Jukung melaju dengan lihai menyelinap diantara ombak yang mulai menggulung, meninggalkan jejak air yang mengular di belakang. Sudah dua kali kami berputar di area ini, namun belum terlihat ada sesuatu pun yang muncul dari kedalaman air laut. Wajah wajah penasaran terlihat makin serius membuang pandang ke sekeliling. Kemudian tepat ketika saya menolehkan kepala ke kiri, sekitar tiga meter dari perahu, seekor lumba lumba melenggang cepat di sekitar perahu. Sirip punggungnya yang berwarna abu abu menyembul di antara biru air laut. Cantik sekali.
Salah satu komentar yang sering saya temui ketika bertanya mengenai Teluk Kiluan adalah perihal jalur transportasinya yang buruk. Meski termasuk provinsi yang lokasinya dekat dengan pusat kekuasaan negara, akses jalan raya di Lampung memang masih ada yang belum tergarap dengan baik, terutama akses ke daerah pedalaman. Jalan yang berlubang adalah sesuatu yang jamak untuk ditemui.
Secara administratif, Teluk Kiluan sendiri berlokasi di Kecamatan Kelumbayan, Tanggamus, Lampung. Dari Kota Bandar Lampung, dapat ditempuh selama tiga sampai lima jam perjalanan. Melaju di pesisir pantai dan lalu jalanan yang mendaki barisan bukit bukit, perjalanan darat terasa menyenangkan. Hamparan sawah yang menguning pun semakin memanjakan mata. Tidak ada transportasi umum menuju Teluk Kiluan, mayoritas pengunjung menggunakan kendaraan pribadi atau travel.
Teluk Kiluan terkenal dengan aktivitas berburu lumba lumbanya. Namun jangan salah, tidak ada aktivitas berdarah darah yang terjadi. Berburu di sini maksudnya adalah melihat lumba lumba di habitat aslinya. Ada dua jenis lumba lumba yang bisa kita temui, yaitu lumba lumba hidung botol dan lumba lumba paruh panjang. Kabarnya populasi lumba lumba di perairan Teluk Kiluan mencapai jumlah ratusan ekor.
Menjelang sore hari, kami pun sampai di Teluk Kiluan dan segera menyeberang menuju Pulau Kelapa, sebuah pulau kecil yang berada tak jauh dari bibir pantai. Malam ini rencananya kami akan mendirikan kemah di sana.
Garis pantai yang berpasir putih berpadu dengan birunya air laut yang bergradasi terlihat sangat indah. Angin yang mengalir sepoi sepoi pun terasa semakin membuai. Sungguh tempat ini sangatlah cocok dipakai menghabiskan waktu dengan bersantai, berayun dalam dekapan hammuk atau sekedar leyeh leyeh di pinggir pantai. Pulau Kelapa seolah merayu pengunjungnya untuk tinggal sejenak lebih lama.
Kondisi terumbu karang di sekitar pulau juga masih terjaga. Oleh pengelola pulau, disewakan peralatan snorkeling bagi yang ingin menikmati keindahan bawah air. Pada beberapa spot, ikan ikan kecil yang berwarna warni terlihat hilir mudik di antara sekumpulan batu karang.
***
Langit masih tampak temaram, matahari belum terlihat walau kehangatan sinarnya sudah mulai terasa. Pagi ini rencananya kami akan berkeliling teluk, berburu lumba lumba. Kami akan menumpang jukung, perahu tradisional masyarakat pesisir Lampung. Ukurannya tidak begitu besar, panjangnya sekitar lima meter dengan lebar yang tak sampai setengah meter. Kedua ujungnya dibuat meruncing ke atas, persis seperti ujung sepatu aladdin. Dua buah cadik penyeimbang terpasang di kedua belah sisinya. Jukung yang kami tumpangi ini bergerak dengan bantuan mesin tempel, terpasang semi permanen di tengah badan perahu.
Usai bersiap siap, di pagi yang masih setengah hati, jukung pun segera melaju. Memang pagi hari adalah momen yang tepat untuk melihat lumba lumba. Mamalia air ini akan mudah ditemui sedang beraktivitas di dekat permukaan air.
Pengemudi jukung kami cukup ahli dalam mengendalikan laju perahu, goyangan ombak tidak begitu terasa. Walau begitu, setalah hampir setengah jam berputar putar, hewan buruan kami masih nihil terlihat. Sampai akhirnya seekor satwa yang sering dikatakan sebagai sahabat manusia ini terlihat juga. Lumba lumba yang berukuran sekitar satu meter berenang cepat di dekat perahu kami.
Rupanya seekor lumba lumba yang tadi muncul adalah indikator dimulainya aktivitas pagi lumba lumba. Sejak kemunculannya yang pertama, sekumpulan lumba lumba yang lain pun segera ikut terlihat, berenang dengan riang di sekitar lokasi jukung kami berhenti.
Menurut si pengemudi perahu, biasanya kemunculan lumba lumba berakhir ketika matahari sudah mulai bersinar terang, sekitar pukul delapan atau sembilan pagi. Dan pada sekitar waktu tersebut, akhirnya jukung kami pun merapat kembali ke Pulau Kelapa, mengakhiri aktivitas perburuan pagi itu.
Tulisan oleh Anggafirdy
Foto dari Tim Perjalanan Lampung
Nice writing…
ikutin travelista aja Gan, sapa tau masuk di Media Indonesia.
Terima kasih apresiasinya mas, masih proses belajar terus ini.:)