Kisah Usang Klise Retorika
Awal mula cerita ini adalah ketika saya membaca buku tua yang ditulis pada tahun 1995 silam dan membaca literatur di dunia maya sekarang ini.
Dikatakan bahwa suatu negeri kepulauan yang luas, melimpah sumber dayanya, sederhana dan bersahabat rakyatnya, damai, nerimo, legowo, suka tolong menolong, dan tidak neko–neko. Setelah saya membaca buku tua –sekenanya– yang menggambarkan kerajaan besar dengan lambang merah putih pada kapal–kapal besarnya, saya jadi curiga, apakah nerimo, legowo, dan tidak neko–neko itu termasuk jati diri negara kita sekarang ini? Atau hanya buah dari pengkerdilan mental.
Mari Kita Lihat Kembali Pada Abad ke-16
“Bandar Tuban adalah bikinan alam yang pemurah,
disempurnakan oleh tangan manusia selama paling tidak
seribu tahun. Lautnya dalam dan dermaganya kokoh,
indah, juga bikinan alam, sepotong jalur karang yang
menjorok ke laut. Pedagang-pedagang Atas Angin menamai
bandar ini Permata Bumi Selatan.”
“Dahulu, di jaman kejayaan Majapahit, arus bergerak dari
selatan ke utara, dari Nusantara ke Atas Angin. Majapahit
adalah kerajaan laut terbesar di antara bangsa-bangsa
beradab di muka bumi ini. Kapal-kapalnya, muatannya,
manusianya, amal dan perbuatannya, cita-citanya – semua,
itulah arus selatan ke utara. Segala-galanya datang dari selatan.”
Terbelalaklah Kalian
“Ha! Mengantuk kalian terayun oleh keenakan-keenakan
masa lalu. Kalian, orang-orang yang telah kehilangan
harga diri dan tak punya cipta. Segala keenakan dan
kebanggaan itu bukan hak kalian. Bahkan membiakkan
pohon kelapa pun kalian tak mampu!”
Lanjutannya
“Majapahit jatuh. Sekarang orang tak mampu lagi
membuat kapal besar. Kapal kita makin lama makin kecil
seperti kerajaannya. Karena, ya, kapal besar hanya bisa
dibikin oleh kerajaan besar. Kapal kecil dan kerajaan kecil
menyebabkan arus tidak bergerak ke utara, sebaliknya, dari
utara sekarang ke selatan, karena Atas Angin lebih unggul,
membawa segala-galanya ke Jawa, termasuk penghancuran,
penindasan dan penipuan. Makin lama kapal-kapal kita
akan semakin kecil untuk kemudian tidak mempunyai sama sekali.”
Jangan Langsung Terbuai Riang
“Dengarkan!” perintah Senapati. “Telah aku baktikan
masa mudaku dan tenagaku dan kesetiaanku. Biar pun
hanya secauk pasir untuk ikut membendung arus balik dari
utara. Arus balik itu ternyata tak dapat dibendung.”
Daripada singa–singa muda berhati tikus tanpa cakar dan taring itu sibuk berteriak lemah mengkritik -mungkin sudah bukan masanya lagi berbuat cara seperti itu- mengapa tidak dengan cara yang lebih cerdas, yaitu berusaha mengingatkan siapa kita lewat apresiasi seninya, lewat pemikiran solusinya.
“Hujan jatuh membawa kesuburan. Dan keringat jatuh membawa kesejahteraan.”
Tulisan ini tanpa gambar, biarkanlah kata–kata yang menggambarkan.
Tulisan ini minim data, karena itulah ini disebut opini.
Tulisan ini tak perlu dipikirkan matang–matang untuk kalian yang masih tak punya semangat saudara dan menjatuhkan satu sama lain.
Dan semoga tulisan ini dapat mengubah arah haluan ribuan kapal yang tercecer tanpa tahu arah.
Menulis membutuhkan keberanian kawan. Karena memang benar apa yang sudah dikatakan tetua kita bahwa gaung kata-kata yang dituliskan lebih lama, dari pada desingan peluru, bahkan bom sekalipun.
Yang masih punya kesempatan dan kekuatan, berlarilah. Lari untuk mengejar, bukan menghindar. []
Oleh Galih Pandu Buana
Kutipan Diambil dari Arus Balik (1995) – Pramoedya Ananta Toer
Wiranggaleng pun yang seorang pegulat kampung akhirnya menjadi patih tuban… saat itu adipati mengkhianati pati unus dan wiranggaleng..arus balik dari utara itu tak dapat dibendung.. sedikit kutipan yang teringat
sebuah gambaran bagi seseorang yang bukan siapa siapa menjadi ternama merupakan sebuah klise di nusantara sekarang dimana seseorang yang mencapai puncaknya harus dengan menjilat, mencari nama, menyogok dan menyingkirkan orang lain…
sebuah bacaan yang direkomendasi pada mahasiswa yang mencintai persatuan dalam berorganisasi bukan perpecahan…
Memang dapat dsimpulkan dr banyak sudut pandang,,tapi yg saya rasakan adalah tamparan dan kritikan sengit yang telah di ramalkan sejak dulu kala
itu judulnya Kisah atau Kisang?
Judulnya : kisang usah retorikang
“kisah”, iyak salah td judulnya Pak
sip Nuhun