Menyisir Kota-kota Pesisir

{nl}

    Rencana awal untuk pulang mudik ke Solo pun dengan spontan dibatalkan. Disusul rencana dadakan : Jalan-jalan di kota-kota pesisir Utara Jawa.

[more]

{nl}

    Pukul 23.00, bus yang aku tumpangi masih belum jauh keluar tol Cikampek. Perjalanan bus hari itu berat sekali, perbaikan jalan di sepanjang Pantura ditambah ditutupnya beberapa ruas jalan memperlambat laju bus hingga melenceng jauh dari waktu tempuh normal.

    Rencana awal untuk pulang mudik ke Solo pun dengan spontan dibatalkan. Disusul rencana dadakan : Jalan-jalan di kotakota pesisir utara Jawa. Setelah mengontak seorang kawan yang kebetulan sedang di Tegal, aku pun memutuskan untuk turun di kota teh poci tersebut. Pukul empat dini hari baru masuk kota Tegal. Hampir tidak ada aktivitas di kota ini, hanya iring iringan truk puluhan ton yang melewati jalan utama kota itu. Kota-kota di daerah ini memang berkarakteristik kota persinggahan, terletak di jalur urat nadi Pulau Jawa, menjadi jalur utama mobilitas komoditi dan manusia dari timur ke barat dan sebaliknya.

    Malam itu aku singgah di Slawi untuk menikmati kehangatan teh poci yang khas. Nasgitel, panas, sepet, legi (manis), kentel (kental). Ada satu hal menarik disini, bahwa rata-rata warung teh poci menggunakan jasa gadis gadis cantik sebagai daya tarik marketing. Akhirnya nama warung tersebut lekat dengan nama mereka, misal warung Nike atau Dewi. Suguhan di warung ini tidak cukup variatif, hanya teh poci, mie instant, tempe mendoan, dan jahe susu, tapi warung-warung ini jadi favorit anak muda untuk berkumpul di malam hari.

 

    Hari minggu pagi, kami mengunjungi pelabuhan nelayan Tegalsari, terletak di ujung utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Di sini banyak kapal kayu penangkap ikan sedang bersandar setelah kurang lebih 15 hari mengarungi Laut Jawa. Ada yang mengisi bahan bakar, atau es untuk menyimpan ikan tangkapan dan perbekalan lain. Kesibukan khas pelabuhan nelayan tradisional sangat terasa, penduduk pun masih ramah dan tidak enggan diajak berbincang atau bercanda. Beberapa anak asyik bermain layang-layang sementara ibunya membersihkan ikan di pinggir dermaga. Mungkin ayah merekalah yang sedang memperbaiki jaring disebelah kapal disana.

 

    Kami bertemu seorang nenek yang sedang membersihkan baju kemben kucelnya di air laut yang kotor berwarna ungu. Aku ikuti terus kegiatan nenek itu beberapa waktu, sambil sedikit berbincang untuk mengusir kecurigaannya. Akhirnya perbincangan lancar dan aku meminta izin mengambil foto pada saat beliau sedang membersihkan ikan. Beberapa hanya potongan ikan, sirip, dan kepala ikan, di samping beberapa ikan kecil.

   Yen saged disade nggih disade, Mas”, ujarnya ketika kutanya. Ternyata ikan tersebut diperolehnya dari pemberian awak kapal yang baru merapat. Jika laku dijual, jika tidak dikonsumsi sendiri.

    Di sisi lain dermaga, aku lihat seorang menyelam dan sesekali menarik ban yang diapungkan yang digunakan untuk membawa kerang. Dia mencari kerang dengan cara menyelam ke dasar laut yang berpasir dan mengaduk aduk pasir itu hingga mendapatkan beberapa kerang. Aku amati beberapa kali penyelaman selama tigapuluhan detik, kadang hanya sekali menemukan kerang. Sungguh begitu beragam Tuhan memberikan jalan bagi manusia untuk mencari rizki.

{nl}

2 thoughts on “Menyisir Kota-kota Pesisir

  1. Gaya bercerita yang mantap Bro. Foto-fotonya juga. <br /> <br />Baru tahu nih kalau Mas Taka juga jagoan bercerita. <br /> <br />:tongue:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *