Pesona Gua Negeri Angso Duo

Related Articles

{nl}         Gua selalu merupakan sesuatu yang mampu membuat manusia takjub, tidak hanya karena bentukan bumi ini menunjukan dengan jelas fakta kekuasaan Tuhan YME tapi juga karena misterinya yang menanti untuk disingkap. Begitu banyak hal dalam goa yang akan membuat setiap caver (sebutan untuk penggiat caving) bertanya – tanya apakah gerangan yang ada dan ditemui di dalam nya. Caver berada dalam keadaan gelap yang terkadang mencekam, hingga untuk melihat tangan sendiri pun tak akan bisa. Bau nya guano, suara gemericik air, kepakan sayap kelelawar atau semilir angin berhembus mungkin akan menemani langkah para caver saat menelusuri goa.

[more]

Catatan Perjalanan Caving TWKM XVII
    Adek Aidi (AM – 018 – KF) *
   
        Gua selalu merupakan sesuatu yang mampu membuat manusia takjub, tidak hanya karena bentukan bumi ini menunjukan dengan jelas fakta kekuasaan Tuhan YME tapi juga karena misterinya yang menanti untuk disingkap. Begitu banyak hal dalam goa yang akan membuat setiap caver (sebutan untuk penggiat caving) bertanya – tanya apakah gerangan yang ada dan ditemui di dalam nya. Caver berada dalam keadaan gelap yang terkadang mencekam, hingga untuk melihat tangan sendiri pun tak akan bisa. Bau nya guano, suara gemericik air, kepakan sayap kelelawar atau semilir angin berhembus mungkin akan menemani langkah para caver saat menelusuri goa.
 
        Oleh karena itu, dari jaman purba hingga saat ini goa masih merupakan objek menarik untuk di eksplorasi. Namun, goa juga merupakan bentukan alam yang mampu mengantarkan setiap caver pada maut. Hingga lahirnlah speleologi dan teknologi peralatan penelusuran goa yang kain hari samakin berkembang, semua bertujuan untuk mengamankan dan menyamankan caver dalam melakukan kegiatan penelusuran goa.
 
        Speleologi di Indonesia masih terbilang baru dibandingkan kegiatan kepetualangan lain yang sudah lebih dahulu dikembangkan. Sejak tahun 1980 an, mulai berdiri berbagai klub speleologi dan kemudian merambah ke organisasi pecinta alam di lingkungan kampus (MAPALA). ASTACALA – di umurnya yang ke 13 – hingga saat ini memang belum berkecimpung dalam kegiatan caving ini. Namun tercatat beberapa anggota ASTACALA pernah mengikuti kegiatan pelatihan resmi / tidak resmi semacam TWKM atau sekedar latihan bersama dengan beberapa kawan anggota MAPALA di jogjakarta (yang memang gudangnya caving red).
 
        Temu Wicara dan Kenal Medan pada mulanya disepakati sebagai agenda tahunan pertemuan dan forum komunikasi tertinggi MAPALA se – Indonesia. Mulai tahun 1989 (TWKM II, MAHACITA UPI Bandung ) dilaksanakan kegiatan latihan bersama kepetualangan seperti Mounteneering, Climbing, Caving, Rafting, dll sesuai dengan potensi daerah tempat diselenggarakannya TWKM.
 
        Secara rutin TWKM telah dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan penyelengara dan tempat yang berbeda. Pada tahun 2005, sesuai dengan keputusan TWKM XVI maka tuan rumah TWKM XVII dipegang oleh MAPALA SIGINJAI, Universitas Jambi.
 
        Pada TWKM XVII ini juga dilaksanakan kegiatan Kenal Medan Divisi Caving sebagai salah satu materi. Sebagai medan operasi dipilih beberapa goa pada komplek Goa Sengayau di Kabupaten Sarolangun. Kegiatan Kenal Medan Divisi Caving yang diikuti oleh 10 organisasi MAPALA dilaksanakan selama 5 hari. Pada kegiatan ini peserta dikenalkan peralatan dan teknik penelusuran goa khususnya goa vertikal. Hal ini tidak bertujuan untuk menyamakan prinsip dan mekanisme yang digunakan (karena terdapat beberapa perbedaan penggunaan alat) namun lebih kepada sharing ilmu.
 
