakan. Garuda yang mulia menurut tradisi Indonesia sejak zaman dahulu inilah yang menjadikannya sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi pancasila. Tidak hanya itu, Garuda juga dipilih sebagai nama salah satu maskapai penerbangan nasional Indonesia.

Dianggap terlalu bersifat mitologis, rancangan lambang negara tersebut mendapat beberapa masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali. Karena keberatan terhadap adanya gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai. Lalu Syarif Abdul Hamid Alkadrie pun kembali mengajukan rancangan yang telah disempurnakan, sehingga tercipta bentuk Garuda Pancasila.
Tetapi banyak yang tidak tahu pula, bahwa sebenarnya Garuda Pancasila itu ada dan hidup, tidak hanya sebagai mahluk khayalan yang diciptakan sebagai lambang negara.
Di dunia terdapat 311 jenis burung elang di dunia, 90 jenis diantaranya terdapat di benua Asia dan terdapat 75 jenis di Indonesia. Indonesia adalah rute migrasi elang yang paling sering dilewati antara lain di Pulau Rupat, Puncak, Sangihe, Banten, Kebun Raya Bogor, Tangkuban Perahu, Hutan Raya Djuanda, Ujung Berung, Penggaron, Gunung Slamet, Dieng, Bromo, Tegal Bunder, Gunung Sega, dan Seraya pada bulan Oktober hingga November. Rute migrasi tidak pernah berubah kecuali jika terdapat bencana alam. Pengamatan paling baik dilakukan pada jam 09.00 WIB sampai petang hari, karena waktu tersebut adalah waktu elang sedang mencari makanan dan udara yang cerah baik untuk elang terbang.
Salah satunya terdapat burung elang jawa yang diambil untuk lambang dan ideologi negara Indonesia ialah Garuda. Dalam sejarah mitologi Hindu dan Buddha, Garuda digambarkan sebagai burung yang hebat dan memiliki kemampuan berorganisasi secara sosial.
Terancam kepunahan
Keberadaan elang jawa (Spizaetus bartelsi) semakin hari semakin menghilang di bumi pertiwi. Saat ini elang jawa terdaftar pada IUCN Red List yang statusnya sudah kritis (Critically Endangered/CR) artinya populasi elang jawa di Indonesia sudah sangat sedikit. Diperkirakan hanya 325 pasangan yang tersisa di Pulau Jawa. Apabila dihitung secara matematis, perkiraan populasi elang jawa mengalami penurunan. Tidak sampai 20 tahun atau sekitar tahun 2025, elang jawa pun akan punah di alam.
Elang jawa termasuk spesies burung besar yang dilindungi, menurut SK Mentan No.421/Kpts/Um8/1970, SK Mentan No.301/Kpts-11/1991, UU RI No.5 tahun 1990, CITES appendix II, dan Kepres No.4 1993.
Walau sudah dicatat dalam Perundangan di Indonesia dan dilarang untuk diburu tetapi tetap saja masih ada yang secara sembunyi-sembunyi menjual dengan harga yang sangat tinggi. Ini pun faktor yang membuat populasi elang jawa semakin sedikit.
Elang jawa adalah jenis burung endemik Pulau Jawa, artinya berkembang hanya di Pulau Jawa dengan daerah penyebarannya yang terbatas di hutan hujan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan. Dengan sedikitnya hutan dataran rendah yang tersisa. Artinya elang jawa bisa tersebar di setiap ketinggian asal tersedia habitat yang memadai. Namun saat ini melihat keberadaan hutan dan tingginya tingkat perusakan hutan sangat berisiko tinggi terhadap kelangsungan hidup dan terganggunya perkembangbiakan burung elang jawa. Biasanya tempat burung elang jawa hidup dang bersarang ialah pohon yang menjulang dengan rata-rata ketinggian antara 40 – 50 meter dan cukup terpisah dengan pohon lainnya.
Perilaku elang jawa sama seperti halnya burung pemangsa lainnya. Burung ini memiliki paruh yang melengkung, dengan ujung yang runcing untuk membunuh dan mencabik mangsanya serta menggunakan kakinya untuk mencengkeram mangsanya. Biasanya elang jawa mencari mangsa dengan cara terbang dekat kanopi pohon. Mengawasi mangsa dengan melihat ke bawah dan apabila melihat mangsa, elang akan langsung menyambar mangsanya. Terkadang elang jawa berburu dengan cara menunggu mangsa di tempat bertengger di dalam hutan apabila kondisi cuaca mendung.
Elang jawa biasanya memangsa jenis mamalia kecil dan sedang, jenis burung kecil dan jenis-jenis reptil. Elang jawa juga ternyata mampu memangsa jenis binatang yang cukup besar seperti anak kera ekor panjang dan jelarang.
Perkembangbiakan
Keberhasilan perkembangbiakan elang jawa dan juga jenis elang lainnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berburu individu jantan dewasa dan kondisi cuaca serta lingkungan sekitarnya. Tentunya dipengaruhi dengan kondisi keberadaan mangsa atau pakan untuk mencukupi kebutuhan pasangan dan anaknya selama masa perkembangbiakan.
Elang jawa dewasa akan mulai bereproduksi pada usia 3 – 4 tahun. Musim berbiak antara bulan Mei – September. Tetapi ada laporan juga bahwa elang jawa lebih sering bertelur pada bulan Januari hinngga Juni. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa musim biak elang jawa dapat terjadi sepanjang tahun. Akan tetapi, perkembangbiakan elang jawa tidak selalu berhasil. Seringkali satwa lain menyerang anak elang jawa sebelum menetas dan sesudah menetas, yang menyebabkan harus menunggu kembali musim berbiak berikutnya.
Elang jawa betina hanya bertelur sebutir dalam kurun waktu 2 – 3 tahun. Telurnya berukuran 58 x 48 mm dan dierami selama 45 – 50 hari hingga menetas.
Populasi
Studi lapangan yang khusus untuk menghitung populasi elang jawa di seluruh Pulau Jawa masih belum dilakukan secara intensif. Perhitungan populasi jenis ini masih terbatas hanya di beberapa kawasan tertentu saja.
Jawa adalah kunci kehidupan elang jawa
Kita semua mengetahui bahwa Pulau Jawa adalah pulau terpadat di Indonesia dengan 200 juta lebih penduduk Indonesia tinggal di pulau seluas hampir 140.000 km2 ini. Kondisi ini jelas berdampak pada kondisi lingkungan, ditambah dengan eksploitasi hutan Pulau Jawa.
Saat ini hutan alami tersisa kurang dari 10%. Selain perusakan hutan, elang jawa pun kerap diperdagangkan secara ilegal.
Mengusahakan agar tidak punah
Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK) adalah sebuah upaya penyelamatan dan rehabilitasi elang yang berlokasi di Kamojang, Garut, Jawa Barat. PKEK berkerjasama dengan Pertamina, BKSDA Jawa Barat, dan Forum Raptor Indonesia.
PKEK sendiri baru berdiri sejak tahun 2014 dan sudah menangani sekitar 64 ekor elang dan beberapa sudah dilepasliarkan. Di sini terdapat lima kandang yaitu kandang karantina (berfungsi untuk elang yang baru datang ke PKEK dan diperiksa apakah berpenyakit atau tidak, jika positif berpenyakit bisa cepat ditangani dan tidak menularkan ke elang lain), kandang observasi (untuk elang yang sudah melewati masa karantina dan berfungsi untuk melihat perkembangan kesehatan dan perilaku elang), kandang rehabilitasi (untuk elang yang sudah melewati masa observasi dan berfungsi untuk memulihkan perilaku elang pada masa rehabilitasi), dan kandang display dan edukasi (untuk elang yang mempunyai peluang kecil untuk dilepasliarkan kembali ke alam dan kandang ini dapat diakses publik).

Selain itu terdapat juga klinik dengan satu dokter hewan, setiap tiga hari sekali elang yang berada dikandang konservasi diperiksa. Elang setiap hari diberi makan 200 gram per-harinya agar tidak obesitas maupun kurang gizi. Biasanya elang diberi makan burung puyuh hidup, ular sawah, tikus, marmut, dan ikan tergantung jenis elangnya.
PKEK merehabilitasikan berbagai jenis elang yang telah lama dipelihara orang maupun yang cedera karena ulah pemburu liar. Semua elang yang telah masuk di pusat konservasi akan diberi chip / kode agar jika elang dilepasliarkan tetap dapat dipantau keberadaannya.
Tulisan dan Foto oleh Mikaela Clarissa (AM – 006 – Duri Samsara)
Referensi: Garuda, Mitos dan Faktanya di Indonesia – Zaini Rakhman (Pemerhati Elang di PKEK)
Gambar: Lambang Negara