Senandung Memori Caving di Nusakambangan

Related Articles

{nl}

Dalam kegiatan eksplorasi suatu gua kita tidak lagi hanya memfokuskan pada kondisi dalam gua, tapi kita mungkin juga menyentuh kehidupan penduduk disekitar gua itu sendiri, adakah interaksi antara penduduk dengan gua dan sosial budaya penduduk sekitar.

Penduduk Nusakambangan barat yang kami temui kebanyakan berasal dari tanah Pasundan sehingga berbahagialah teman-teman yang menguasai bahasa sunda. Penduduknya pun sangat ramah-ramah dan baik hati, pengalaman kami dihari terakhir di Nusakambangan, camp kami kedatangan beberapa warga yang kemudian kami berbincang cukup lama juga.

[more]

{nl}

Disaat mendengar Nusakambangan mungkin ditelinga kita tempat tersebut tidak asing lagi. Asing disini dalam arti bahwa banyak diantara Organisasi Pecinta Alam (OPA) di Jogja yang sudah pernah melakukan kegiatan, baik yang berskala besar seperti ekspedisi maupun skala kecil seperti diklat lanjutan.

 

Nusakambangan merupakan bagian dari Kabupaten Cilacap, pulau yang masih kaya dengan hutannya walaupun rata-rata tidak terlalu dalam. Tanah di Nusakambangan berjenis kapur dan memiliki solum (Tingkat ketebalan) yang tipis sehingga terdapat kemungkinan gua-gua di sini memiliki keunikan yang tersendiri dan menggelitik kita untuk menelitinya lebih lanjut.

 

Bulan November 2003 kami memutuskan untuk melaksanakan Gladimadya (Diklat Lanjutan) penelusuran gua di Pulau Nusakambangan dengan membawa misi yaitu eksplorasi dan pemetaan gua di Nusakambangan terutama di gua-gua yang belum dipetakan. Untuk mengetahui gua mana saja yang sudah dipetakan, kami meminta data gua yang sudah dipetakan dari BAKESBANGLINMAS Cilacap.

 

Tim kami terdiri dari sembilan orang yang antara lain Umi, Anto, Sanni, Tulus, Lasmini, Tantri, Ika, Lavie dan Bang Gentur. Dengan jumlah peserta dikjut 8 orang dan pendamping 1 orang berbagai persiapan mulai kami lakukan, mulai dari pembagian kerja pada tiap anggota tim sampai plotting target pergerakan di kalender. Aneka macam try out mulai kami lakukan bersamaan dengan pencarian dana yang merupakan salah satu unsur yang paling vital demi terlaksananya kegiatan ini. Bidang perijinanpun tidak mau ketinggalan ikut start lebih awal demi mendapatkan surat rekomendasi kegiatan dan surat ijin melakukan kegiatan di Nusakambangan.

 

Ternyata urusan perijinan membutuhkan kesabaran dan ketelatenan karena berdasarkan pengalaman kami untuk mendapatkan ijin dari Departemen Kehakiman Jateng membutuhkan waktu yang lama dan harus bolak-balik menanyakan perkembangannya.

 

Akhirnya kami berangkat kelapangan tanggal 3 Maret 2004 yang itu sudah molor beberapa hari dari schedull semula. Tim advance telah berangkat tanggal 29 Februari untuk menyelesaikan perijinan di Cilacap terlebih dahulu.

 

Sesuai dengan rencana, kami akan memetakan empat gua yang terletak di Nusakambangan bagian barat adapun guanya yaitu Gua Macan, Gua Kalen suket, Gua Bale bahas dan Gua Hadap-hadapan. Dari Jogja kami naik bus menuju Terminal Cilacap kemudian naik colt menuju Pelabuhan Sleco dan nyewa compreng (sejenis kapal tradisional yang terbuat dari kayu dan digerakkan dengan mesin).


Deru mesin dan pemandangan yang disuguhkan Pulau Nusakambangan secara penuh disisi kanan compreng membuat raga terlena, tanpa terasa compreng tercinta membawa kami melewati segara anakan yang penuh dengan selat berawa (terdapat juga selat yang bernama Selat Lorong Buaya lho…).


Sampai di Pendopo Masigit sella kami melakukan registrasi dan melanjutkan perjalanan menuju Gua pertama yang akan dipetakan yaitu Gua Macan. Akses menuju gua ini ternyata tidak mudah karena harus melewati beberapa punggungan apalagi hujan turut meramaikan perjalanan kami dan membuat tanah menjadi bergumpal dan ikut terbawa setiap jejak langkah kami. Sampai di dekat mulut gua kami ngebangun camp dan kemudian melakukan briefing.

Keesokan paginya barulah kami melakukan pemetaan, Gua Macan merupakan gua horisontal yang unik karena terletak di lereng bukit dan terdapat aliran air dalam gua yang satu sistem dengan aliran sungai dari luar gua. Kami cukup dibuat ribet juga pada waktu melakukan pemetaan dihari kedua dengan adanya kenaikan air bawah tanah secara drastis, hal itu disebabkan karena semalam telah terjadi hujan yang cukup deras sehingga cukup untuk mengisi penuh lorong gua. Salah satu hal yang patut diingat adalah kita tidak boleh mengabaikan parameter cuaca dalam melakukan penelusuran di gua ini.

 

Selain pemetaan yang bermasalah dengan air, ternyata basecamp kami juga bermasalah akibat hujan tanah menjadi becek dan jadilah kandang babi, tak terbayangkan bahkan babi sekalipun mungkin akan iri karena kalah saing, super becek sehingga menyulitkan kami dalam bergerak dan pada saat packing alat, barang yang tergeletak begitu saja sudah menjadi -spacerun: yes”>


Tanggal 7 Maret kami telah berhasil memetakan Gua Kalen suket, gua dengan mulutnya yang agak curam ini sangat menarik sehingga kami cukup dibuat kagum dengan pemandangan ornamen yang terhampar didalam gua yang berair ini, berbagai macam ukuran gourdam memenuhi lantai mulai dari mulut gua sampai kearah lorong yang lainnya.

 

Gua ini juga tidak dapat meninggalkan ciri dari sebuah gua yaitu dengan keberadaan kelelawarnya. Yang lebih menarik dari gua ini adalah kelelawarnya yang sangat banyak sehingga cukup untuk menghasilkan guano setinggi lutut, bisa dibayangkan bau yang menyengat dan hiperaktifnya kelelawar yang berterbangan mewarnai kegiatan pemetaan gua kali ini. Gua ini terasa sangat cocok dalam penerapan teknik fotografi gua dengan segala ornamen indah yang dimilikinya.Masalah basecamp tidak perlu dipermasalahkan, dapat dibangun dekat dengan mulut gua dan sangat representatif buat nge-camp.


Pada tanggal 9 Maret kami memetakan Gua Bale bahas, gua yang murni horizontal ini sangat unik dan eksotik mulai dari letak gua yang terletak diatas bukit, diladang penduduk yang sudah tak dipakai sampai dimana kita masih disuguhi pemandangan seluruh Kota Cilacap dengan jelas, pokoknya kota seperti miniatur bangunan yang berlatarkan warna hijau. Sedangkan kondisi guanya sendiri cukup unik karena mempunyai dua entrance, dan yang lebih menarik kita dapat bermain bola didalam gua karena sedemikian luasnya.

 

Menurut penduduk sekitar adanya lorong yang besar dan luas tersebut pernah dijadikan tempat perlindungan oleh kerabat Keraton Jawa yang melarikan diri ke pulau ini. Tapi tunggu dulu, sebelum kita masuk lebih jauh untuk menelusuri seluruh lorong gua ini sebaiknya tandai setiap lorong yang akan kita masuki karena gua ini kaya dengan lorong-lorong yang dapat menyesatkan. Walau banyak lorong, dari sodastrow sampai helektit pun ada.

Gua terakhir yang kami petakan adalah Gua Hadap-hadapan yang berhasil dipetakan pada tanggal 10 Maret, gua horizontal ini cukup unik juga, letaknya berhadapan dengan entrance dari Gua Bale bahas dan memiliki dua entrance. Ornamen gua ini cukup menarik dan menghiasi seluruh lorong yang ada walaupun batuannya agak rapuh. Menurut penduduk gua ini juga merupakan gua hunian pada jaman dahulunya, gua ini juga pernah dihuni oleh kerabat kerajaan.


Setelah empat gua berhasil terpetakan sesuai dengan target akhirnya kami kembali ke Jogja tanggal 11 Maret 2004 dengan hati yang puas dan lega karena kegiatan kami terlaksana dengan sukses tanpa hambatan yang berarti dan semua anggota tim bisa pulang dengan selamat.


Secara umum dapat dikatakan bahwa gua yang sudah kami petakan tersebut kebanyakan dapat ditelusuri oleh orang luar tanpa peralatan lengkap untuk penelusuran. Sehingga, sangat diperlukan tindakan untuk mengkonservasikan kondisi gua dari kerusakan akibat penelusuran yang tidak bertanggungjawab.

 

Sepanjang kami melakukan pemetaan dari keempat gua tersebut ternyata ada tiga gua (Macan, Bale bahas, dan Hadap hadapan) yang oleh kearifan penduduk sekitar sering digunakan untuk nenepi guna meminta berkah. Bahkan ada pula yang mengeksplorasi kelelawar untuk dijual guna pengobatan tradisional.

 

Mungkin hanya dengan cara bodoh (baca: awam) kita dapat berpikir bahwa kelelawar yang mungkin jumlah awalnya sangat banyak sekalipun dapat habis pula jika setiap harinya ditangkapi. Sekarang kita belum khawatir akan kehilangan mahluk gua ini karena masih mungkin kelelawar di daerah ini akan banyak didapati di gua yang verrikal karena pastilah butuh teknik dan peralatan yang khusus untuk mengambilnya.


Dalam kegiatan eksplorasi suatu gua kita tidak lagi hanya memfokuskan pada kondisi dalam gua tapi kita mungkin juga menyentuh kehidupan penduduk disekitar gua itu sendiri, adakah interaksi antara penduduk dengan gua dan sosial budaya penduduk sekitar. Berdasarkan pengamatan dan komunikasi yang kami lakukan dengan penduduk disekitar gua-gua tersebut dapat disimpulkan bahwa gua kebanyakan hanya digunakan untuk semadi dan tempat berburu kelelawar untuk mencukupi kebutuhan ekonomi.

 

Penduduk tidak begitu tergantung dengan air gua karena disini air sangat melimpah, sangat lebih dari cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan kita bisa mandi setiap saat disini karena selalu banyak sungai yang membelah perkampungan penduduk. Penerangan disini terlihat sangat jarang terutama jika kita sudah masuk kepedalaman karena kami hanya menemukan satu rumah yang mempunyai satu diesel untuk menghidupkan lampu. Namun walaupun begitu sinyal komunikasi lumayan terutama sinyal HP dapat tertangkap disini sehingga jika HT tidak dapat menangkap gelombang radio masih ada alat komunikasi lain.

 

Penduduk Nusakambangan barat yang kami temui kebanyakan berasal dari tanah Pasundan sehingga berbahagialah teman-teman yang menguasai bahasa sunda. Penduduknya pun sangat ramah-ramah dan baik hati, pengalaman kami dihari terakhir di Nusakambangan, camp kami kedatangan beberapa warga yang kemudian kami berbincang cukup lama juga.


Dari segi sarana pendidikan, didaerah ini sangat minim sekali karena hanya terdapat satu SD itu pun hanya dari kelas 1 – 4 dan letaknya diperkampungan nelayan dekat Kota Cilacap atau tepatnya di Desa Mangunjaya. Terkadang kita sebagai mapala pun tidak dapat menutup mata dengan keadaan seperti ini mungkin yang dapat kita lakukan setelah melakukan berbagai pengamatan langsung dilapangan kita hanya dapat memberikan rekomendasi dalam laporan yang kita berikan kepada instansi-instansi yang telah membantu kita dengan harapan mereka akan mengetahui dan melahirkan kemajuan yang berarti bagi daerah tersebut.

 

Begitu juga harapan kami, disamping tujuan utama kami yaitu memberikan referensi jika akan melakukan konservasi terhadap gua-gua di Nusakambangan ini. Begitu besar dan tingginya harapan kami dalam melakukan kegiatan ini namun kami yakin suatu saat segala sesuatu yang telah kami ketahui dan kami rekomendasikan ini sedikit banyak akan dipertimbangkan oleh orang-orang di atas demi kelestarian alam yang berkesinambungan dengan berbasis pada kesejahteraan rakyat sekitar.


Demikian sedikit cerita dari saya selaku anggota tim Gladimadya Nusakambangan – MAPAGAMA 2004, semoga kita dapat memiliki pandangan-pandangan baru demi kelestarian lingkungan gua.

 

Dear teman-teman seperjuangan Nusakambangan percaya atau tidak ternyata kita sudah menyentuh tanah gua di Nusakambangan ini.

 

Sebuah catatan kecil dari Sanni (MAPAGAMA)

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

IT Telkom Menanam Bersama FAST

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada hari Sabtu tanggal 31 Maret 2012, telah diselenggarakan kegiatan penanaman pohon di kampus IT Telkom. Acara yang  terselenggara...

Dari Tak Acuh Menjadi Terpengaruh

Belum genap  setahun umurku menjadi bagian dari Astacala dan kali pertama pula aku mengikuti acara “sakral” dua tahun sekali ini. Beruntung memang, aku yang...

Srikandi Astacala Berbagi, Peduli Lingkungan, dan Tangguh

ASTACALA kembali mengadakan kegiatan sosial yang bertema “Kartini yang berbagi, Tangguh dan Peduli Lingkungan” yang dilaksanakan pada 28-29 April 2018 di Tebing Citatah 48, Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat bersama beberapa Mapala UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) untuk berpartisipasi dalam meramaikan acara. Antara lain, Khauf, Mapach, Pamor serta Biocita.