        ASTACALA yang juga mengirimkan anggotanya untuk mengikuti Kenal Medan Divisi Caving menggunakan kesempatan ini sebagai ajang untuk mendapatkan informasi sebanyak – banyaknya baik dalam hal pengetahuan maupun informasi lain untuk membantu dalam mengembangkan kegiatan penelusuran goa di ASTACALA di masa mendatang.
 
        Fakta ini menurut penulis adalah salah satu bentuk ketertarikan kawan – kawan untuk merambah ilmu speleologi ataupun sekedar melakukan penelusuran goa. Mudah – mudahan dengan ikut sertanya ASTACALA dalam divisi ini dapat menambah referensi kegiatan caving yang sudah ada dan membantu dalam mengembangkan cabang ilmu ini di ASTACALA. Amien
 
 
  Mengenal Medan Komplek Goa Sengayau
 
        Kegiatan eksplorasi pada Kenal Medan Divisi Caving dilaksanakan dari Senin – Minggu / 12 – 18 Desember 2005, dengan medan operasi di Komplek Goa Sengayau. Daerah administrativ yang menaungi komplek goa Sengayau memiliki kawasan bukit yang terdiri dari batuan karst. Daerah ini memang kaya dengan potensi goa, baik untuk kepentingan penelitian, wisata maupun sarang walet.
 
        Hal ini dibuktikan dengan telah dibangunnya jalan dan jembatan beton permanen menuju lokasi yang memang cukup jauh dari pusat kota jambi. Namun – mungkin – karena perubahan orientasi daerah, akhirnya pemeliharaan dan pengembangan fasilitas yang telah dibangun tidak dilanjutkan lagi dan saat ini berada pada kondisi tidak terawat.
 
        Basecamp rombongan didirikan tepat di tepi jembatan ke 3 yang menghubungkan dengan dusun terdekat. Untuk sampai ke lokasi goa tempat dilakukan nya eksplorasi, kita harus mendaki bukit dahulu (kurang dari 1 jam dari basecamp). Komplek ini sejak dulu merupakan arena berlatih caving bagi MAPALA SIGINJAI, sehingga panitia telah cukup mengenal penduduk dan medan sekitar. Namun karena keterbatasan peralatan, belum semua goa yang bisa ditelusuri, hanya melalui entrance horizontal saja.
 
        Namun mayoritas goa ini justru sudah dimasuki oleh penduduk sekitar yang memang memanen serta menjaga sarang walet. Biasanya sarang wallet ini dipanen setiap 2 bulan sekali. Sewaktu diadakannya kegiatan ini, petani – petani walet ini sedang bersiap melakukan panen 2 minggu lagi.
 
        Kondisi goa tersebut juga tercemari, antara lain dengan ditemukannya berbagai bentuk vandalisme dan perusakan ornamen goa. Hal ini, menurut penulis karena kurangnya pengetahuan penduduk tentang pentingnya menjaga kondisi goa. Para petani walet ini juga tidak jarang kehilangan nyawa mereka, terutama karena terjatuh dari ketinggian saat melakukan penelusuran goa untuk memanen / menjaga sarang walet di goa tersebut. Petani ini hanya menggunakan peralatan seadanya seperti tonggak dari kayu yang ditebang dan tali tambang kapal. Dari percakapan singkat penulis dengan salah seorang petani yang bernama Jala, ada seseorang yang tewas saat mencoba mencuri sarang walet dan mencoba menuruni entrance goa vertikal setinggi 15 m. Kejadian ini kurang dari 1 bulan lalu dan almarhum ditemukan 1 minggu setelahnya. Rescue kemudian dilakukan dengan peralatan seadanya semacam tali tambang kapal.
 
        Goa yang sempat dieksplorasi berjumlah 3 goa yaitu Goa Sentot, Goa Kadir serta Goa Mesjid. Nama Goa sentot dan Kadir diambil dari nama penduduk yang pertama kali menemukan goa tersebut. Kedua goa ini memiliki entrance vertikal, Sentot sedalam 60 m lebih dan Kadir sedalam 30 meter lebih. Goa Sentot memiliki siphon sehingga kemungkinan bisa dijadikan lokasi cave diving. Pintu horizontalnya tembus ke dekat lokasi air terjun, dimana ketika memasuki melalui pintu ini dari lokasi basecamp kita akan menemukan banyak entrance goa yang lain. Goa Kadir dengan entrance vertikal yang sempit dan miring tidak memiliki pintu horizontal, karena setelah tiba didasar goa akan ditemui pangkal goa sekitar 3 meter didepan. Nama Mesjid adalah salah satu lorong entrance, nama ini berasal dari salah satu ornamen yang mirip dengan posisi orang sedang melakukan sholat (ruku’). Menurut guide, di goa ini setiap lorong diberi nama dan mayoritas semua pintu berhubungan (berlabirin / bercabang). Sewaktu penelusuran, team kami hanya sempat memasuki 4 dari 7 lorong yaitu lorong Mesjid, Batang, Jongkok dan Pulau.
 
        Di komplek ini juga terdapat goa yang disebut dengan Goa Putih dimana tebingnya terlihat dari kejauhan berwarna putih. Hal yang menarik adalah goa ini belum pernah dimasuki, baik oleh penduduk untuk mengambil sarang walet atau penelusur goa. Karena, walau pintu nya terlihat dari kejauhan namun setelah didekati pintu ini tidak akan ditemukan. berdasarkan cerita penduduk setempat, didalamnya terdapat istana. Walahuallam…
 
 
  Persiapan Teknis
 
        Secara umum, persiapan teknis yang kami lakukan adalah persiapan perlengkapan masing-masing divisi. Sapi dan Petong sebagai delegasi Kenal Medan Divisi Rafting, melakukan peminjaman perlengkapan melaui sponsorship (Boogie) dan organisasi independen (YCR / You Can Raft). Pihak Boogie meminjamkan beberapa pelampung dan tak lupa memberikan kaos CREW www.boogieadvindo.com (yang kemudian oleh kawan – kawan disablonkan kata ASTACALA tepat diatas kata CREW nya). Sementara itu, YCR bersedia meminjamkan beberapa paddle dan helm. Terima kasih Boogie dan YCR…
 
        Ayis – yang ikut di Kenal Medan Divisi Rock Climbing- dapat segera melakukan inventarisasi perlengkapan yang dibawa. Dalam hal ini, tidak dilakukan peminjaan dari pihak eksternal karena ASTACALA memiliki inventaris perlengkapan climbing yang cukup.
 
        Berbeda nasib dengan cerita diatas, aku dan Onie yang ikut Kenal Medan Divisi Caving tidak dapat banyak mempersiapkan alat – alat penelusuran goa, karena ASTACALA sendiri belum memiliki inventaris untuk perlengkapan penelusuran goa (terutama SRT Set), juga perlengkapan tersebut masih sulit dicari di bandung (melalui peminjaman). Hal ini karena masih sedikitnya organisasi MAPALA / Pecinta Alam di Bandung yang berkegiatan dan memiliki peralatan penelusuran goa. Untuk langsung membeli sangat tidak mungkin karena minimnya waktu dan kondisi keuangan kami atau organisasi. Oleh karena itu, kami hanya membawa beberapa perlengkapan yang sekiranya bermanfaat. Aku juga sempat meminjam head lamp milik Astaka dan mengamankan sepatu boot hijau Jimbo yang sebelumnya digunakan untuk berkebun (terima kasih banyak bantuan nya…. : )
 
        Jabek, yang ikut Temu Wicara juga sempat melakukan persiapan teknis. Perwakilan ASTACALA (jabek, onie, sapi, petong) hadir pada pertemuan konsolidasi akhir antara MAPALA se JAWA BARAT di Kampus UPI yang dikoordinasikan oleh MAHACITA. Dalam pertemuan dibahas rencana pencalonan PIN ataupun tuan rumah TWKM XVIII oleh MAPALA yang ada di JAWA BARAT. ASTACALA sempat masuk dalam bursa pencalonan tuan rumah TWKM XVIII. Namun, setelah berkoordinasi degan barudak yang ada di sekre hal ini untuk sementara di tolak dulu, mengingat kondisi ASTACALA yang perlu melakukan pembenahan internalisasi sebelum merambah keluar. Selain itu, petong juga sempat mempersiapkan makalah untuk dipresentasikan pada sidang TWKM XVII, namun karena berbagai hal makalah ini tidak sempat diselesaikan sehingga tidak dapat dipresentasikan.
 
