Writing Is A Process In Making History

Sore ini (14/12/2012) saya berkesempatan untuk bisa mengikuti workshop menulis yang diselenggarankan atas kerja sama KEMENPAREKRAF, nulisbuku.com, Plot Point, dan Indonesia Kreatif. Bertempat di Green Cafe and Resto tepatnya di Jalan Diponegoro nomor 26, workshop ini ramai diikuti berbagai kalangan dari mahasiswa sampai ibu rumah tangga. Ada dua pembicara yang mengisi acara ini, sharing session yang pertama diisi oleh Ibu Primadona Angela, Penulis teenlit dan Metropop dari Gramedia Pustaka Utama (GPU), berikutnya adalah workshop dengan pemateri Bapak Arief Ash Shiddiq dari Plot Point.

Suasana workshop ketika pembicara pertama (Ibu Primadona) berbagi pengalaman

Saya akan mencoba menyampaikan beberapa hal penting yang dapat dipetik dari workshop tersebut. Berikut ini adalah masalah umum yang sering dihadapi oleh penulis dalam membuat naskah esai, puisi, dan fiksi:

  1. Penulis tidak tahu apa yang ingin ditulis.
  2. Penulis tidak tahu harus memulai dari mana
  3. Penulis sulit untuk menentukan bagian tengah atau akhir cerita
  4. Cerita yang alurnya lari kemana-mana.
  5. Bagaimana cara membuat pembaca turut merasakan apa yang penulis baca dan memberikan efek takjub seperti merinding dan lain sebagainya. (tambahan pertanyaan dari saya pada sang pemateri)

Untuk menjawab empat hal umum diatas sebetulnya ada suatu formula dasar yang perlu ada di dalam suatu naskah yaitu: waktu tempat kejadian, karakter, serta kerangka cerita yang jelas awal, tengah, dan akhirnya. formula dasar tersebut terbentuk untuk dikembangakan sesuai kreatifitas, misal pada “karakter” penulis bisa memunculkan kontras antara aktor utama dan musuh, lalu perubahan prilaku aktor utama di awal cerita dan di akhir cerita. Untuk bahasan lebih dalam mengenai solusi tersebut rasanya sulit disampaikan dalam tulisan ini, semoga lain waktu saya memiliki kesempatan untuk turut berbagi mengenai hal ini.

Pada masalah tambahan terakhir itu Pak Arief menjelaskan bahwa untuk mencapai hal tersebut bisa dilakukan dengan beberapa trik:

  1. Ceritakan reaksi fisik secara detil;
  2. Apa yang dirasakan;
  3. Apa yang dipikirkan.

sebelum melakukan hal tersebut penulis harus sudah pernah merasakannya terlebhi dahulu agar energi dan rasa yang aslinya mengalir dalam tulisan dan dapat diserap oleh pembaca.

contoh: ketika itu saya mendayung cukup kuat dan sempat sekejap melihat jeram terjal di depan mata, aku lebih terfokus pada pemotret yang berdiri siaga di atas tebing untuk berpose ketimbang menyiagakan diri untuk melewati jeram. Dduuaarrrr jeram ganas itupun membanting perahu karet kami, dalam hitungan detik akupun sadar bahwa pantatku sudah tak lagi menempel di ban empuk perahu

Aku terlempar, puluhan galon air tak henti-hentinya menabrak tubuhku yang telah hilang keseimbangan rasanya seperti dilempari bata dan aku hanya ranting hanyut. Ini gawat, seketika pandanganku hitam, aku merasa berada di dunia lain, rasanya aku bisa bernafas di dalam air, tak terdengar suara apapun, derasnya deru airpun lenyap seketika, detak jantungkupun melambat sampai akhirnya terasa tenang dan berhenti

Tapi dibalik itu semua yang paling penting adalah tetap menulis dan berlatih, dengan begitu kemampuan menulis pun akan tajam, itulah pesan yang saya dapat dari para pakar di workshop tersebut.

Menurut saya menulis ada proses pembuatan sejarah.

Tulisan oleh: Galih Pandu Buana

Gambar diambil dari @tulisnusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *