Pecinta Alamulogi Pasca Pecinta Alamulogie (1)*

Kemampuan puncak aktualisasi diri Gie terpatri dalam penciptaan atau penemuan dua kata yang terdiri dari ‘Pencinta’ dan ‘Alam. Inilah yang kemudian menjadi suatu kombinasi dwi tunggal kosa kata. Kini ‘Pencinta Alam’, sudah menjadi kosa kata baku yang juga sudah menjadi suatu ‘entry’ untuk Kamus Besar Bahasa Indonesia. Istilah “Pencinta Alam” yang disusunnya, bisa jadi merupakan penemuan kosa kata yang terbesar, terpopuler dan paling terkagumi selama 40 tahun (1964-2005) terakhir ini. Penemuan sebuah kosa kata itu, hingga kini belum bisa tersaingi oleh para pakar bahasa sekalipun. Sampai sekarang belum pernah ada pakar Bahasa Indonesia, yang pernah menciptakan sebuah kosa kata yang gaungnya melebihi daripada apa yang diciptakan Gie. Kosa kata itu kini masih menjadi suatu ‘lifestyle’bagi anak muda yang sering melakukan aktivis ‘luar ruang’ seperti mendaki gunung, jelajah rimba, susur gua, panjat tebing, arung sungai laut dan sebagainya.{nl}{nl}

[more]

Oleh: A. Indra Wahyudi dan Ostaf Al Mustafa**Pengertian fundamental Pencinta AlamuloGie (1964-2005)
+ Era idealisme Demonstran Gie

“Pencinta AlamuloGie” berarti suatu era ‘Pencinta Alam’ yang berada dalam era pengkhidmatan terhadap Soe Hok Gie. Era 1964-1969 merupakan suatu model Pencinta Alam yang masih berkait dengan ketokohan Gie sebagai aktivis mahasiswa dan demonstran. Model ini waktu itu masih dilakoni secara tunggal oleh Mapala UI, yang juga didirikan oleh Soe Hok Gie. Kematian Soe Hok Gie, di Semeru tidaklah serta merta menjadikan idealismenya sebagai Pencinta Alam, demonstran, aktivis, pemikir idealis dan penulis kritis, menjadi mati pula. Apa yang telah dirintisnya masih terus hidup dan menjadi suatu rangkaian
romantisisme kehidupan bagi puluhan juta anak-anak muda atau jutaan lainnya yang mungkin sudah beranjak tua di 2005.

Di era tersebut ada ‘pertarungan senyap’ antara Pencinta Alam Versi Gie yang murni kultur kebebasan sipil dan militer dengan doktrin militerisme-patriotik. Militer memasuki wilayah ini dengan ikut serta mensponsori pendirian Wanadri-Bandung. Masuknya militer merupakan suatu upaya penggalangan anak-anak muda agar tak bisa terperosok dalam radikalisme idealistik ala Gie. Selanjutnya beberapa mahasiswa Fakultas Teknik-Universitas Indonesia (FT-UI), kemudian ikut menjadi anggota `Diklat Kehormatan’di Wanadri. Mereka lalu mendirikan Kamuka-Parawata sebagai ‘lawan tanding’ untuk Mapala UI.

Secara langsung atau tidak langsung, militer telah menyusupkan
pengaruh rivalitas militerisme terhadap Kamuka-Parawata `melawan’ Mapala UI. Persaingan antara Mapala tingkat fakultas dan tingkat universitasini, seterusnya menjadi pertarungan internal antara yang dianggap ’semi-militerisme’ (Kamuka Parawata FT-UI) versus ‘total kultur sipil’ (Mapala UI). Semi-militerisme Kamuka Parawata kemudian berlanjut dalam petualangan-petualangan di Pulau Irian dan Kalimantan, yang bekerja-sama dengan militer. Tim Gabungan mahasiswa dan militer ini, merupakan kompetitor yang cukup tangguh dalam menghadapi kehebatan petualangan Mapala UI. Tim gabungan ini pula yang juga ditonjolkan pihak Kamuka-Parawata dalam buku “Dari Puncak, Lembah dan Desa” (1994) Penonjolan ekspresif aktivitas bersama aparat militer, menjadi suatu bukti betapa pihak militer memang teramat serius untuk bersaing keras dengan gagasan idealisme radikal sipil ala Gie.
Kemampuan puncak aktualisasi diri Gie terpatri dalam penciptaan atau penemuan dua kata yang terdiri dari ‘Pencinta’ dan ‘Alam. Inilah yang kemudian menjadi suatu kombinasi dwi tunggal kosa kata. Kini ‘Pencinta Alam’, sudah menjadi kosa kata baku yang juga sudah menjadi suatu ‘entry’ untuk Kamus Besar Bahasa Indonesia. Istilah “Pencinta Alam” yang disusunnya, bisa jadi merupakan penemuan kosa kata yang terbesar, terpopuler dan paling terkagumi selama 40 tahun (1964-2005) terakhir ini. Penemuan sebuah kosa kata itu, hingga kini belum bisa tersaingi oleh para pakar bahasa sekalipun. Sampai sekarang belum pernah ada pakar Bahasa Indonesia, yang pernah menciptakan sebuah kosa kata yang gaungnya melebihi daripada apa yang diciptakan Gie. Kosa kata itu kini masih menjadi suatu ‘lifestyle’bagi anak muda yang sering melakukan aktivis ‘luar ruang’ seperti mendaki gunung, jelajah rimba, susur gua, panjat tebing, arung sungai laut dan sebagainya.

+Era Pasca Meninggalnya Gie
Era 1969-1974, merupakan era antara masa kematian Gie dan masa muncul munculnya ‘Kode Etik Pencinta Alam’ (KEPAI). Era ini menandai munculnya tatanan baru dalam dunia kepencinta-alaman, dengan diisahkannya KEPAI di Gladian IV Ujungpandang, 24 Januari 1974.

Ketika Kode Etik ini diciptakan, di barat juga sudah mengenal suatu ‘Etika Lingkungan Hidup Universal’ yang disepakati pada 1972. Perbedaan rentang waktu yang demikian dekat (hanya dua tahun,Pen) antara masa pengesahan dan pengakuan kedua jenis kode etik tersebut. Menandakan adanya suatu babak monumental dalam aktivitas kepencinta alaman Indonesia dan perhatian pada lingkungan hidup di negara-negara industri. Lima tahun setelah kematian Gie, telah memunculkan suatu kesadaran Indonesiawi untuk menjadikan Pencinta Alam sebagai
aktivitas yang teo-filosofis, beretika, cerdas, manusiawi/humanis,pro-ekologis, patriotisme dan anti-rasial.

Era tersebut, tidak lagi menciptakan seorangpun aktivis mahasiswa idealis di Mapala UI. Pesona militerisme di Kapa FT-UI dan juga kekuatan besar dominasi dan hegemoni militer Orde baru. Merupakan alasan rasional mengapa tak ada lagi aktivis di Mapala UI. Mapala UI tak lagi membuat ketertarikan pada anggotanya untuk menjadi aktivis dan demonstran. Sumber daya anggota dioptimalkan pada aktivitas ‘cari aman’ yakni dengan melakukan petualangan dan penjelajahan besar- besaran. Di era tersebut, puncak Cartenz telah berhasil ditapaki pada 1972. Bahkan salah satu puncak gunung di Irian tersebut, diberi nama sesuai dengan nama Rektor UI. Puncak “Soemantri Brojonegoro’ disematkan kepada Prof. DR. Soemantri Brojonegoro yang mensponsori dan mendukung pendakian gunung Mapala UI Ke Irian. Beliau termasuk seorang intelektual akademikus yang tidak simpatik pada militerisme Orba. Militerisme yang telah menggerogoti UI melalui Kamuka-Parawata FT-UI dan susupan lainnya dalam organisasi intra maupun ekstra kampus.

Era tanpa aktivis kampus ala Gie, merupakan era penjelajahan terbesar UI untuk taraf nasional. Di era ini terdapat Herman O. Lantang. Ia merupakan sobat karib Gie dan yang menyaksikan detik terakhir kehidupan Gie dipangkuannya. Dia dapat dianggap sebagai pencetus era baru tersebut. Era para petualang ini kemudian makin berkibar dengan masuknya Norman Edwin di Mapala UI pada 1977. Norman yang memang memiliki latar belakang Pencinta Alam semasa di SMA, boleh dikata memasuki habitat baru yang lebih luas daripada saat ia masih SMA. Dalam gemblengan Herman O. Lantang, Norman dapat menjadi seorang PA yang serba bisa dalam berbagai ragam aktivitas kepencinta-alaman. Bersama dr. Ko, Norman menjadi perintis penelusuran gua. Jadi Mapala UI dapatlah disebut pula sebagai pencetus pertama adanya aktivitas dalam ‘liang gelap’ ini.

+Dominasi Militerisme dan Hegemoni Negara Dalam Kampus
Bagi para aktivis, apa yang dilakukan Gie menjadi patron besar untuk melakukan aplikasi idealisme. Di sejumlah kampus muncul pula pembentukan organisasi/lembaga Pencinta Alam, yang digagas oleh aktivis dari masing-masing kampus tersebut. Meskipun para aktivis itu, tak semuanya pernah membaca tulisan gagasan idealisme Gie. Namun ‘budaya oral intelektualitas’ yang dibangun dalam diskusi dan kajian, merupakan ajang penyebaran gagasan atau pencitraan sosok Gie. Hampir semua aktivitas yang diarahkan ke pendakian gunung atau perjalanan bebas, biasanya dikelompokan pada penamaan sebagai ‘Pencinta Alam’. Sedangkan bila aktivitas petulangan tersebut tidak disebut sebagai “Pencinta Alam’ oleh para pendirinya. Maka organisasi/lembaga ekstra kurikuler itu, akhirnya tidak populer di kalangan mahasiswa.

Jadi kelompok/organisasi/unit kegiatan alam bebas yang tak mau
disebut ‘pencinta alam’, pasti akan bubar di dalam kampus. ‘Gie’ dan ‘Pencinta Alam’ merupakan dua ikon dan simbol bagi suatu kebebasan dan kemerdekaan berpikir atau cara bebas menyampaikan pendapat. Kedua simbol tersebut diperlukan bagi aktivis mahasiswa, demi bisa keluar sejenak dari kesumpekan dominasi militer dan hegemoni kampus. Dominasi dan hegemoni mewabah secara endemik di seluruh perguruan tinggi negeri dan swasta. Mahasiswa banyak yang mengakrabi pula berbagai pemikiran ‘kekiri-kirian’. Suatu pemikiran yang memang memberi insipirasi utama bagi cara berpikir yang bebas dan radikal. Meskipun Gie bukan sejenis tokoh penyebar aliran kekiri-kirian di Indonesia. Tapi aktivitasnya selama menjadi mahasiswa dan perintis Mapala UI, pasti seluruhnya kekiri-kirian. Gie memang tak mematok ideologi pribadinya pada aliran atau tokoh yang bisa diklassifikasikan sebagai ideologi kiri (left-ideology), Kiri Baru (New Left) dan ‘kekiri-kirian’ (Lefties) lainnya. Ia berkarakter sebagai seorang pemikir muda yang bebas dan `berpikir tanpa syarat’.

Pemikirannya tak bersangkut erat dengan ideologi atau isme apapun juga. Gie merupakan sosok mahasiswa yang berhasil bebas dari cengkeraman kuku beracun Orde Lama (Orde Lama). Orla merupakan periode kekuasaan yang korup dan manipulatif. Penentangannya pada Orla, kemudian disebut periode aktifis 66. Ia memang akhirnya menjadi salah seorang yang ikut menjadi tokoh yang membentuk Orde Baru. Untuk hal kedua ini, merupakan hal yang sangat disesalinya secara mendalam. Bahkan penyesalan itu melampaui tingginya Semeru . Mahasiswa yang ikut bersamanya berdemonstrasi dalam menentang Orla. Malah menjadi penindas dan koruptor baru yang lebih ganas dari zaman Orla. Bekas kawan-kawannya lalu dijadikan sebagai musuh baru secara pribadi dan ideologis. Mereka kemudian menjadi obyek alternatif perlawanan Gie.

Perlawanan idealistik ini nyaris tanpa jeda dan istrahat sedikitpun juga. Itu semua dilakukannya, hingga akhirnya ia harus beristrahat panjang selamanya. Ketika itu ia menghirup hawa gas beracun di gunung Semeru pada 16 Desember 1969. “Ia berkumpul abadi bersama kawan sejatinya yakni alam bebas dan suasana gunung”. Demikian ujar Herman O. Lantang, sobat karibnya di Mapala UI. Kematiannya terjadi sehari menjelang ulang tahun ke 27. Ia memang mati muda secara fisik. Tapi ia tetap menjadi ikon bagi ‘hidup kiri’ dan bukan sebagai simbol ‘mati kiri’. Ia mati tapi berhasil menghidupkan pemikiran kekiri-kirian mahasiswa di berbagai era hingga di 2005 ini. Kematiannya tidaklah berarti bahwa seorang aktivis harus pula ‘mati kiri’. Ia hanya beristrahat dalam kiri damai (An activist never died in left. He just rest in left peace).

Bersambung ke bagian 2/3/4/5/dst

*Tulisan ini merupakan serial kontraktif-pemikiran terhadap `rekayasa pengacauan karakter’ Gie dalam simbol dunia  kapitalisme pop oleh harian Kompas, Star Mild ” Gie Goes to Campus” untuk promosi film `Gie’ dan juga kontra analisis isi terhadap film `Gie’.
**A. Indra Wahyudi merupakan Instruktur bersertifikat Internasional di bidang Speleologi (ilmu tentang gua) dan aktif di Korpala Unhas.
** Ostaf Al Mustafa seorang peminat Pencinta Alamulogi (ilmu tentang Pecinta Alam) dan Pencinta AlamuloGie (Pencinta Alam dalam Logika Soe Hok Gie). Ia aktif di Korpala Unhas.
{nl}{nl}

3 thoughts on “Pecinta Alamulogi Pasca Pecinta Alamulogie (1)*

  1. menarik!!!

    pertama karena adanya bentuk perlawanan terhadap ide-ide yang dipandang tidak sesuai jalur, “Gie Goes To Campus”. Kemudia n menukik pada masalah ideologi sipil militer yang mempengaruhi kampus.

    intinya adalah pengaruh. kuatnya satu sosok kadang memberikan efek yang sangat luar biasa. seperti Gie, tentu juga dengan bantuan media secara langsung atau tidak. Militer yang memang karateristiknya adalah doktriner (memberikan pengaruh).

    walhasil, barangkali tulisan di atas termasuk dari jenis itu, tendensi mempengaruhi. Bagi saya, setiap yang memiliki dasar yang kuat, dan setiap yang memiliki vitalitas untuk terus bertahan, lebih lama akan diingat. walaupun mati, atau pergi, ada saja yang orang ingat…

    tanya sekarang pada kita

  2. ikut comment…
    sebenernya pencinta alam itu apa sih?
    bagi saya tukang sapu jalanan juga pecinta alam,juga siapapun yang mencitai lingkungan skeitarnya, keluarganya, dirinya, adalah pecintai alam, so .. ?
    dalam kamus besar bhasa indonesia, apakah pecinta alam itu termasuk orang yang suka naik gunung?penelusur gua?arung jeram?

    definisikan dulu pecinta alam itu dengan jelas: arti, bentuknya, kegiatannya dll.
    jangan kita malah mengotak-kotakkan (dikotomi?) ini semi militer dan yang ini sipil murni, mohon maaf, apakah pernyataan tersebut ditulis dengan data-fakta yang valid? rasanya terlalu jauh..sebaiknya juga penulis harusnya mencari nara sumber orang2 pada masa itu yang masih hidup sekarang dan melampirkannya sbagai catatan kaki sehingga barangkali tulisannya akan lebih lengkap, kita bicara sejarah, perlu banyak sudut pandang ..
    kata pecinta alam bagi saya tidak menggambarkan sesuatu yang spesifik.
    lebih baik mungkin namanya “pecinta kegiatan alam terbuka”, pendaki gunung, penelesur gua, dll yang lebih spesifik?
    maaf, sekali lagi saya hanya ingin memberikan comentar bahwa kata-kata pecinta alam itu sendiri mungkin merupakan doktrin itu sendiri yang sudah lama kita terapkan, karena kita tau bahwa sebagian “pecinta alam seringkali tidak benar-benar mencintai alam”
    salam
    pemerhati KAT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *