Habitat Harimau Menyusut Drastis Dalam 10 Tahun
Penelitian ilmiah mengenai habitat harimau mengungkapkan bahwa saat ini harimau menempati habitat yang telah menyusut 40 persen dibandingkan 10 tahun lalu. Saat ini, harimau juga hanya menempati sekitar 7 persen dari wilayah jelajah historisnya. Demikian dikutip dalam laporan ilmiah berjudul “Setting Priorities for the Conservation and Recovery of the World’s Tigers 2005-2015,” yang dilaporkan di Washington DC, AS.
Penelitian bersama antara World Wildlife Fund (WWF), Wildlife Conservation Society (WCS), the Smithsonian’s National Zoological Park, dan Save The Tiger Fund (STF) ini menyerukan aksi internasional untuk menjaga populasi harimau yang tersisa di dunia melalui upaya konservasi. Namun, laporan tersebut menyimpulkan bahwa keberhasilan pelestarian harimau dalam jangka panjang hanya dapat dicapai dengan adanya visi konservasi tingkat lansekap yang luas, dengan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan.
“Pelestarian harimau harus dilakukan berdasarkan kajian ilmiah dan aksi konservasi yang berkesinambungan dan efektif, untuk mempertahankan populasi yang tersisa dan mengembalikan keberadaan spesies dilindungi ini ke wilayah jelajah alaminya”, kata Hariyo T. Wibisono, Tiger Program Advisor, Wildlife Conservation Society – Indonesia Program.
Perlindungan Lansekap
Dengan mengolah berbagai informasi tentang tataguna lahan, peta dampak aktivitas manusia, dan bukti keberadaan harimau di lapangan, laporan ini mengidentifikasi 76 lansekap konservasi harimau atau kawasan-kawasan yang ditengarai memiliki peluang besar dan daya dukung yang cukup untuk konservasi harimau dalam jangka panjang. Di kawasan-kawasan konservasi yang ukurannya relatif kecil dan terisolasi, populasi karnivora besar seperti harimau sangat rentan terhadap kepunahan.
Separuh dari 76 lansekap tersebut di atas masih dapat mendukung 100 harimau atau lebih, sehingga memberikan peluang besar untuk memulihkan populasi harimau liar. Lansekap terbesar bagi populasi harimau saat ini terdapat di Rusia Timur Jauh dan India. Asia Tenggara juga memiliki peluang untuk mempertahankan populasi harimaunya, meski banyak kawasan telah kehilangan satwa tersebut dalam 10 tahun terakhir.
Menurut laporan tersebut, perlu ditingkatkan perlindungan terhadap 20 lansekap prioritas pelestarian harimau, di mana dua di antaranya terdapat di Sumatera. WWF, WCS, STF dan Smithsonian’s National Zoological Park telah menyatakan kesediaannya untuk mendukung 13 negara pemilik habitat dan populasi harimau sebagai upaya untuk menyelamatkan spesies langka tersebut.
“Dari semua negara yang memiliki lansekap pelestarian harimau, Sumatera adalah satu-satunya tempat dimana harimau, gajah, dan badak berada dalam lansekap yang sama. Sayangnya, semua spesies ini terancam oleh kerusakan habitat dan perburuan”, kata Sunarto, Wildlife Biologist dari di WWF-Indonesia. Berbagai upaya dan sumberdaya yang dikeluarkan untuk mendukung pelestarian habitat harimau di Sumatera, tidak hanya akan menyelamatkan harimau, tetapi juga spesies satwa dilindungi lainnya.
“Namun, upaya pelestarian harimau Sumatera dan habitatnya masih menghadapi berbagai kendala serius, walaupun berbagai upaya telah dilakukan”, kata Adi Susmianto, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan, Departemen Kehutanan Indonesia. Upaya konservasi harimau Sumatera sangat kompleks dan harus menyentuh berbagai aspek penting, seperti perlindungan habitat, mitigasi konflik harimau – manusia, penghentian perburuan dan perdagangan illegal, pelibatan dan pemberdayaan masyarakat, serta reintroduksi harimau hasil penangkaran ex-situ ke habitat alaminya”, tambahnya. []
Sumber : Kompas Online, Edisi 8 Agustus 2006