Menikmati Keindahan Danau Gunung Tujuh

Related Articles

Tulisan ini merupakan lanjutan cerita perjalanan sebelumnya bersama Bolenk dan Memet ketika mendaki Gunung Kerinci.

Danau Gunung Tujuh

Usai mendaki Gunung Kerinci, gunung berapi tertinggi di Indonesia, kami melanjutkan perjalanan ke Danau Gunung Tujuh. Danau air tawar ini berada di Desa Pelompek, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi dengan ketinggian 2.010 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Kadus Baru Ulu Jernih

Perjalanan dari Tugu Macan menuju Desa Pelompek hanya berjarak sekitar tiga kilometer yang bisa ditempuh menggunakan angkutan  setempat yang berwarna biru. Setibanya di Desa Pelompek kami menyempatkan diri singgah di rumah Kepala Dusun (Kadus) Baru Ulu Jernih (RT setempat) untuk beristirahat sejenak karena memang perjalanan ke Gunung Kerinci kemarin cukup melelahkan.

Pemandangan Gunung Kerinci dari Desa Pelompek
Pemandangan di Sepanjang Jalan Desa Pelompek

Dari Desa ini kita bisa melihat dengan jelas keindahan Gunung Kerinci, karena memang jarak desa ini cukup dekat dengan Gunung Kerinci. Setiap kali Gunung Kerinci sedang dalam status aktif pastilah penduduk Desa Pelompek ini akan selalu diungsikan.

Mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa Pelompek adalah berkebun dan bertani. Makanan sehari-hari mereka yaitu nasi berlauk kentang dan sambel yang sangat nikmat rasanya. Masyarakat di sana pun sangat ramah. Pemandangan sekitar juga masih sangat alami. Birunya langit, aliran air di sepanjang pinggiran jalan, dan juga warna hijau padi merupakan pemandangan yang sangat langka yang tidak akan kita dapatkan di kota.

Aliran Air di Sepanjang Pinggiran Sawah

Setelah bersinggah dua hari di rumah Pak Kadus kami meneruskan perjalanan ke Danau Gunung Tujuh. Dari pintu masuk Danau Gunung Tujuh kami dikenakan biaya tiket sebesar Rp 3.000,00 ;ini sudah termasuk biaya asuransi jiwa.

Untuk mencapai danau kami harus mendaki selama tiga jam dari pintu masuk Gunung Tujuh. Awal pendakian akan terlihat pemandangan Gunung Kerinci dan perkebunan sayur. Setelah itu jalur mulai menanjak dan berakar. Setelah sampai di puncak Gunung Tujuh, kami harus menuruni gunung sekitar sepuluh menit dengan menapaki jalur yang sangat curam dan berakar.

Pemandangan Danau di Senja Hari

Namun, sesampainya di danau, semua keletihan akan langsung terbayar. Pemandangan danau yang seperti laut ini membuat kami terperangah sesaat. Tidak ada pengunjung selain kami saat kami tiba di danau. Danau yang luas ini serasa seperti danau pribadi milik kami. Meskipun kabut tebal berterbangan di atas danau namun suara gemuruh air terjun dan suara kera sudah cukup melengkapi kepuasan kami saat menapaki Danau Gunung Tujuh ini.

Sesuai namanya danau ini dikelilingi oleh tujuh gunung, yaitu Gunung Hulu Tebo (2.525 mdpl), Gunung Hulu Sangir (2.330 mdpl), Gunung Madura Besi (2.418 mdpl), Gunung Lumut yang ditumbuhi berbagai jenis lumut (2.350 mdpl), Gunung Selasih (2.230 mdpl), Gunung Jar Panggang (2.469 mdpl), dan Gunung Tujuh (2.735 mdpl). Perkiraan kami di beberapa gunung ini terdapat sumber air, yang menyebabkan air di danau ini tidak pernah habis.

Mencari Kayu Bakar di Seberang Danau

Setelah mendirikan tenda kami berjalan menyusuri danau. Tanpa disengaja kami menemukan sampan milik nelayan, langsung saja kami membawanya ke depan tenda kami. Sampan ini kami gunakan untuk mencari kayu bakar di seberang danau, karena untuk mencari kayu di dataran ini sangat sulit, bahkan ketika kami kembali ke puncak pun kayu bakar masih sulit untuk ditemukan.Hal ini disebabkan vegetasi hutan tropis Taman Nasional Gunung Kerinci yang basah.

Ikan Pertama yang Kami Dapat

Memancing menjadi pilihan kami saat berada di sana untuk dijadikan menu tambahan makanan kami. Benar saja,baru beberapa saat menaruh umpan, Bolenk sudah mendapatkan empat ekor ikan. Meskipun ikannya tidak terlalu besar tapi lumayanlah untuk dijadikan lauk malam ini.

Skipper Kami Saat Menyeberangi Danau

Hari kedua pun datang. Karena kami penasaran dengan daratan pulau di seberang danau ini, maka kami memutuskan untuk mengarungi danau ini dengan menggunakan sampan yang kami temukan kemarin. Suara gemuruh kera dan hujan rintik-rintik menemani perjalanan kami ke seberang danau.

Foto di depan rumah semi permanen milik nelayan setempat

Tak di sangka,setelah tiba, ternyata banyak rumah semi permanen yang sepertinya sering digunakan para nelayan untuk bersinggah. Bahkan ada beberapa rumah yang pintunya masih tergembok. Namun ada pula beberapa rumah yang terbuka.Karena cuaca saat itu hujan sedang turun dengan lebat,langsung saja kami memasukinya untuk berteduh beberapa saat. Setelah empat jam “pengarungan” akhirnya kami memutuskan kembali ke tenda.

Sekitar pukul dua siang kami beranjak pergi dari Danau Gunung Tujuh ini. Dua jam perjalanan kami lalui untuk tiba kembali ke Desa Pelompek. Kemudian perjalanan kami lanjutkan kembali ke Bandung menggunakan bus dari Padang selama tiga hari dua malam.

Foto Bersama Pak Kadus

Cukuplah puas dengan perjalananku yang hampir satu bulan ini. Terima kasih kepada Pak Kadus Ulu Jernih karena telah berbaik hati memberi tempat persinggahan kami selama dua hari.

Pemandangan Danau di Siang Hari Saat Berkabut

Suatu kebanggaan bagi negaraku mempunyai danau air tawar tertinggi di Asia Tenggara. Saatnyalah bagi kita, rakyat Indonesia untuk menjaga dan melestarikannya.

Tulisan oleh Arnan Tri Arminanto
Foto oleh Tim Pendakian Gunung Kerinci Astacala 2011

Comments

  1. Kalau diinget-inget,
    kalau dipikir-pikir,
    gak nyangka udah pernah menyinggahi tempat itu,
    serpihan surga yang tercecer di bumi Indonesia.
    Keep exploring,guys..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Caving di Sukabumi

Astacala News, Bandung - Pada hari Sabtu tanggal 5 Mei 2007 tepatnya jam 08.00 pagi, Tim Caving Astacala memberangkatkan 3 orang perwakilannya yaitu Onie,...

Barisan Putri Tidur, Sabana di Gunung Butak

Hawa dingin yang ada di padang sabana Gunung Butak pada malam hari tak mengecilkan niat kami untuk mendirikan tenda dan bermalam di sana selama...

Tambora (Bagian 3: Kenapa Tambora)

"Bli. Kenapa memilih untuk mendaki Gunung Tambora?" tanya Abdul pada saya. "Karena belum pernah" begitu saya menjawab. Cukup singkat dan jelas. Sejenak, kami sama-sama...