Peduli Cikapundung

Peduli Sungai Cikapundung

Menyambut Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April tahun ini, sebuah panitia dibentuk dengan tujuan menanggapi rusaknya lingkungan yang secara “konsisten” menerpa bumi kita, khususnya di daerah sekitar kita sendiri yaitu Sungai Cikapundung.  Acara “Peduli Sungai Cikapundung” adalah salah satu bentuk kampanye yang berhubungan dengan peduli lingkungan, yang secara umum bertujuan mengajak masyarakat untuk berpikir bagaimana cara memperlakukan sungai dengan baik dan benar sehingga dalam kehidupan sehari-hari manfaat yang terdapat pada sungai tersebut dapat diambil dan membantu mengurangi bencana banjir yang sering terjadi secara berkelanjutan.

Di zaman sekarang saat masyarakat terfokus pada industrialisasi di berbagai sektor, frekuensi bencana menempati urutan pertama pelayanan langsung terhadap manusia. Terpusatnya perhatian manusia terhadap Sumber Daya Manusia membuat semakin menurunnya kualitas Sumber Daya Alam, kenyataan yang dualistik ini senantiasa menuntut keselarasan untuk memutarkan kehidupan sejahtera seiring dengan kehendak alam. Alam tidak hanya objek bagi manusia tetapi juga merupakan subjek yang otonom. Dalam pandangan Descartes dan Newton pada abad 17 bahwa dunia merupakan mesin raksasa laiknya arloji yang memaksa seluruh aktivitas kehidupan menjadi mekanis menutup potensi-potensi organis dalam kehidupan.

Berbeda dengan fisikawan F. Capra yang menepis bahwa dunia bukan merupakan mesin tapi merupakan kesatuan organis yang terus tumbuh secara otonom dari masing-masing organisme sehingga terjadi dinamika kehidupan ( evolusi ) ia berpendapat bahwa ” … Mesin itu di bangun tetapi organisme itu tumbuh  berarti pemahaman organisme harus berorientasi pada proses ”.

Entah siapa yang benar dan yang salah, pada kenyataannya kita berbicara tentang alam. Apakah alam akan mengubah mekanisme atau siklus perjalanannya? Misalnya, apakah bumi berhenti berputar apabila manusia yang merupakan makhluk penghuninya menggali permukaannya hingga puluhan kilometer untuk menemukan sumber minyak? Apakah air akan berubah mengalir ke tempat yang lebih tinggi apabila manusia membuang limbah berbahaya ke dalamnya? Atau apakah spesies pohon akan berhenti tumbuh karena senantiasa ditebang dan digunakan sebagai bahan baku perabotan? Alam akan tetap menjalankan siklusnya walau apapun terjadi, dalam hal ini keseimbangan bentuk kehidupan harus berjalan. Memperlakukan sumber daya alam selayaknya simbiosis mutualisme adalah perilaku ideal, namun kearifan sikap terletak pada diri sendiri.

Di daerah kabupaten Bandung khususnya daerah aliran sungai ( DAS ) Citarum sering mengalami banjir. Pada saat musim hujan ataupun tidak kondisi tersebut menarik semua perhatian baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Semuanya merumuskan kondisi yang lebih baik dengan mindset masing-masing namun belum menghasilkan upaya kearah yang lebih baik. Lagi-lagi kesadaran masyarakat menjadi kambing hitam untuk setiap upaya yang dilakukan jika tidak berhasil. Rendahnya kualitas air yang kian cepat memotong siklus air, organisme yang lama berevolusi menjadi organisme baru yang siap beradaptasi dengan alam, sudah siapkah kita jika alam sendiri dan bukan manusia yang merubahnya ?

Dalam masyarakat indonesia yang masih memegang tradisi lokal, alam merupakan ibu yang melahirkan kehidupan. Memperlakukan dan menjaga kelestariannya secara sakral melalui ritual-ritual atau proses budaya merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada alam yang sangat mendalam karena sadar bahwa hidup didunia tidak pernah bisa lepas dari alam.

Menyambut Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April tahun ini, sebuah panitia dibentuk dengan tujuan menanggapi rusaknya lingkungan yang secara “konsisten” menerpa bumi kita, khususnya di daerah sekitar kita sendiri yaitu Sungai Cikapundung.  Acara “Peduli Sungai Cikapundung” adalah salah satu bentuk kampanye yang berhubungan dengan peduli lingkungan, yang secara umum bertujuan mengajak masyarakat untuk berpikir bagaimana cara memperlakukan sungai dengan baik dan benar sehingga dalam kehidupan sehari-hari manfaat yang terdapat pada sungai tersebut dapat diambil dan membantu mengurangi bencana banjir yang sering terjadi secara kontinu.

Kegiatan yang bernama “ Peduli Sungai Cikapundung “ ini diadakan selaras dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan Program Kerja Dewan Pengurus ASTACALA 2009-2011 Bidang Lingkungan Hidup.  Adapun pelaku kegiatan antara lain seluruh anggota Astacala, mahasiswa IT Telkom dari berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa, dan masyarakat sekitar kampus IT Telkom.

Maksud dan tujuan diadakannya kegiatan ini antara lain untuk membangkitkan animo masyarakat umum dan mahasiswa sekitar bantaran Sungai Cikapundung untuk menjaga kebersihan sungai dan lingkungan sekitarnya, menyadarkan masyarakat sekitar bantaran sungai Cikapundung bahwa budaya membuang sampah ke sungai dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, dan mempererat tali silaturrahmi antar mahasiswa IT Telkom maupun mahasiswa IT Telkom dan masyarakat sekitar melalui kegiatan ini.

Kegiatan Peduli Sungai Cikapundung ini dilaksanakan secara berangkai selama seminggu penuh dari tanggal 19-24 April 2010.  Dimulai dari lomba mewarnai yang akan diadakan di berbagai SD di sekitar kampus.  Lomba yang bertemakan “Sungai Cikapundungku” ini diharapkan bisa menumbuhkan kepekaan peserta terhadap kebersihan lingkungan sekitar sejak dini.

Selanjutnya, Kampanye Eksternal Hari Bumi akan dilakukan oleh Panitia Peduli Cikapundung (Astacala) bersama perwakilan BEM dan ketiga Himpunan Mahasiswa (HIMATEL, HMIF, dan HMTI).  Keempat elemen mahasiswa ini bersama-sama akan terjun ke perkampungan warga sekitar kampus untuk membagikan dan menempelkan sticker Peduli Cikapundung. Satu orang akan membagikan 4 stiker ke warga.

Di hari berikutnya, berlanjut dengan kegiatan Kampanye Internal Hari Bumi yang khusus dilakukan di dalam kampus IT Telkom.  Kain putih akan dibentangkan sepanjang koridor gedung B (gedung kuliah).  Kain yang berjudulkan “Sekarang Hari Bumi (22 April) Lho… Apa Yang Akan Kita Lakukan Untuk Bumi Kita Tercinta?” ini diperuntukkan sebagai media bagi seluruh mahasiswa untuk menuliskan satu hal yg harus kita lakukan untuk menjaga kelestarian bumi dari segala ancaman pengrusakan lingkungan. Seluruh anggota Astacala akan dikerahkan pada kegiatan ini untuk mengajak sebanyak-banyaknya teman mahasiswa menuliskan kalimat mereka sendiri.  Nah, kain yang nantinya akan penuh sesak dengan tulisan-tulisan berharga itu bukannya akan tanpa manfaat ke depannya. Kain itu dapat kita bentangkan lagi di kemudian hari (bisa di 3 bulan berikutnya, 6 bulan berikutnya, atau di Hari Bumi tahun-tahun mendatang) untuk mengingatkan kita apakah kita sudah melakukan hal yg telah kita tuliskan sendiri di kain keramat itu atau belum…

Acara yang akan menutup rangkaian kegiatan ini adalah Pemutaran Film (Layar Tancap) yang akan dilaksanakan di lapangan sepak bola IT TELKOM.  Mengingat strategisnya letak lapangan sepakbola yang mudah dijangkau oleh mahasiswa dan warga sekitar kampus, maka diharapkan akan semakin banyak yang akan datang di acara ini.  Konsep yang diambil adalah layar tancap yang sudah lama merakyat di Indonesia.  Film Warkop  dipilih dengan maksud supaya warga dan mahasiswa tertarik untuk berbondong-bondong hadir. Sebelum itu, film pendek yang berisi iklan layanan masyarakat akan ditampilkan di awal acara sehingga secara langsung akan ditonton dan dipahami tentang maksud dan tujuan kegiatan ini diadakan.  Warga sekitar kampus tentu akan lebih tertarik dengan konsep ini dibandingkan dengan penyuluhan-penyuluhan formal yang relatif lebih membosankan. []

Oleh Tim Redaksi Astacala

4 thoughts on “Peduli Sungai Cikapundung

  1. kegiatan yang positif anak muda! <br />walaupun terbilang sederhana, semoga bermanfaat bagi lingkungan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *