Menyapa Mahameru “Puncak Abadi Para Dewa”

Gunung Semeru dengan Puncak Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3676 mdpl. Gunung Semeru terletak di Propinsi Jawa Timur (8°06′ LS, 120°55′ BT) dan dapat ditempuh dari Lumajang dan Malang. Mahameru juga dikenal sebagai “puncak abadi para dewa” sebab menurut legenda kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuno Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa.

Ranu Kumbolo - 2400mdpl

Gunung Meru dianggap sebagai rumah tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung di antara bumi (manusia) dan kayangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan mahluk halus. Menurut orang Bali, Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji itu orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta suci. (source : wikipedia )

Reputasi Gunung Semeru yang masih sangat aktif dan tak sedikit menewaskan banyak pendaki yang mencoba menaklukkannya membuat pesona Gunung Mahameru semakin kuat bagi kebanyakan orang. Tak jarang karena resiko yang cukup besar, dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menutup jalur ke puncak, dimana para pendaki hanya disarankan mendaki hingga Pos Kalimati.

And the Journey has Begun, 16 September 2010

Perijinan dilakukan di Tumpang dan Ranupane. Administrasi yang harus dilengkapi saat perijinan di Tumpang adalah sebagai berikut.
1.  Fotocopy KTP atau KTM untuk mahasiswa (2 lembar).
2.  Surat keterangan berbadan sehat dari dokter (2 lembar).
3.  Membayar tiket masuk seharga Rp 5750 untuk pelajar/mahasiswa dan Rp 7000 untuk umum.
Bila membawa kamera akan dikenakan biaya Rp 5000/kamera. Dari sana akan diberikan surat jalan yang nantinya diberikan ke pos perijinan di Ranupane. Di pos perijinan ini juga kita dapat membeli souvenir berupa stiker, pin, gantungan kunci dan kaos Gunung Mahameru. Souvenir juga tersedia di Ranu Pane apabila tak sempat/lupa membeli di sini.

Perjalanan dari Tumpang ke Ranupane (08°00’ 52” LS, 112°56’ 43” BT) ditempuh selama kurang lebih 3 jam. Alat transportasi yang digunakan dapat berupa Jeep dengan biaya Rp 30.000,-/orang atau menggunakan truck seperti yang kami lakukan dengan biaya yang sama. Truk yang kami gunakan adalah milik Mas Pras. Mas Pras sendiri sudah 10 tahun menyetir truck untuk mengantar sayur dan para pendaki dari Tumpang ke Ranupane.

Truck & Kantor Perijinan - Tumpang
Bila menggunakan Jeep

Dari Ranupane ke Ranukumbolo (08°00’ 52” LS, 112°56’ 43” BT) memiliki jalur yang landai dimana disaat awal bertemu dengan jalan setapakdengan paving block hingga Pos 1 lebih sedikit. Empat buah shelter kami lewati hingga akhirnya bertemu Ranukumbolo saat hari sudah gelap. Cukup kecewa karena kami sempat terhambat karena hujan yang cukup deras mengguyur kami selama perjalanan menuju shelter 3. Di sini kami beristirahat sambil membuat minuman hangat yang ternyata membuatku berkali kali tersenyum dalam hati karena teringat akan Pendidikan Dasar (Pendas) saat seleksi penerimaan anggota baru Astacala, keadaan pasti selalu hujan sebab kegiatan ini memang sengaja kami lakukan di musim hujan untuk menggembleng mental calon-calon penerus nafas Astacala. Tak jarang Sondang menggerutu dan berkata “Duh kayak Pendas saja”. Jujur aku katakan ini jalan-jalan naik gunung pertama yang kulewati dengan diguyur hujan lebat dan lama. Perjalanan ke puncak-puncak gunung sebelumnya, saat cuaca kurang bagus paling buruk ya kabut dan angin disertai gerimis, karena memang belum pernah aku set jalan-jalan naik gunung saat musim hujan. Untuk Gunung Semeru sendiri, perjalanan terbaik dilakukan pada bulan Juli – September,  jadi kalau menurut yang sudah-sudah, seharusnya pada bulan ini (September) cuaca di Semeru adalah cerah. Namun karena cuaca di Indonesia memang sedang tidak seperti biasanya, maka jadilah suasana Pendas terasa sangat akrab kami rasakan saat itu.

Perjalanan ke Ranukumbolo seharusnya dapat ditempuh sekitar 3 – 4 jam, namun karena hujan yang sangat serius dan perjalanan yang cukup santai, kami pun tiba di Ranukumbolo saat langit sudah gelap dan rintik hujan masih terus menyertai derap kaki kami saat mendirikan camp. Malam itu tidak begitu indah sebab Ranukumbolo diselimuti kabut sehingga kami tak dapat menikmati langit cerah dengan bintang-bintang.

Pukul lima pagi aku terbangun dan bergegas melihat keluar tenda untuk melihat matahari terbit di sela-sela bukit. Kurang beruntung, saat itu kabut sangat tebal menyebabkan sekitar bukit dan danau tertutup kabut. Matahari berangsur-angsur naik dan memberikan hangatnya, namun tak jarang hembusan angin lembah yang menghampiri kami membuat kami kembali menggigil. Indah dan anggun, Ranukumbolo yang menawan.

Kabut Ranu Kumbolo
Ranu Kumbolo
Reflection on Ranu Kumbolo

Pukul sepuluh pagi kami bergerak menuju Pos Kalimati (08°05’ 15” LS, 112°55’ 02” BT), di mana dari Ranukumbolo kita harus melewati bukit untuk menuju Sabana Oro Oro Ombo, untuk melewati bukit itu kita harus melewati tanjakan cinta, yang konon katanya apabila seseorang yang melewati tanjakan cinta tanpa beristirahat dan menoleh kebelakang, dipercaya cintanya akan abadi.

“Lantas bagaimana bila orang yang naik itu sedang jomblo?” tanya salah seorang dari kami. Dengan cepat terdengar jawaban : “Ya, jomblo mu abadi !!”.

Entah benar atau tidak, aku pun seakan tidak ingin menoleh kebelakang saat berada di tanjakan cinta. Seakan ingin menghormati mitos yang ada aku pun menoleh kebelakang saat sudah berada di puncak tanjakan dan melihat betapa indahnya hasil karya Tuhan untuk umatnya, Ranukumbolo. Suasana yang indah dan cuaca yang sejuk membuat kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di atas bukit sambil menikmati indahnya danau. Aku yakin kami semua yang berada disana merasa sangat beruntung bisa melihat ini semua secara langsung.

Trek jalur ke Pos Kalimati boleh dibilang cukup nyaman. Selain landai, pemandangan yang disajikan juga sangat indah dan membuat khayal melayang jauh. Tak jarang kami melihat Puncak Mahameru meletus mengeluarkan wedus gembelnya yang terkenal itu. Sayang sekali aku tidak sempat mengabadikan moment tersebut karena cuaca yang terkadang gerimis membuat DSLR yang rencananya ingin aku taruh di luar harus diam didalam dryback di dalam carrier.

Shelter Kalimati
Menuju Sumber Mata Air

Berbeda dengan hari sebelumnya, kami bergerak cukup stabil dan tidak terlalu banyak istirahat. Kami sampai di Pos Kalimati pukul tiga sore. Terlihat banyak pendaki yang sudah mendirikan camp disekitar shelter sehingga kami memilih mendirikan camp sedikit lebih jauh dari shelter.

Tak jauh dari pos, ada Sumber Mani, mata air. Menurut informasti dari pendaki lain, untuk sampai ke mata air dapat ditempuh dengan waktu 10 menit ke arah barat, sekitar 30 menit pergi – pulang. Kami sendiri tidak sempat menengok Sumber Mani tersebut karena sebelumnya tak ada dari kami yang pernah Gunung Semeru, maka kami memilih untuk safety dengan menyiapkan air dari Ranukumbolo untuk menghindari kemungkinan tidak menemukan sumber air atau sampai ke lokasi terlalu malam.

Pukul 21:00 segala persiapan ke puncak sudah selesai kami siapkan. Pukul 23:00 rencana kami ke puncak terpaksa tertunda karena cuaca yang berkabut disertai gerimis hujan dan angin yang cukup kencang.  Cuaca yang buruk membuat kami kembali istirahat sambil memonitor keadaan cuaca yang kami harapkan akan berubah cerah. Tak disangka kami ketiduran dan terbangun oleh panggilan dari Marmut, anggota Astacala, yang berbeda tim dari kami. Ia hendak menuju puncak dan menghapiri tenda kami.

Ternyata sudah jam 01.50, dan langit sangat cerah, bintang-bintang terlihat berhamburan di langit seakan akan tidak ada ruang lagi yang tersisa. Bergegas kami bersiap untuk menuju puncak sebab pendakian ke puncak Mahameru maksimal dilakukan hingga pukul 10.00 sebab dikhawatirkan setelah jam tersebut asap beracun yang dikeluarkan dari letusan kawah Jonggring Saloko akan mengarah ke puncak. Kami sepakat pendakian maksimal dilakukan hingga pukul 09.00 – 09.30. Pukul 02.30 kami start dari camp menuju Puncak Mahameru dan akhirnya saat yang ditunggu tunggu itupun tiba, kami semua berhasil menyapa Puncak Mahameru, puncak abadi para dewa yang terkenal itu.  Nampaknya para dewa menerima kehadiranku di sana sebab cuaca yang tadinya berkabut seketika menjadi cerah. Aku bahkan dapat melihat dengan jelas bibir pantai di sebelah selatan dan bibir Kawah Jonggring Saloko. Sayonara Mahameru, entah kapan bisa menyapamu kembali.

Puncak 3676 Mdpl

Rencananya sore itu kami akan menuju Ranukumbolo namun cuaca ternyata berkata lain, hujan lebat mengguyur kami lagi yang saat itu sudah siap berangkat dengan carrier masing-masing. Dengan berbagai pertimbangan kami pun tidak melanjutkan perjalanan ke Ranukumbolo dan kembali mendirikan camp di Kalimati. Ternyata kami jauh lebih beruntung bisa mencapai puncak sesuai dengan waktu yang diinginkan, sebab malam saat kami memutuskan untuk camp kembali di Kalimati karena hujan lebat disore hari ternyata berlanjut hingga esok pagi jam 08.00. Salah satu team yang ngecamp di samping camp kami bercerita, bahwa saat dini hari mereka nekad menerobos hujan lebat dan badai untuk menuju puncak, namun akhirnya mereka memutuskan kembali setelah terjadi hujan es di Arcopodo. Tidak ada pendaki yang ke puncak hari itu, mereka berencana mencoba peruntungan kembali esok harinya.

Saat perjalanan pulang cuaca sangat bersahabat, cerah, tanpa kabut atau pun gerimis hujan. Kami sampai di Pos Perizinan sekitar pukul 18.30, jadi waktu perjalanan kami sekitar 7 jam dari Kalimati – Ranupane. Di sana sudah menunggu Mas Pras sang pemilik truk sayur yang menjemput kami. Beliau sudah menunggu kami sejak pagi sebab sebelumnya kami mengatakan akan sampai di Ranupane siang hari. Sesampai di Tumpang, kami kembali menginap di rumah Mas Pras yang memang sering ditempati para pendaki.

Bersama Mas Pras-Tumpang

Gunung Semeru, sosok yang gagah dengan puncak yang tidak mudah ditaklukkan, namun juga feminis dengan Ranu Kumbolo yang menawan.

Thanks to all team for our journey to say hello to Mahameru : Monop, Cirit, Kresna, Pinan, Sondang, Ellya, Bram dan Evalin. (http://jejakperjalanan.blogspot.com)

Tulisan dan Foto oleh Vonny Franciska Pinontoan (A-063-KF)

One thought on “Menyapa Mahameru “Puncak Abadi Para Dewa”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *