Gunung Butak (2868 Mdpl) via Wonosari

Gunung Butak (2868 mdpl) merupakan salah satu gunung di kompleks Pegunungan Kawi yang terhampar di perbatasan Malang dan Blitar. Terdapat empat jalur yang dapat dilewati pendaki untuk mencapai puncak Butak, yakni melalui Gunung Panderman (Malang), melalui Batu (Malang), melalui Perkebunan Teh Sirah Kencong (Blitar) dan melalui Desa Wonosari (Malang).

Dari keempat jalur tersebut, jalur yang paling panjang dan paling berat adalah jalur Desa Wonosari. Disebut jalur yang paling berat karena tanjakannya yang terjal dan licin di beberapa tempat serta tidak adanya titik air sampai di sabana Gunung Butak. Juga tidak adanya tempat camp sampai pos pertama di ketinggian ± 2350 mdpl.

Walaupun jalur ini sulit untuk dilewati, namun kerja keras pendaki akan terbayar dengan panorama yang disuguhkan. Ditambah lagi tracknya yang berganti – ganti seiring bertambahnya ketinggian, pendaki dijamin tidak akan bosan dan akan terkagum – kagum dengan bentangan alam dan keheterogenan dari vegetasi di sepanjang jalur. Mulai dari Hutan Hujan, Hutan Pinus, Sabana, Hutan Lumut sampai rerumputan tinggi semuanya lengkap tersedia di jalur ini.

Namun walaupun pemandangannya indah, gunung ini masih minim pengunjung. Mengingat Gunung Butak memiliki tetangga – tetangga yang lebih tinggi dan terkenal seperti Arjuno – Welirang, Bromo – Tengger – Semeru dan Gunung Kelud. Hanya beberapa peziarah dan penduduk sekitar dan pendaki tradisional yang mendaki gunung ini. Namun seiring maraknya tren wisata alam, mulai banyak orang yang melirik gunung ini.

Berikut penjelasan singkat mengenai jalur pendakian Gunung Butak melalui desa Wonosari, Kab. Malang.

  1. Titik Start (8°00’08.3″ LS , 112°29’09.7″ BT)

Jika melalui Desa Wonosari, titik start pendakian Gn. Butak dapat diakses dari Keraton Gunung Kawi (1180 mdpl) yang terletak di atas Pesarean dan termasuk dalam kecamatan Ngajum, Malang. Titik pendakian dimulai dari sebuah jalan kecil di sebelah kiri Pura.

Dalam kompleks Keraton ini terdapat beberapa Klenteng, beberapa makam, dan sebuah Pura. Bangunan–bangunan tersebut terletak berdekatan satu sama lain. Selain Pesarean, situs ini merupakan bukti lain bagaimana perbedaan agama dapat saling harmonis di daerah Wonosari.

Sebelum melakukan pendakian kami memanjatkan do’a terlebih dahulu menghadap gapura setinggi 3-4 meter berukiran mirip seperti ukiran-ukiran khas Bali
Gapura Keraton Wonosari
  1. Hutan Hujan

Vegetasi pertama yang akan pendaki jumpai melalui jalur ini adalah hutan hujan. Mulai dari 1180 mdpl sampai dengan ± 1600 mdpl pendaki akan berkutat dengan hutan hujan serta kontur yang menanjak dengan rata-rata kemiringan 45o dengan jalur yang letaknya tepat di sebelah kiri lembahan.

Diawal pendakian terlihat beberapa saung sedang dibangun. Saung ini nantinya akan digunakan untuk para peziarah beristirahat. Pendakian Gn. Butak merupakan salah satu bagian dari ritual jika anda berziarah ke Pesarean Gunung Kawi. Namun tidak semua peziarah yang datang ke Pesarean mendaki Gn. Butak untuk melengkapi perjalanannya.

Saung peristirahatan pos 1
Saung peristirahatan pos 1
  1. Daerah Resapan

Memasuki ketinggian ± 1600 mdpl, pemandangan sekitar mulai terlihat ketika hutan hujan berganti menjadi rerumputan. Daerah yang didominasi oleh rerumputan ini dikenal dengan sebutan daerah resapan. Dari jalur ini terlihat dataran Malang serta bentangan alam yang mengelilinginya. Seperti waduk Karangkates yang berada tepat di selatan gunung ini.

Dengan kemiringan yang sama, pendakian terasa lebih sulit karena tanah di daerah resapan ini licin dan berair. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya pohon – pohon besar dan akar serabutnya yang biasanya dipakai pendaki untuk berpijak dan untuk menyerap kelebihan air dan menjaga keutuhan tanah.

kemiringan jalur pendakian
kemiringan jalur pendakian
  1. Pos Meja Bundar (7°58’41.5″LS , 112°28’37.7″ BT)

Ketika suhu mulai turun dan angin yang bertiup terasa sampai ke tulang, itu berarti kalian sudah sampai pos pertama–Pos Meja Bundar. Memasuki pos meja bundar, vegetasi daerah resapan berubah menjadi Hutan Pinus. Dinamakan Pos Meja Bundar bukan karena ada meja bundar disana, tetapi karena terdapat tanah rata berukuran satu dome lebih yang berbentuk lingkaran. Jadi kalau ada yang bertanya apakah di pos ini dapat mendirikan camp, jawabannya iya.

Pos Meja bundar terletak di sebuah punggungan sempit yang diapit dua lembahan terjal. Di pos ini pemandangannya indah, udaranya pun sejuk dan segar. Tidak seperti hutan hujan yang pohonnya lebat dan rindang, di pos ini kita dapat memandang langit tanpa terhalang banyak daun dan dahan. Bayangkan betapa indahnya bermalam di sini ditemani minuman hangat dan beratapkan bintang–bintang.

Beristirahat di Pos Meja Bundar
Beristirahat di Pos Meja Bundar
  1. Puncak Pitrang (7°58’17.4″ LS , 112°28’43.32″ BT)

Tak jauh dari Pos Meja bundar, sekitar satu jam perjalanan atau ± 300 meter naik ke atas, terletaklah puncak Gn. Pitrang. Sebuah dataran landai dan kecil yang terbuka dengan pemandangan 360o ke segala arah. Dari puncak terlihat puncak Gn. Butak dan Gn. Kawi di sebelah barat laut sampai utara. Sementara di sebelah selatan terlihat pemandangan kota Malang. Terlihat tumbuhan bunga edelweiss (anaphalis javanica) yang menandakan ketinggian sudah lebih dari 2000 mdpl.

Di ketinggian 2593 mdpl ini sengatan matahari sangat terasa, dan angin yang bertiup juga lebih kencang. Tempat ini cukup luas untuk mendirikan satu dome tetapi tidak bisa untuk membuat tenda flysheet karena jarang terdapat pohon yang dapat digunakan sebagai pasak. Namun lebih baik untuk tidak berkemah di puncak, karena tidak ada pohon yang melindungi tenda dari serangan angin.

Puncakan Gunung Pitrang
Puncakan Gunung Pitrang
  1. Hutan lumut (7°58’14.4″LS , 112°28’33.7″ BT)

Rerumputan berganti menjadi pohon–pohon tinggi yang dahannya ditumbuhi oleh lumut. Hutan lumut ini memiliki kepadatan pohon yang tinggi. Pohon–pohonnya yang rindang menghalangi sinar matahari menembus dahan pohon, sehingga kelembaban di hutan ini terbilang cukup tinggi.

Jalur menuju hutan lumut
Jalur menuju hutan lumut

Selain pohon–pohon tinggi yang berperan sebagai kanopi, Pakis dan semak–semak lain mendominasi hutan ini dan berperan seperti lantai. Berhati–hatilah agar tidak tersandung jika melewati jalur ini; karena lebatnya semak–semak menutupi jalur yang dipenuhi batang–batang kayu yang tumbang dan melintang.

  1. Sabana Sadelan 1 {7°58’06.7″ LS , 112°28’30.0″ BT} dan 2 {7°57’52.7″ LS 112°28’33.5″BT}

Keluar dari kawasan hutan lumut, pemandangan berganti menjadi lahan terbuka dengan sebuah sabana kecil berbentuk bulan sabit. Kami menyebutnya sabana satu, sebuah tempat berumput yang sejuk dan datar. Cocok untuk berkemah, tapi tidak ada sumber air kalau tidak hujan di tempat ini.

Sabana 1
Sabana 1

Terus ke utara, jalur menuju Gn. Butak terlihat melipir bukit. Memutari punggungannya, lalu lanjut ke utara. Tibalah di padang rumput berbentuk lingkaran, kami menyebutnya sabana dua. Konon,  di sini pernah ditemukan mayat seorang wanita sedang duduk bersila dengan kepalanya lepas terjatuh di tangannya dan dikuburkan di sekitar sabana. Kuburannya ditandai dengan batu dan tas ibu itu yang diletakkan di sebelah nisannya. Namun, kami tidak menemukannya ketika melewati sabana itu.

Istirahat sejenak di sabana
Istirahat sejenak di sabana
  1. Sabana Sendang (7°57’06.9″LS , 112°28’07.3″ BT)

Usai melewati sabana dua, jalur kembali menanjak dan terus menanjak. Melewati rerumputan setinggi manusia, pinus – pinus dan vegetasi lain. Track terbilang melelahkan seperti mendaki Gunung Pitrang. Sampai di puncak punggungan, angin bertiup seakan menusuk ke tulang. dingin tiada tahan, apalagi ketika sore menjelang dan matahari bersembunyi di balik awan. Di ketinggian ± 2700 mdpl ini, Sabana Sendang terlihat di depan mata. Menuruni punggungan, pendaki akan bertemu dengan sebuah kuil yang terbuat dari batu.

Sabana Sendang merupakan sebuah padang rumput seluas kurang lebih 5 km2 dengan dua buah mata air di tengah dan di ujung selatannya. Di sebelah timur laut terlihat kompleks Bromo – Tengger – Semeru di kejauhan, sementara di sebelah barat terlihat Puncak Butak yang ditandai dengan bendera Merah Putih.

Sabana Sendang
Sabana Sendang
  1. Puncak Butak (7°57’18.6″ LS , 112°27’54.0″ BT)

Puncak Butak dapat digapai setelah melalui satu puncakan terlebih dahulu yang dinaiki dari kuil batu. Puncak Butak merupakan sebuah lahan terbuka dengan sebuah gundukkan di tengahnya. Di gundukkan ini terdapat sebuah papan nama bertuliskan “Gn. Kawi / Butak 2868mdpl” dan juga dua buah bendera merah putih, yang satu di sebuah tongkat di atas tanah, yang lainnya diikat di batang sebuah pohon Cantigi.

TIba di puncak
TIba di puncak

Pemandangan 360o terlihat sangat memukau dari Puncak Butak. Di sebelah timur—tempat matahari terbit—terlihat Gunung Arjuno – Welirang memuntahkan asap dari kawahnya. Sementara di timur laut terlihat Gunung Semeru beserta jajarannya. Sementara di sebelah barat terhampar tempat bung karno dimakamkan dan Gunung Kelud yang letaknya tidak jauh dari sini.

Perjalanan menuruni Gunung Butak dapat dicapai dalam waktu 4 jam—jika anda cukup cepat—melalui jalur Sirah Kencong. Tetapi bersiap–siap saja jika anda melewati jalur ini. Karena anda akan tiba di ujung sebuah perkebunan teh yang sangat luas dan untuk mencapai kota, anda harus menumpang kendaraan pengangkut teh yang berangkat tiap sore hari. Tetapi jangan takut jika anda tertinggal truk. Sekitar 1 jam berjalan kaki dari pabrik teh, anda akan menemukan pemukiman warga. Di sana anda dapat mencarter kendaraan pribadi warga menuju Blitar.

Itulah gambaran seputar jalur Desa Wonosari menuju Butak. Semoga informasi ini dapat membantu dan menggugah para pembaca untuk mencobanya. Jangan lupa untuk membawa kembali sampah yang ada bawa ke atas dan meminta izin kepada desa setempat sebelum memulai pendakian.

Tim di Puncak Gunung Butak
Tim di Puncak Gunung Butak

Salam Lestari!

Informasi Transportasi:

Stasiun Malang – Kepanjen : Angkutan Umum ( Rp 5.000/orang)

Kepanjen – Wonosari : Angkutan Umum (Rp 15.000/orang)

Sirah Kencong – Jalan Raya Blitar (Desa Semen) : Sewa elf warga (Rp 100.000)

Basecamp : Dapat meminta izin ke kantor desa Wonosari.


Tulisan oleh Ryan Aminullah (A-122-Api Fajar)

Foto oleh Tim Perjalanan Wajib Api Fajar 2015

Tulisan ini merupakan bagian dari buku kisah Perjalanan Wajib Api Fajar 2015 "Step into The Unknown"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *