Insiatif Merapi

Jadi tidak benar jika warga lereng Merapi hanya mengikuti perintah Mbah Marijan saja. “Tidak ada seorangpun yang ingin mati” tutur warga. Teknologi juga tidak memberikan jaminan sepenuhnya terhadap antisipasi, karenanya pengenalan terhadap ritmos alam, Jelas! Sangat penting untuk dipelajari oleh warga karena merekalah yang tinggal di lereng Merapi.

Rekan – rekan yth, dapat diinformasikan bahwa antisipasi terhadap bahaya merapi terutama Di kab. sleman telah dilakukan secara terintegrasi dan sangat baik. Perubahan kebijakan yang sangat PENTING!! dan strategis yang baru saja ditempuh adalah kewenangan untuk melakukan penentuan status dari Merapi, dimana dahulu ada pada Bupati kini ada pada BPPTK (Balai Penyeledikikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian), sehingga antisipasi terhadap detik bahaya jadi lebih cepat dan memberikan konsekuensi terhadap kerjasama yang baik antara BPPTK – Pemerintah – Masyarakat lokal.

Kondisi merapi sebenanya lebih dipanikkan oleh pemberitaan media masa terutama oleh televisi swasta nasional, tentang rumors: ‘keengganan mengungsi’ ataupun ‘kepercayaan mistik’ warga sekitar merapi terutama di kab.sleman. Antisipasi dan pemantauan terhadap bahaya merapi tidak hanya dilakukan pada saat ini tapi sudah jauh-jauh tahun sebelumnya(bahkan bukan hari) dilakukan, sehingga pendekatan secara ilmiah lebih dikedepankan baik peranan teknologi maupun antropologi-sosiologi budaya. Jadi tidak benar jira warga lereng merapi hanya mengikuti perintah mbah marijan saja, ‘tidak ada seorangpun yang ingin mati’ (tutur warga). Teknologi juga tidak memberikan jaminan sepenuhnya terhadap antisipasi, karenanya pengenalan terhadap ritmos alam, Jelas!! sangat penting untuk dipelajari oleh warga karena merekalah yang tinggal dilereng merapi.

Pendekatan partisipatif diambil oleh Pemerintah Daerah merupakan Pendekatan paling maju yang ditempuh dalam sejarah Pengelolaan Bahaya Lingkungan Merapi. Pemerintah lebih bersifaaat fasilitatif, dan secara aktif menyediakan apa yang dibutuhkan sehingga kebijakan yang ditempuh tidak mubazir. Infrastruktur yang ada di Sleman juga menjadikan masyarakat lebih bijak dalam menentukan kapan akan mengungsi, dan siapa saja yang diprioritaskan. Level pengungsian juga dilakukan bertahap baik individu maupun pengungsi. Secara lokatif dibagi menjadi tiga level TPS (tempat penampungan sementara) selanjutnya berakhir di TPA dan secara individu: anak, wanita hamil dan orang tua lebih didahulukan. Bahkan untuk pengungsian hewan ternak juga telah diantisipasi warga juga secara swadaya juga membangun tower pemantauan dan infrastruktur lainnya. Tidak hanya itu Bunker, DAM penahan lahar/lava, Controler serta infrastruktur & Teknologi lainnya juga telah dibangun secara baik, jalan2 di Sleman juga telah HotMix. Sekalipun saat ini secara selektif warga telah diungsikan, masih ada Anggota keluarga yang mengelola ternak dan lingkungan untuk menghindari tindakan2 pencurian dan kriminal lainnya. Nah, inilah yang   oleh media tv nasional dipublikasikan bahwa seakan – akan ‘warga mbalelo tidak mau mengungsi’ padahal yang terjadi adalah antisipasi yang baik terhadap seluruh aspek yang mungkin terjadi. Adapun korban yang tidak sedikit pada saat tragedi Turgo(1994), karena pada waktu itu sedang dilakukan hajatan sehingga warga Tidak dalam kondisi standby dan korban banyak berjatuhan terutama pada orang tuayang tidak dapat secara cepat escape, Turgo memang termasuk kawasan Merah.

Waktu pengungsian yang tidak tepat juga telah menimbulkan masalah2 sosial, seperti yang terjadi di Magelang saat ini selain banyak warga yang stress juga timbul masalah penyakit terkait dengan sanitasi walaupun telah diupayakan semaksimal mungkin, ini saja belum semua warga mau diungsikan contohlah Desa Tegalmulyo sekitar 1000 warga dalam 9 dukuh belum mau diungsikan dan beberapa desa lainnya bayangkan apa yang terjadi apabila strategi penggungsian tidak tepat waktu selain cost yang besar juga masalah2 sosial dan kesehatan akan menjadi masalah yang berantai. Di boyolali memasuki hari keenam pengungsian mereka hanya duduk2 manis dan momong anak tanpa aktifitas produktif, ini yang menjadikan sebagian warga yang jenuh kembali untuk melakukan aktifitas semula tanpa!! meninggalkan sikap waspada. Hal ini juga dapat dimaklumi karena Infrastruktur dan teknologi di Magelang-Boyolali tidak selengkap di Jogja-Sleman, sehingga pengungsian Dini dianggap jalan yang paling baik untuk menghindari korban yang lebih banyak jika terjadi letusan.

Satu hal yang penting yang terdapat pada seluruh warga di ke-empat Kabupaten adalah Kewaspadan yang tinggi!! terhadap bahaya letusan Merapi. Secara histori letusan merapi tidak vertikal melainkan horisontal, kondisi itu menjadikan awan panaslah (wedus gembel:nama lokal) yang paling ditakuti, bukan karena faktor legenda tapi secara logis awan panas memiliki  luncuran yang lebih cepat.

Kaliurang merupakan kawasan yang lebih aman dari aktifitas Merapi yang berlebihan dibanding Turgo dan beberapa daerah lainnya, bukit turgo memiliki panjang arah utara selatan sekitar 250-an meter serta memiliki sisi utara yang curam. Kaliurang diapit oleh Sungai/Kali Boyong dan kali Kuning, serta dilindungi oleh perbukiatan Plawangan yang terdiri atas tiga bukit kecil yang menjorok ke arah utara dan panjangnya hampir duakali Turgo, jika trjadi awan pijar, akan masuk ke kali boyong dan pecah keutara plawangan dan  di bukit miji dari sini awan panas   kekanan masuk ke turgo dan tritis sedangkan jika kekiri akan masuk Ngrangkah.

BPPTK telah banyak melakukan riset tidak hanya di Merapi tetapi juga diSemeru dan lainnya. Personel yang mendukung balai ini dikenal militan  Dalam melakukan riset, sehingga hampir semua personel adalah S3 kecuali yang enggan melanjutkan studi dan dapat dihitung hanya dengan satu tunjuk kelingking. Hasil riset sangat berkelas inilah yang menarik perhatian partner selama ini. BPPTK didukung oleh Lab. Fisika, Kimia, Sipil, Elektronika dan Instrumentasi, Remote Sensing – GIS, Metalurgi dan Lanilla yang bekerja secara Integratif!! Oleh karenanya Perubahan dari Balai Volkanologi menjadi BPPTK adalah untuk melindungi secara birokratif  Terhadap kerja dan pengembangan teknologi oleh Balai Volkanologi (:nama lama) ini. Di sini teknologi benar2 dikembangkan oleh anak bangsa sehingga sesungguhnya banyak kontroler yang telah dipasang di merapi, contohlah: goggle GPS  yang serharga 900rb-12jt dapat diproduksi secara masal oleh BPPTK dengan  harga yang sangat murah, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya longsoran selain dilakukan pemantauan secara visual maupun menggunakan microwave. Untuk kontur merapi misalnya seperti yang disinggung oleh rekan sebelumnya, di BPPTK peta bako ini selalu diperbarui sehingga uptodate   dan akurat, selain itu pengembangan kontroler yang resisten terhadap panas, transmisi data, otomatisasi hardware-software juga dikembangkan sehingga keterbatasan yang ada menjadi tantangan untuk ditaklukkan. Oleh karenanya sekalipun merupakan Balai tetapi hasil risetnya jauh melesat dibanding universitas ataupun pusat studi bencana alam yang ada.

Oleh karenanya jika rekan-rekan menginginkan informasi secara lengkap  Dan mendalam silakan bertemu dengan Bp R. Purbo Kepala BPPTK yang akan  sangat welcome, Bp Ibnu Subyanto Bupati Sleman, disini tidak hanya Data tetapiinformasi lengkap dan mendalam bahkan warga juga membuat peta partisipatif jalur-jalur pengungsian yang setelah diverifikasi akurasinya juga disimulasikan menggunakan network analis (sekalipun instink dan naluri manusia lebih kompleks & maju dibanding teknologi ini [oleh karenanya pendekatan antropologi-sosiologi-budaya diperlukan) dalam skripsi s1 mahasiswa geografi ugm, juga ada, berikut jumlah simulasi vehicle swadaya maupun   dari permerintah atau pihak lain. Ada baiknya juga dilanjutnya perjalanan di kawasan yang rawan tersebut untuk melihat kondisi aktual, karena disini juga telah berkumpul dan dalam berkodinasi satkorlak pemprov diy Unit SAR Linmas Pantai Sadeng, Baron, Parangtritis, Samas, Glagah Sermo, Satgas SARDA DIY/Sekber PPA DIY, RAPI DIY, Menwa Mahakarta, Jogjakarta   4X4 Comunity, Detasemen TNI AL Yogya, dan Lembaga Swadaya Masyarakat  lainnya. Data – data tersebut juga slalu ditransmisikan kepusat untuk perencanaan dan penanggunalan bencana.

Jika Instansi2 tsb sepertinya kurang mem’publish’ karena mungkin kultur jogja tidak/kurang suka menonjolkan diri (lembah manah) dan menghindari salah tafsir/komentar terutama oleh pers tv swasta nasional yang cenderung/ bertendensi membuat panik [mudah2an bisa lebih baik] (Bad News is Good News) yang seharusnya lebih bersifat solutif dan membangun seperti Yang ditunjukkan oleh media-media lokal, tapi jika ada pihak yang memilikikompetensi dalam ikut dalam penganggunalan bencana ini data & info tsb  Pasti!! akan disharing.
Best Regards

Rizki Noor Hidayat W
Padepokan Sains Lereng Merapi

PS :

Kendati pemerintah sudah berupaya memberikan pelayan untuk pengungsi, masih terdapat kekurangan untuk peralatan mandi (sabun, sikat&pasta gigi), juga pembalut wanita. Untuk boyolali ada beberapa ruas jalan untuk evakuasi masih dalam kondisi buruk sekalipun terus diadakan perbaikan.  Jika ada rekan yang memiliki kompetensi/keinginan untuk membantu di hal-hal tersebut dipersilakan melalui Satkorlak daerah ybs [seluruh bantuan melalui satu pintu dengan pertimbangan aspek akuntabilitas publik]. Trims.

Sumber : “Rizki Noor Hidayat W” : [email protected], [email protected]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *