Bandung, Manusia, dan Emisi Kendaraan

Zaman dahulu, saat kendaraan masih berupa delman dan becak, Bandung merupakan salah satu kota ternyaman di Indonesia. Terletak di daerah beriklim tropis, suhu rata-rata 18°-22° dan kelembaban 80%, matahari bersinar terik, dan angin bertiup sepoi-sepoi menjadi ciri khas Bandung. Hmm, tinggal di Bandung serasa surga. Aktivitas bekerja warga Bandung yang mencakup petani, pedagang, dan pegawai terasa cukup santai. Kembali jauh kepada masa lalu, Bandung dirancang (ketika pembangunan di zaman Belanda) menjadi kota yang memiliki fungsi sebagai tempat beristirahat bagi para petinggi Belanda, untuk keluar dari penatnya aktivitas di pusat Batavia. Transportasi yang ada saat itu pun hanya kuda dan sepeda. Lama kelamaan, seiring dengan pertambahan penduduknya, becak dan delman mulai banyak dipergunakan.

Padatnya kendaraan bermotor yang parkir di IT Telkom saat jam kuliah
Padatnya kendaraan bermotor yang parkir di IT Telkom saat jam kuliah

Namun, ketika zaman mulai berubah menjadi era yang dinamis, dimana banyak investor yang datang ke Bandung, aktivitas bekerja mulai berkembang dalam sektor barang dan jasa. Mulai digunakan kendaraan bermotor sebagai alat transportasi, baik masal maupun personal. Lambat laun, pergeseran penggunaan alat transportasi digantikan sepenuhnya oleh kendaraan bermotor, misalnya mobil, motor, bus, dan truk, sehingga delman dan becak menjadi alat transportasi minoritas yang hanya ada di beberapa daerah.

Pergeseran transportasi ini memiliki berbagai akibat positif maupun negatif. Seperti yang sering dikabarkan di media-media, adanya berbagai alat transportasi memudahkan pergerakan manusia-manusia, terutama masyarakat Bandung yang saat ini bekerja pada berbagai bidang dan membutuhkan kecepatan untuk menuju berbagai tempat. Masyarakat tinggal memilih alat transportasi masal dan personal yang akan digunakan.

Efek negatif dari perkembangan alat transportasi ini yaitu emisi gas rumah kaca, kemacetan jalan raya, bertambahnya kebutuhan akan bahan bakar minyak, dibutuhkannya pelebaran jalan, dan sebagainya. Lebih spesifik lagi, hal negatif yang paling terasa adalah emisi gas rumah kaca yaitu CO2.

Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang berbahan bakar bahan bakar minyak (BBM) yang telah diolah menjadi bensin premium, solar dan lain-lain. Pembakaran BBM tersebut menghasilkan gas Carbon Monoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), partikulat debu termasuk timbel (PB).  Beberapa bahan kimia tersebut memang tidak membahayakan, namun jangka panjangnya, beberapa bahan kimia tadi menumpuk di atmosfer, dan akibatnya terjadi efek rumah kaca, hujan asam, dan debu.

Di samping itu,  adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical smog). Smog ini dapat berkumpul di Kota Bandung dan pinggiran Kota Bandung.

Apa akibatnya untuk makhluk hidup?

Kumpulan zat kimia berbahaya ini kemudian dapat mencemari lingkungan. Tanah, sungai, sumber air, dan udara yang tercemar oleh kumpulan zat kimia yang dihasilkan oleh zat kimia yang tidak sepenuhnya  dapat dinetralkan oleh lingkungan sendiri. Kemudian, manusia menanam tanaman di atasnya, dikonsumsi oleh hewan ternak, dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia itu sendiri. Air ikut terkontaminasi oleh zat kimia berbahaya, yang berakibat terjadinya berbagai penyakit, seperti gangguan pencernaan, menumpuknya zat kimia di ginjal, hati, gangguan pernapasan, dan kanker.

Akumulasi dari emisi kendaraan bermotor di udara, menciptakan udara kotor,  memicu agresivitas tinggi, yang diakibatkan zat-zat kimia tersebut masuk kedalam tubuh. Manusia mudah marah, emosi, dan turunnya kecerdasan. Contoh yang paling terlihat jelas adalah di Bandung bagian Timur, misalnya jalan Soekarno Hatta. Banyaknya emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor di daerah ini menjadikan para pengguna jalan merasa pengap, lelah, dan mudah marah.

Sebenarnya, emisi tidak saja dihasilkan dari kendaraan bermotor, tetapi juga dari asap hasil industri. Namun, ada baiknya mengurangi emisi yang dikeluarkan, agar udara yang kita hirup bisa lebih bersih. Hal tersebut sangatlah mudah, yaitu kurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan gunakan kendaraan umum. Selain itu, jangan menggunakan kendaraan bermotor untuk menuju tempat yang dekat. Cukup berjalan kaki atau bersepeda pun sudah mengurangi emisi kendaraan, selain itu badan pun sehat karena bergerak.

Presiden sendiri sudah mengeluarkan peraturan tentang penurunan emisi dalam bidang transportasi dengan beberapa kebijakan diantaranya Peningkatan penghematan energi, penggunaan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching), Peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT), pemanfaatan teknologi bersih baik untuk pembangkit listrik,dan sarana transportasi, pengembangan transportasi masal nasional yang rendah emisi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Diharapkan dengan kebijakan tersebut, total penurunan emisi mencapai 41%.

Ayo, gunakan kendaraan bermotor dengan bijak!

Tulisan oleh Widi Widayat

Foto oleh Divisi Lingkungan Hidup Astacala

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *