Pulau Banyak, Gugusan Pulau-Pulau Perawan Tak Berujung
Raja Ampat, Merauke, mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Kali ini aku ingin bercerita lagi tentang liburanku ke Kepulauan Banyak, Aceh Singkil, saat libur Idul Fitri lalu. Ini adalah kunjunganku yang ketiga kalinya ke Kepulauan Banyak, mengunjungi gugusan pulau-pulau yang berbeda-beda. Melalui tulisan ini aku ingin membawa pembaca menjelajahi Kepulauan Banyak atau aku bisa menyebutnya dengan surga dunia, karena keindahan dan keperawanan kepulauan yang terletak di sebelah barat Indonesia ini.
***
Hujan di siang itu belum juga reda, sementara aku dan teman-temanku masih berteduh di saung dekat pelabuhan. Tampak wajah keputusasaan kami saat itu. Cuaca yang tak bersahabat membuat kami semakin terdiam menatap hujan dari bawah saung kayu bercatkan biru. “Besok pagi aja berangkatnya Dek, soalnya badai di tengah, engga akan ada kapal yang mau berangkat,” cetus bapak nelayan sambil menjepit sebatang rokok di antara kedua jari tangan kanannya. Kami pun terdiam saat itu. “Yaudah, kita salat dulu,” sahutku lemas. Selepas salat dzuhur, entah kenapa tiba-tiba kumpulan awan tertiup dan berubah menjadi cerah. Tepat disaat kami balik lagi ke saung ada sekelompok orang medan yang juga ingin berangkat ke Pulau Banyak hari itu juga. “Pak, cuaca mulai cerah nih pak, kami juga banyak. Kalau kami sewa perahu bapak bagaimana?” tanyaku. Bapak nelayan itu terdiam sejenak, tak begitu lama dia mengiyakan tawaran ku. Wajah yang semula suram berubah menjadi cerah walaupun naik kapal nelayan.
Rintik-rintik hujan berubah menjadi angin yang damai. Tawa kami seolah menghiasi perjalanan. Baru saja satu jam kami menempuh perjalanan, semua sudah tampak mulai “tepar”. Hanya satu atau dua orang yang masih tersadar menikmati angin laut lepas. “Oiii, ada lumba-lumba!” teriakku. Semua tampak bangun dan mencari-cari. Aku pun tertawa cekikikan sambil melihat ekspresi mereka.
Langit yang tadinya biru cerah berubah menjadi kuning jingga. Tampak dari kapal kami Pulau Balai, Kepulauan Banyak. Dari kejauhan terlihat cahaya lampu penduduk Pulau Balai, yang seolah menghiasi malam. Tepat selepas adzan Isya, atau kira-kira setelah empat jam waktu tempuh perjalanan, kami pun sampai di Pulau Balai.
Pulau Balai
Sesampainya di pelabuhan Pulau Balai, kami disambut Fakrul, yang merupakan penduduk setempat dan juga merupakan kerabat dari temanku. Fakrul lah yang akan memandu kami selama di Pulau Banyak. Sambil sedikit berbincang-bincang, Fakrul mengantarkan kami ke penginapan yang jaraknya tidak begitu jauh dari sandaran kapal. Sesampainya di penginapan, kami langsung makan sembari briefing yang dipimpin oleh Fakrul, dilanjutkan dengan istirahat untuk mengisi tenaga esok pagi.
Cuaca yang panas membuat kami bangun lebih awal. Ingin rasanya segera mandi. Bagi kami, pagi, siang dan malam suhunya sama saja. Kami segera sarapan dan bersiap untuk melancong pagi itu. Destinasi yang ingin kami kunjungi ialah Pulau Tailana, Pulau Sikandang, dan Pulau Asok.
Selama perjalanan tak ingin rasanya mata tertutup walau hanya sedetik. Kami biarkan mata kami melihat birunya laut, birunya langit, dan hijaunya nyiur pantai. Angin yang tak henti-hentinya melambai, menyapu lembut wajah kami seolah memanjakan perjalanan kami.
Pulau Tailana
Dari kejauhan terlihat Pulau Tailana, pulau kecil berbentuk lonjong yang seolah bisa dikelilingi dengan berjalan kaki dalam beberapa jam saja. Tiba di Pulau Tailana, belum juga perahu berlabuh dengan sempurna, kami sudah melompat keluar berenang menikmati birunya air laut. Jarak tempuh antara Pulau Balai menuju Pulau Tailana sekitar satu setengah jam. Hamparan pasir putih terlihat kotor karena sisa-sisa bangkai pohon kelapa yang sudah mati.
Meskipun banyak pengunjung yang memilih menikmati pulau dengan snorkeling, menurutku Pulau Tailana lebih cocok untuk diving daripada snorkeling karena tidak terlalu banyak ikan dan terumbu karang yang terlihat dari permukaan air laut. Dan benar dugaanku, di Pulau ini tersedia juga penyewaan alat diving dan canoe.
Pulau Sikandang
Puas bermain di Pulau Tailana, kami melanjutkan kunjungan ke Pulau Sikandang. Perahu kami membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai di sana. Konon disebut Sikandang karena pulau ini dahulu terdapat banyak kandang. Karakteristik Pulau Sikandang hampir sama dengan Pulau Palambak. Pulau Sikandang memiliki pantai dengan pasir yang begitu putih dan air laut yang sangat jernih. Terdapat juga beberapa saung yang bisa dijadikan tempat peristirahatan. Pulau Sikandang sendiri adalah pulau berpenduduk. Pulau ini terkenal dengan kelapa muda-nya yang begitu empuk. Tapi kami saat itu tidak mau minum air kelapa, karena pesan penduduk Pulau Balai kalau kita ingin menginap di pulau dianjurkan untuk tidak meminum air kelapa agar tidak terkena penyakit demam berdarah.
Pulau Sikandang cocok bagi peminat diving dan tidak direkomendasikan untuk snorkeling karena terdapat perairan yang dalam.
Pulau Asok
Matahari semakin condong ke barat, warnanya semakin jingga. Tibalah kami di Pulau Asok, pulau yang paling kecil di antara pulau-pulau yang kami kunjungi. Begitu sampai di pulau Asok, kami mendirikan tenda dome dan mencari kayu serta pelepah kelapa untuk api unggun. Sebenarnya tersedia beberapa saung di Pulau Asok yang bisa dijadikan tempat beristirahat, tapi kami lebih memilih mendirikan tenda sendiri agar bisa melihat ombak lebih dekat.
Setelah mendirikan tenda, kami snorkeling sambil menikmati sunset. Pulau ini cocok untuk snorkeling karena ikan dan terumbu karang terlihat dari permukaan.
Angin semakin bertiup kencang, dan hari semakin gelap, kami pun mulai menyalakan api unggun. Acara malam itupun dimulai. Kami membakar ikan sambil bernyanyi diiringi suara angin dan deburan ombak di pantai. Tiba-tiba Fakrul datang, “Tin, bilang ke kawan-kawan jangan terlalu ribut, soalnya di pulau ini ada kuburan,” ujarnya tegas. Aku terhenyak mendengar itu, tanpa banyak bertanya aku sampaikan pesan Fakrul kepada teman-teman. Kami pun menikmati malam itu dengan suasana yang tenang hingga beranjak tidur.
Malamnya terjadi sesuatu yang tidak kami duga. Ketika kami sedang terlelap, cuaca di Pulau Asok menjadi tidak bersahabat. Fakrul membangunkan kami dan menyuruh kami segera berkemas. Malam itu angin bertiup sangat kencang ketika kami terbangun. Kami melihat awan hitam menggumpal di atas kepala kami. Tak berapa lama awan hitam itu pergi dan cuaca berangsur membaik. Akhirnya Fakrul menginstruksikan untuk kembali melanjutkan tidur, karena cuaca sudah membaik.
Pulau Rangi
Pagi menjelang, saatnya kami berangkat ke Pulau Rangi dengan waktu tempuh ialah satu setengah jam. Ada satu keistimewaan dari Pulau Rangi, ialah adanya mercusuar yang berdiri kokoh. Dari atas mercusuar tersebut kita dapat melihat beberapa pulau di Kepulauan Banyak. Pemandangan indah dari atas mercusuar membayar lunas kelelahan yang kami rasakan setelah menaiki anak tangga yang cukup banyak jumlahnya.
Karena jam dua kami harus sudah ada di Pulau Balai, kami tergopoh meninggalkan Pulau Rangi. Pulau Rangi adalah pulau terakhir yang kami singgahi. Setelah itu kami langsung menuju Pulau Balai. Sekitar pukul 12.00 WIB kami tiba di Pulau Balai. Setelah cukup beristirahat sejenak, kami langsung berkemas agar tidak ketinggalan kapal feri.
***
Bunyi mesin sudah terdengar di geladak, kami pun langsung berlari untuk masuk ke kapal feri. Sebuah senyum lebar manis kami tinggalkan untuk Fakrul yang rela bersusah payah membawa kami, sekaligus sebagai salam perpisahan untuknya.
Kapal terus berlayar sampai kami terlelap dalam buaian angin dan payungan matahari. Tak terasa kapal telah tiba di pelabuhan Aceh Singkil, saat nya kami pulang ke Subulussalam.
INFORMASI :
Medan – Aceh Singkil : Rp.120.000 (Travel)
Aceh Singkil – Pulau Balai : Rp. 25.000 (Kapal Feri)
Pulau-pulau yang dapat dijadikan destinasi :
Pulau Palambak Besar, Pulau Palambak Kecil, Pulau Tailana, Pulau Sikandang, Pulau Asok, Pulau Rangi, Pulau Malelo, Pulau Haloban, Pulau Bangkaru, Pulau Pandan
Foto dan tulisan oleh Titin Munthe (A-122-Cakar Alam)