Perjalanan Rinjani, Perjalanan Panjang
Perjalananku ke Rinjani dapat di katakan merupakan pendakian gunung yang paling langka dan menegangkan. Dimana pada pendakian ini terdapat sebuah kejadian yang mencoreng muka pariwisata Taman Nasional yang luasnya 41.330 hektar ini. Berikut adalah kisah perjalananku ke Taman Nasional Gunung Rinjani.
Gunung yang mepunyai ketinggian 3726 mdpl ini adalah gunung aktif kedua tertinggi di Indonesia sesudah Gunung Kerinci 3800 mdpl.Rinjani terletak di pulau Nusa Tenggara barat (NTB),masuk dalam wilayah Lombok barat dan Lombok timur. Taman Nasional Gunung Rinjani juga merupakan satu dari 39 Taman Nasional yang di tetapkan Pemerintah RI pada tahun 1997.
Perjalananku ke Rinjani dapat di katakan merupakan pendakian gunung yang paling langka dan menegangkan. Dimana pada pendakian ini terdapat sebuah kejadian yang mencoreng muka pariwisata Taman Nasional yang luasnya 41.330 hektar ini. Berikut adalah kisah perjalananku ke Taman Nasional Gunung Rinjani.
Perjalanan ini bermula ketika ada salah satu dari temanku yang ingin mendaki ke Rinjani namun tidak terlaksana. Lalu terpikirkan olehku kenapa tidak aku saja yang ke sana. Toh sekarang aku lagi liburan. Persiapan Operasional pun dibuat, menyusun rencana operasional disusun berikut dengan logistik untuk lima orang termasuk saya sendiri. Perjalanan dimulai dari Jogja tempat semua berkumpul yang kebetulan saya dan Sapi (salah satu anggota tim) sedang dalam masa Geladi atau Kerja Lapangan, yang mana Geladi itu saya korbankan karena harus melakukan perjalan ini. Ayis, Mpok Indun, Sapi, Turki, dan Saya sendiri Petong bersiap untuk berangkat ke sana.
Tanggal 16 Juli 2005 adalah awal perjalananku. Dimulai dari perjalanan dengan tiket Rp.35.000,00 kereta api kelas ekonomi di Stasiun Lempuyangan Jogja menuju Banyuwangi yaitu titik terujung Pulau jawa yang paling dekat dengan Pulau Bali. Berangkat dari sini pada pukul 08.30 dan tiba di Bayuwangi pukul 11.00 pada keesokan harinya. Dari sini kami menuju ke pelabuhan Ketapang yang jaraknya berdekatan dengan stasiun. Penyeberangan dari Bayuwangi ke pulau Bali hanya butuh waktu 45 menit. Tiba di pulau Dewata kami langsung menuju ke terminal Gilimanuk yang juga berdekatan dan langsung mencari angkutan yang akan mengantarkan kami ke Padang Bai (pelabuhan menuju Lombok).P erjalanan dari Bali ke Lombok jauh lebih lama dari Jawa ke Bali. Perjalanan Laut ini kami lewati dalam waktu 3 Jam dengan biaya 15.00 perorangnya.
Tiba di Pelabuhan Lembar di Lombok kami langsung disambut oleh para makelar angkutan kota yang menawarkan angkutan menuju ibukota NTB, Mataram. Akhirnya setelah melalui penawaran yang panjang akhirnya kami temukan juga angkutan yang bersedia mengantarkan kami ke UnRam (Universitas Mataram) dengan ongkos Rp 7.500,00 yang telah disepakati sebelum kami masuk angkutan tersebut. Perjalan ke Mataram lumayan melelahkan, tapi jalanan yang kami lalui banyak memperlihatkan pemandangan yang menawan. Ini adalah kali pertama aku menginjakkan kakiku di negeri ini, daerah yang terkenal dengan Kota 1000 Mesjid ini. Lamunanku tentang indah daerah Lombok sirna ketika sopir angkutan menanyakan kami turun dimana? Serentak saja kami menjawab “Di Unram Pak!”, Sopir itu lalu membalas ”Mas,kalo ke Unram,mas masih harus bayar lagi!”.Kontan saja kami kaget mendengar pernyatan sopir tersebut. Kami diminta untuk membayar lebih dari perjanjian semula. Kami diminta untuk menambah uang sehingga total yang mesti kami bayar adalah 10.000. Kami sempat menolak ketika sopir itu menawarkan kami untuk turun di terminal supaya mencari angkutan lain untuk ke UnRam. Akhirnya dengan hati kesal kami pun setuju dengan perjanjian baru tersebut, dan sopir tersebut memang mengantarkan kami ke tempat yang benar. Inikah kesan pertama yang diberikan pulau indah ini padaku? Entahlah.
