Mencari Inspirasi
Aku masih tak tahu harus menulis apa. Sudah tiga jam aku menunggu sesuatu untuk diceritakan, lewat tulisan tentunya.
Menulis ternyata perkara mencari inspirasi. Entah di mana inspirasi itu sekarang. Tak tahulah.
Sedari tadi ada saja yang mengganggu. Setelah sekian lama menunggu inspirasi, ada seekor nyamuk terbang melintas di depanku. Aku amati sekilas. Ada bintik putih di kakinya. Nyamuk demam berdarah. Bahaya, pikirku.
Ah, nyamuk pengganggu. Kualihkan pandang ke luar jendela kamar. Ada mawar merah milik tetangga sedang merekah. Sepasang kupu-kupu kuning berbintik hitam sedang asik berduaan. Mendekati sang bunga dengan saling mencumbu. Apakah mereka sedang bercinta?
Ah, membayangkan mereka sedang bercinta di siang terik begini sungguh merusak imajinasi. Kualihkan lagi pandanganku. Beberapa langkah dari bunga mawar tadi, sekumpulan ilalang liar tumbuh di pekarangan rumah itu. Ilalang tersebut menari-nari ditiup angin. Kuamati lebih teliti. Ada seekor belalang tua berwarna kecoklat-coklatan sedang bertengger di sana. Seakan menikmati tarian ilalang yang diayun oleh sang angin. Kuamati lebih teliti lagi. Belalang tua itu melototiku. Seakan tahu ia sedang kuperhatikan. Aku jadi salah tingkah dibuatnya. Mungkin inikah yang dirasakan Iwan Fals ketika membuat lagu “Belalang Tua”?
Belalang tua sialan. Ia mengganggu penantianku menunggu inspirasi. Aku kembali mencoba berpikir. Berpikir, dengan khidmat. Ah, hanya lorong sepi yang kutemukan. Tak ada siapa, tak ada apa. Tak ada sesuatupun. Kosong.
Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari sudut kamarku. Ada kucing gendut menabrak barisan botol minuman sisa semalam. Rupanya dia sedang mengincar seekor kecoa hitam. Lihat, kecoa itu bersembunyi ketakuan di bawah lemari. Warnanya hitam pekat. Menyeramkan. Tapi juga sangat menjijikkan.
Ah, sudahlah. Semakin aku melihat, semakin aku mencari, semakin banyak yang menggangguku. Kuluruskan pandang ke depan. Sialan! Nyamuk berbintik putih tadi sudah berada tepat di depanku. Kali ini dia tidak sendiri, tapi bersama seekor nyamuk berbintik putih lainnya. Temannya? Mungkin saja. Kekasihnya? Ah, kemarin dia bukan dengan yang itu. Selingkuhannya? Hap! Sebelum otakku menjawabnya, mereka sudah menempel di tanganku. Mati.
Sudah berapa kali kukatakan, wahai nyamuk. Dilarang mesum di kamar ini. Kau selingkuh! Kemarin kau datang bersama nyamuk lain yang tak berbintik. Aku yakin kau telah selingkuh. Dan di kamarku? Berani nian kau berbuat begitu. Aku saja tak pernah.
Kembali kuamati tulisanku. Aku belum menemukan inspirasi. Entah di mana dia. Mungkin dia enggan berteman dengan yang gundah gulana. Tapi… Hei, lihat! Sudah sepuluh paragraf kutuliskan. Dan ini paragraf yang terakhir. Apakah kau mau membacanya? Terlanjur. Kau sudah membacanya. Akupun tersenyum. Ada rona kemenangan di wajahku. Kena kau! []
Oleh Bolenk Astacala