Dadaku berdegup kencang kala itu, ketika kuamati kabut tebal yang menyelimuti batu agung itu, Tebing Batu Lawi namanya. Langit senja kala itu memang enggan memperlihatkan kemolekan suasananya. Panorama gradasi langit senja yang biasa menyejukkan jiwa tandas terserobot putihnya kabut tebal. Kedua tebing yang saling berhadapan dengan kokohnya pun enggan mencerminkan sosoknya. Namun memang benar kesabaran tanpa batas akan menghasilkan sesuatu yang memuaskan. Perlahan lahan dari dalam kabut, jauh terlihat bayangan setitik adam menggunakan baju merah dengan helm kuning mencolok bergerak mendekati puncak tebing. Ya, sekitar 2 meter lagi mereka akan menjadi orang Indonesia pertama yang menggapai puncak tertinggi di dataran itu.
* * *
Setelah pelepasan Atlet pada Jumat, (8/11/2013) lalu akhirnya ekspedisi yang telah dicanangkan 1 warsa lalu akhirnya berhasil dan sukses dilaksanakan. Ya, ekspedisi Astacala 2013 dengan tema “Facing Giant Rock” lebih tepatnya. Tim ekspedisi ASTACALA yang beranggotakan 7 mahasiswa Telkom University itu ialah aku, Tumingkel, Rendy, Aji, Catur, Fahmi dan Buyung.
Ekspedisi kali ini mengangkat divisi Rock Climbing, dengan Tebing Batu Lawi sebagai objeknya. Tebing Batu Lawi merupakan tebing dengan jenis batuan sandstone ialah salah satu puncak dari jajaran pegunungan yang membentang dari Miri sampai ke Bario, berada di tengah pegunungan Kelabit Highland, Serawak, Malaysia. Tebing ini masuk ke dalam lindungan Pulong Tau National Park, Malaysia.
Tebing Batu Lawi kami pilih sebagai objek ekspedisi dikarenakan karakteristiknya yang khas, untuk memanjat tebing ini kita haruslah mendaki gunung terlebih dahulu, barulah kita dapat memulai pemanjatan untuk dapat menikmati puncak sejatinya di ketinggian 1984 mdpl.
* * *
Menjadi orang Indonesia pertama yang mampu menggapai puncak tebing Batu Lawi dan berhasil mengibarkan Sang Merah Putih di Puncak Sejati gunung Batu Lawi adalah hasil yang kami peroleh berkat kerja keras dan semangat dorongan motivasi yang tinggi baik dari unsur internal maupun eksternal.
“Human history is never written by chance, but because of their own choices.” Demikian yang ditulis oleh Dwight Eisenhower tentang sejarah manusia yang dituangkan dalam tulisan, tidak pernah terjadi karena kebetulan, namun karena pilihan-pilihan yang mereka pilih. Tulisan masa lalu yang saat ini pernah kita baca, adalah hasil perjalanan manusia yang panjang dan dituangkan ke dalam buku. Sejarah tidak terjadi karena sebuah kebetulan, melainkan karena orang – orang tersebut berpikir besar dan mengambil resiko.
* * *
Selain menjadi pemanjat Indonesia pertama, kami sebagai mahasiswa yang berluang lingkup di dunia IT juga akan mengaplikasikan komunikasi radio dalam ekspedisi kali ini.
Bekerja Sama dengan Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) Jawa Barat dengan menggunakan Sistem Komunikasi band amatir oleh ORARI yakni Pak Agus Gunarso (YB1LZ), Pak Deddy Sutardi (YC1DML), Pak Peter Tahalea (YC1PRT), Pak Dede Sutisna (YC1JEL), Pak Impong Hendrasto (YC1VW) dan juga didukung dengan amatir Malaysia sebagai back up monitoring Tuan Haji Nasir Ali (9M2mE) di 15 Meter Band, akhirnya tim berhasil mengimplementasikan komunikasi radio langsung dari Tebing Batu Lawi, Malaysia ke sekretariat Astacala, Bandung.
* * *
Operasional berlangsung selama 20 hari, tepatnya 10 November – 1 Desember 2013. Jalur udara merupakan jalur yang kami pilih sebagai akses mencapai titik awal perjalanan. 2 hari bertolak dari Tanah Air kami pun tiba di Desa Bario, desa yang menjadi titik awal perjalanan tim ekspedisi.
Bario adalah sebuah desa terpencil yang berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Timur, dengan Long Bawan sebagai desa di Indonesia yang paling dekat untuk diakses dari Bario. Untuk mencapai Bario dapat dilalui melalui jalur darat atau jalur udara. Jalur darat jarang dipakai sebagai transportasi menuju Bario, dikarenakan medan yang berat. Jalan yang dilalui adalah logging road (jalan penebang hutan) dengan waktu tempuh kurang lebih 14 jam. Jalur udara adalah alternatif yang paling sering digunakan untuk mencapai daerah ini dikarenakan lebih hemat waktu tempuh.
Dari Bario, untuk mencapai bibir tebing, tim memerlukan trekking selama 4 hari melintasi Taman Nasional Pulong Tau, barulah setelah itu dilanjutkan dengan pemanjatan trad climbing selama 6 hari melalui tebing sisi barat yang kemudian mengitari ke tebing sisi selatan akhirnya tim dapat menggapai puncak Tebing Batu Lawi.
* * *
Hari itu tepatnya Minggu, (24/11/2013) pukul 16.23 WITA, 3 dari 6 pemanjat ASTACALA berhasil menancapkan Sang Merah Putih pertama kali di Tebing Batu Lawi. ialah Rendy Apriyando (A-104-AP), Ajie Tri Hutama (A-097-AP) dan Fahmi Arif Maulana (A – 106 – LH). Dengan prestasi ini Tim Astacala Telkom University menjadi tim ketiga yang berhasil mencapai puncak tebing setelah tim Militer Australia dan Tim Petit dari Malaysia.
Berkibarlah selalu Merah Putih ku, jayalah selalu dimanapun kau berada. ASTACALA !!!
Tulisan oleh Arnan Tri Arminanto
Foto oleh Tim Ekspedisi Astacala “Facing Giant Rock”
Di tunggu nama jalurnya 🙂 :*
siap2 masuk TV sob. hahaha
ASTACALA!!
Mantap…..A.S.T.A.C.A.L.A…..
KB’ers : Tv mana nih ? hehe
Nga, kata melipir ganti mengitari please… Agak nyangkut tadi mata gw disitu.
Sama tanggalnya tu seperti kata Pak Singo
Next, Australia, Thailand, Laos, Kamboja? hehehe.
ASTACALA!!
SYABAS TEMAN2 DARI ASTACALA….TERUSKAN
gilak, sukses, selamat mengolah data
mantap pisan lah 🙂
welcometothejungle…
mantap! ASTACALA!!!