Tiba di Unram kami langsung menuju ke Sekretariat MAPALA Unram. Dan ternyata kami menuju ke Sekretariat MAPALA Fak. Ekonomi Unram. Dengan ramah saya langsung menanyakan seorang kenalan lama “Mbak Ema nya ada?” sapaku. Ternyata Mbak Ema yang kami cari bukan anggota MAPALA FE, melainkan anggota MAPALA Universitas. Dengan ramah mahasiswa itu mengantarkan kami ke sekretariat tempat Mbak Ema yang kami cari itu berada. Dan memang benar Mbak Ema yang kami cari ada di sana.
Sekretariat Grahapala Rinjani, itu bacaan yang pertama kubaca yang tertampang besar di depan pintu sekretariat tersebut yang boleh ku katakan kecil untuk ukuran sekretariat MAPALA. Kami mendapat sambutan hangat disana.Setelah ngobrol beberapa saat kami minta izin untuk ke kamar mandi. Memang kami semua hampir 3 hari tidak menyentuh air. Maklum perjalanan dilakukan secara estafet tanpa henti. Setelah semua mandi dan keadaan segar kelihatan pada raut muka kami, tapi tetap saja rasa lelah tidak bisa disembunyikan. Lalu kami dipersilahkan untuk beristirahat di karpet di atas lantai. Lumayanlah untuk sekedar melepas lelah dari perjalanan panjang, dan kami semua langsung pulas.
Bangun dari tidur kami langsung disuguhkan dengan gorengan yang panas. Kontan saja aku langsung menyambar dua dari banyak gorengany ang disuguhkan. Harus kuakui saat itu perutku memang sangatlah lapar.
Magrib pun tiba. Setelah sholat pun kami mulai mencari makan di warung sekitar kampus. Sepulang dari makan malam, barulah kami ngobrol tentang rencana perjalanan dan membagi informasi tentang semua tentang gunung yang akan kami daki. Mereka dengan antusias menjelaskan trek mana yang baik untuk didaki, pos mana yang persedian airnya cukup, dan lain-lain. Mereka juga mengeluarkan peta Rinjani agar kami bisa melihat bentukan alam Gunung tersebut. Kami juga mengutarakan kalau kami belum mempunyai Logistik untuk berangkat ke sana, dan kami memita agar besok ada yang menemani kami untuk mencari logistik di pasar keesokan harinya. Pembicaraan serius pun berakhir dan kami mulai berbagi cerita tentang kegiatan dan aktivitas kampus serta pembicaraan umum lainya.
Esok harinya setelah belanja logistik selesai kami langsung packing peralatan dan cek semua perlengkapan siap untuk berangkat pada esok harinya. Jadi hari itu kami benar-benar santai dan mempersiapkan fisik untuk pendakian panjang besok. Hari itu kami habiskan untuk ngobrol-ngobrol banyak dan jalan-jalan sore keliling kampus. Lumayanlah untuk menghilangkan penat. Dan memang kota ini penuh dengan orang ramah dan baik, dan memudarkankan pandangan jelekku tentang pulau indah ini. Mungkin sopir yang kami temui kemarin adalah salah satu dari sebagian kecil penduduk yang menjadikan pendatang sebagai lahan pemerasan.
Keesokan paginya kami bangun dan langsung minta izin untuk berangkat. Setelah kami semua mengerti jalur angkutan yang akan mengantarkan kami ke kaki gunung tersebut kami sudah sangat siap fisik dan mental untuk ke sana dan menaklukkan puncak Rinjani yang dikenal sangar oleh rakyat sekitar.
Perjalanan ke titik awal pendakian yaitu di Desa Sembalun Lawang kami tempuh dengan waktu 5 jam sejak kami berangkat dari Unram jam 08.00 WITA. Kami tiba di Sembalun sudah siang dan kami langsung saja makan siang dan sholat di pos pendaftaran pendakian. Di sini kami mengisi persiapan air minum untuk perjalanan setelah siang yang cuaca saat itu memang sangat panas dan terik.
Perjalanan pertama ini kami targetkan di pos 1, tapi ternyata dalam perjalanan tidak dimungkinkan untuk melanjutkan perjalanan karena hari sudah gelap. Akhirnya kami memutuskan untuk istirahat di camp pertama sebelum Pos 1. Bermalam kami habiskan dengan obrolan santai dan berlantun lagu hingga makan malam dan akhirnya melepas lelah dengan tidur malam yang udara sudah mulai dingin.
Bangun dari tidur udara segar langsung menyambut hangat. Tampak di belakang Puncak Rinjani yang menjulang indah belum tertutup kabut. Setelah sarapan kami langsung bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan dari tempat camp pertama banyak kami lalui di sabana atau padang rumput yang kering karena terik matahari. Perjalanan ke pos 1 ternyata hanya memakan waktu kurang dari 45 menit. Di sini kami istirahat sebentar dan langsung lanjut hinggga tiba di Pos 2 siang hari dan langsung makan siang di sana. Di pos ini kami banyak bertemu dengan turis domestik dan luar negeri.
Perjalanan berlanjut hingga singgah untuk ngecamp lagi di Pos 3 dimana di pos inilah kami berkenalan dengan pendaki yang berasal dari lombok.setelah cukup akrab kami mulai berencana untuk melakukan pendakian secara bersama. Mendaki bersama orang lokal merupakan nilai lebih tersendiri bagi kami karena selain menambah teman kami juga bisa mendengar cerita dan pengalaman mendaki mereka yang nota bene sudah berulang kali mendaki gunung ini.
Akhir dari pendakian dari Pos 3 adalah di Pelawangan Sembalun dan di sini pemandangan sudah sangat indah, yang kelihatan hanya bergumpal-gumpal awan putih mirip roti gula putih manis. Kami beristirahat sejenak di sini untuk mengabadikan moment ini dalam sebuah kamera digital.
Tidak ada firasat apapun saat kami akan istirahat malam itu. Yang ada hanya rasa lega telah berada di kaki puncak tertinggi di Rinjani. Kami hanya berada beberapa ratus meter tepat di bawah puncak. Namun tak disangka pada pukul 22.49 WITA terdengar suara orang berlarian di luar tenda. Aku yang baru saja pulas itu terjaga karena suaranya memang cukup mengganggu. Tidak sempat memikirkan suara apa itu tiba-tiba pintu tenda kami dibuka dan terdengar teriakan “Bangun! Bangun!” dengan nada membentak kasar. “Dari mana kalian?” lalu serta merta saya bangun dan duduk dalam tenda untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tiba-tiba di leher saya sudah terhungus sebuah golok besar dan panjang yang tak lain adalah golok yang kami bawa dari bandung. Dengan perasaaan takut dan kacau saya menjawab dengan lantang “Kami dari Bandung Pak!” Lalu dia bertanya lagi “Benar kalian dari Bandung?” saya balas lagi “Benar, kami dari Bandung.” Setelah mendengar jawabanku pemuda yang wajah tertutup topeng itu lalu berbicara dengan rekannya yang di luar dan kembali membentak ”Kalian yang di dalam tenda jangan keluar dan jangan macam-macam atau saya bunuh kalian semua!” Dalam hatiku saat itu langsung berfikir bahwa ini ada sesuatu yang tidak benar sedang terjadi di sini. Tapi tidak mengerti hingga saat aku mendengar suara tangisan anak kecil, dan suara paksaan pemuda bertopeng itu yang membentak “Money,Money…!!!”
Berarti ini adalah perampokan. Entah bebarapa lama kejadian itu berlangsung yang jelas kami di dalam tenda semua dalam keadaan ketakutan dan gelisah. Sampai pada hampir tengah malam saya dibagunkan keluar tenda dan melihat isi sekitar tenda dan ternyata memang yang terjadi tadi adalah perampokan. Sungguh ini merupakan coretan muka paling jelek dari pariwisata daerah Lombok. Betapa tidak, Lombok sendiri telah menciptakan suasana yang akan dianggap oleh pendatang baik dari dalam negeri maupun luar negeri bahwa Rinjani tidak aman lagi untuk didaki.
Terlepas dari itu malam itu kami semua berkumpul dengan seluruh pendaki yang akan menuju punjak malam itu sepakat untuk turun pada keesokan harinya untuk segera melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib. Dan akhirnya kami semua mengurungkan niat untuk muncak malam itu, dan segera turun ke danau pada keesokan harinya.
Dari Pelawangan kami segera mencari tempat untuk mendirikan tenda doom untuk istirahat malam dan persiapan untuk perjalanan menuju puncak pada malam hari untuk menikmati sunrise di timur. Dan malam di Pelawangan sangatlah dingin dan malam itu kami tidur sangat cepat, setelah makan kami semua langsung tidur menyiapkan fisik untuk perjalanan malam nanti. Di Pelawangan ini banyak dihuni oleh pendaki puncak, karena inilah tempat terakhir untuk beristirahat sebelum ke puncak.
Perasaan lega karena tidak menjadi salah satu korban dari perampokan harus kami bayar mahal dengan tidak berhasil menuju puncak pada malam itu. Dan kami hanya melanjutkan perjalanan turun menuju danau untuk daerah yang lebih indah. Perasaan kecewa aku lupakan mengingat ini untuk kepentingan bersama. Pagi itu semua telah siap berangkat turun. Tapi Para pendaki yang lain sepakat untuk turun melalui jalan sembalun jalur pendakian awal kami tanpa turun ke danau terlebih dahulu. Sebelum melakukan perjalanan turun kami sempat mengabadikan foto bersama yang akan dikirimkan ke pihak berwajib dengan menggunakan kamera yang tersisa.
Jalan menuju ke danau tergolong sulit karena jalurnya adalah tebing-tebing terjal. Tapi menuju danau hanya perlu waktu 6 jam kurang, sejak kami turun dari Pelawangan Sembalun.
Pemandangan di danau memang sangat indah. Kabut dan rasa dingin sangat terasa di sini. Danau Segara Anak memang danau yang indah memberikan pesona yang menawan. Di sini kami menyempat kan diri untuk memancing di danau yang dingin. Kami juga sempat ke pemandian air panas yang tidak jauh dari camp. Aku sendiri juga sempat mandi di sini. Istirahat di Danau menyenangkan hingga kami mau meluangkan waktu di sini sampai dua malam.
Setelah dua hari di danau, pagi-pagi setelah sarapan dengan lauk dari ikan mujair besar hasil pancingan sendiri, kami melanjutkan perjalanan menuju camp terakhir di Pelawangan Senaru. Pelawangan Senaru merupakan camp terakhir untuk jalan menuju pulang kembali ke Mataram.
Jalan menuju ke pelawangan senaru banyak kami lalui dengan mendaki tanjakan yang bertebing batu cadas. Tiba di Pelawangan Senaru saat matahari hampir terbenam. Di sini kelihatan jelas sunset di ufuk barat dan sisi laut Pulau Lombok kelihatan jelas. Dari sini Gunung Agung yang berada di Pulau Bali juga kelihatan jelas walau hanya puncaknya saja. Tapi pemandangan di sini memang sangat indah. Danau Segara Anak kelihatan seluruhnya, ditambah pemandangan Gunung Baru yang masih aktif. Malam kami habiskan dengan bercerita dan minum-minum air teh seduh hangat karena di sini udara memang sangat dingin ditambah angin yang bertiup kencang.
Dari Pelawangan kami sarapan dan melanjutkan perjalanan turun. Perjalanan turun kami tempuh dengan waktu kurang dari 6 jam. Jalan menuju pos akhir di Desa Senaru kami lalui dengan medan yang berdebu sebelum akhirnya memasuki hutan basah yang sejuk. Kami tiba di Desa senaru sudah sore. Di desa ini banyak penduduk yang menjual souvenir asli Lombok. Dan aku sempat membeli beberapa. Karena tiba di Desa Senaru sudah mulai gelap kami memutuskan untuk ngecamp di desa ini untuk semalam sebelum esok paginya kami langsung menuju Mataram.
Pagi sekitar jam 8 pagi setelah sarapan kami mendapat angkutan yang dapat mengantar ke terminal untuk tukar bis menuju Mataram. Kami tiba di Mataram hampir sore hari. Setiba di sini kami langsung disambut hangat oleh anak Unram. Di Mataram kami juga menyempatkan diri untuk berjalan-jalan ke Pantai Senggigi, pantai yang terkenal di Lombok, sebelum esoknya kami kembali ke Bali.
Di Bali kami juga menyempatkan diri untuk bertamasya di pulau dewata itu. Ada beberapa pantai dan objek wisata bersejarah yang kami kunjungi. Selama di Bali kami tinggal di rumah seorang teman dari Bandung. Selama 2 hari di Bali kami dibawa jalan-jalan oleh ayah Gejor (teman di Bandung). Perjalanan di Bali sungguh menyenangkan dan penuh keindahan yang kami lihat di sana.
Setelah dua hari di Bali kami mohon izin untuk melanjutkan kembali pulang ke Jogja, base camp utama kami. Perjalanan dari Bali ke Jogja adalah perulangan rute jalan kami yang sebelumnya. Namun kali ini kami membawa sesuatu yang berarti. Kami telah banyak mendapat pengalaman seru, pemandangan yang tak terlupakan, dan hal menarik lainnya yang tidak kami dapat kalau kami tidak melakukan perjalanan ini.
Tiba di Jogja, dari perjalanan panjang dan melelahkan itu, kami langsung mengenang semua kejadian yang terlewati. Dari semua kejadian yang kami alami, tragedi perampokan itulah yang menjadi perbincangan hangat. Terjadinya perampokan di puncak itu memang sangat memalukan dunia pariwisata Lombok yang sudah mulai dikenal dunia luar. Ini merupakan kesalahan besar dengan mencoreng muka wisata sendiri yang seharusnya dijaga dan dirawat karena ini adalah aset yang besar bagi Pulau Lombok. Semoga kejadian ini tidak berulang di tempat lain. Tapi terlepas dari semua kejadian yang tidak menyenangkan itu kami banyak mendapat pengalaman baru dan pemandangan indah yang tak akan terlupakan. []
Oleh Isack Farady
saya setelah membaca pengalaman anda saya sangat orihatin dengan kejadian ini,kejadian ini bakal pelajaran bagi kita semua (salam kenal)
critanya bener2 menakjubkan! qren! dan bagi aku kejadian ini pasti akan jd plajaran bwt kita :tongue: 🙂
saya sudah membaca uraian cerita kawan diatas,,,,and saya sbg wrga lombok yg kul di ITT juga mrasa prihatin dgn keadaan tersebut,,,,,namun alhamdulillah peristiwa seperti itu berangsur” telah hilang dan sekitar bulan agustus kemarin saya mendaki bertiga bareng tmen” ITT yg kebetulan sedang geladi disana dan alhamdulillah aman dan terjaga …… ^_^ semoga tak terulang lagi kawan…..