        Dalam hal ini, penulis berpendapat ASTACALA mulai dikenal dan dipercayai oleh MAPALA lain khususnya Bandung untuk mendapat amanah. Selain adanya wacana tuan rumah TWKM XVIII tadi, juga terbukti dengan terpilihnya ASTACALA untuk menjadi PID JAWA BARAT pada TWKM XVII tersebut.
 
        Mudah – mudahan hal ini dapat menjadi dexter yang menambah kekuatan fisik dan mental kawan – kawan ASTACALA dalam menempuh perjalan panjang menundukan puncak – puncak kejayaan kepetualangan. Apapun bentuk nya.
 
 
  Perjalanan
 
        Minggu, 11 Des 2005
 
        Hari itu akan selalu ku kenang sebagai salah satu hari paling kocak yang pernah ku alami dalam hidup. Bagaimana tidak, pagi itu kami team ASTACALA yang akan ikut TWKM XVII sedang terburu ? buru untuk packing kebutuhan kami selama berkegiatan. Mulai dari kolor sampai carabiner screw dan helm menunggu untuk dimasukan dalam tasku yang hanya day pack itu. Bagi ku, day pack ini sedang berada dalam fase test drive , maklum baru beli coy…di counter boogie yang ada di sekre sendiri, lumayan discount 20 %.
  Ditengah kesibukan kegiatan itu, aku teringat belum mengambil uang kontan untuk saweran kami dan kiriman dari salah satu jendral yang mesti segera di setor ke komandan Jabek. Belum lagi harus ke kos seorang teman untuk menitipkan surat ijin tidak ikut presentasi tugas besar sabtu depan. Segera saja, aku dan Petong -yang kebetulan bernasip sama- meminjam motor mbak Uuth untuk pergi ke ATM di buah batu. Waktu itu waktu menunjukan jam 09.30 lewat artinya waktu yang ada sangat sedikit, karena jam 10 kami harus sudah berangkat ke pool di leuwi panjang. Packingan ku yang yang hampir selesai segera kutinggalkan dan langsung cabut. Sesampainya di sekre yang saat itu rame ?kayak kandang? aku langsung menghampiri day pack untuk menyelesaikan packing an yang belum kelar. Beruntung insting ini masih tetap jalan, aku melihat susunan packing ? an sudah berubah bentuk, dan -benar saja? didalamnya penuh dengan benda ? benda aneh semacam patung budha, payung, dll. Bangsat…pikirku, ini pasti ulah jacky ato kebo ato makhluk usil lainnya yang sekarang membunyikan pluit dan memukul ? mukul meja untuk membuat kami panik.
 
        Akhirnya, kami semua sudah selesai dan siap untuk berangkat. Tak lupa berfose dulu di kebun belakang sekre. Saat itu waktu menunjukan jam 10 lewat. Petong -yang menemukan patung budha di carriernya- kembali membuka packing an sambil menyumpahi pelaku…(heheheh…sapa tuh?). Jacky dan Kebo bersedia mengantarkanku dan ayis. Sementara kawan ? kawan yang lain naik angkot / ojeg. Sesampainya di pool, ternyata ada juga penumpang yang lain yang belum datang. Aku menghampiri seorang bapak yang sedang duduk dimeja kerja menyampaikan klo teman ku yang lain sedang di jalan. Duduk menunggu, aku membuka buku catatan, mencoba memikirkan apakah ada yang masih belum kelar. Tak lama kemudian datang ayis, petong, sapi dan terakhir onie ? jabek.

 

   

 

        Di pool itu kami menunggu cukup lama juga. Petong ?sekali lagi- menemukan patung budha di carier nya. Akhirnya, patung itu kami tinggalkan saja di pool. Jam 11 lewat, bus itu pun siap berangkat. Kami diberi kue yang langsung saja kami lahap, maklum belum sarapan..Berjalan cukup kencang, bus itu akhirnya berbalik lagi setelah masuk tol. Saat itu hingga bus kembali ke pool, aku tidak berfiirasat apa ? apa. Hingga kami menunggu sampai jam 3 siang, aku mulai menghampiri bapak tadi menanyakan bagaimana nasip kami. Akhirnya, dengan raut menyesal beliau mengatakan tidak ada ada harapan lagi dan kami harus mencari alternative angkutan lain. Siaaaal…aku -sambil berusaha menjaga emosi ini- menyampaikan sesalku kenapa hal ini tidak dikatakan dari tadi, karena kami mungkin bisa naik bus ekonomi yang berangkat sekitar jam 2.30 siang. Akhirnya setelah negosiasi, uang kami dikembalikan 100%. Kami diberi info bahwa kami bisa menanti bus ke merak dipintu tol.

 Duduk di trotar, kami beberapa kali melewatkan bus ekonomi ke merak. Kami sepakat naik eksekutif karena lewat cipularang, sehingga lebih cepat sampai ke merak. Tapi kemudian lewat juga bus ekonomi yang juga lewat cipularang. Kami pun naik bus ini.

        Di dalam bus, aku sempat mengirim sms singkat ke Jimbo dan Oelil menanyakan bagaimana kondisinya di merak kalau kami mau nyebrang. Keduanya langsung reply. memberikan saran yang berbeda. Jabek – yang saat itu menghubungi pak kebo – di sarankan untuk turun dijakarta, nginap di warnet macan kemudian naik pesawat senin pagi. Usul itulah yang akhirnya kami lakukan, karena selain cemas bercampur was ? was bagimana starategi kami di merak nanti, kami juga harus tiba di jambi sebelum sore ? yang tidak akan mungkin terjadi klo nyambung ? nyambung…- , karena lokasi Kenal Medan yang katanya sangaaaaat jauh.

        Kejadian ini sungguh mengajarkan kami untuk bereaksi cepat. Bagaimana tidak, waktu itu rencana menggunakan pesawat tidak ada sama sekali di benakku. Artinya, hitung – hitungannya adalah naik ekonomi atau nyambung ? nyambung. Alternatif pertama langsung gugur, karena pada saat negosiasi dengan agen agar duit kembali penuh, waktu sudah menunjukan pukul 3 siang lebih. Artinya lagi, bus ekonomi manapun sudah berangkat beberapa saat yang lalu. Alternatif kedua yang bernasip sama akhirnya mengantarkan kami pada the last chance.

 

   

 

         Sesampainya di Jakarta, kami turun di depan RS Harapan Kita. Naik mobil ke Kampung Rambutan kemudian ke Lebak bulus ?sebelumnya sempat nyasar dulu? akhirnya kami tiba di warnet macan. Saat itu, orang yang dicari sedang tidak ditempat. Setelah meletakan barang bawaan, kami kemudian menuju warung nasi terdekat, memesan makanan yang ada tanpa berpiir tentang harga. Saat itu jam 11 malam lewat, perut ini sudah menjerit minta diisi karena memang belum makan seharian. Akhirnya terjadilah : tagihan kami menunjukan angka 80 ribu lebih..sudahlah, toh ini jatah 3 kali makan… Kembali ke warnet macan, kami langsung saja bebersih dan istirahat karena besoknya harus sudah siap dijemput Bos Otong jam 5 pagi karena kami berencana naik pesawat jam 7.

        Senin, 12 Des 2005
 
 
        Jam 4 pagi itu, aku dan jabek sudah siap tempur. Sambil menunggu Bos Otong dan tak lupa membangunkan anak ? anak, aku sempat membuka astacala.org dan login dengan account jabek, menyampaikan kabar terbaru kami di fordis. Sedikit cemas juga, karena Bos Otong yang dari tadi di miss call ga ngangkat telp nya. AKhirnya, jam 6 kurang kami di jemput si Bos dengan mobil vioz baru nya itu…..cieeeee.
 
        Tiba di sukarno hatta jam 7 lewat, kami membagi tugas : Petong ke Mandala, Sapi dan aku ke Sriwijaya Air, Jabek ? Ayis ke ATM untuk ambil uang cash. Saat itu penerbangan terdekat hanya jam 13.30 dengan sriwijaya Air (yang jam 7 baru saja take off..). Harga tiket sewaktu aku tanyakan adalah 330 ribu. Kami kemudian berembuk dulu, karena asumsi awal kami harganya kurang dari 250 ribu. Setelah deal ?10 menit kemudian- aku memesan dan kaget, harga tiket tadi sudah menjadi 350 ribu..siaaaaal. Menurut mbak nya, harga ini naik tiap detik sesuai perkembangan pemesanan. Akhirnya kami pun pasrah dan memesaan 6 seat..hik hik hik
 
        Karena jadwal penerbangan yang masih lama, kamipun di ajak ke grogol untuk sarapan oleh si bos, sementara beliau sendiri harus ke kantor sebentar untuk meeting…..Setelah sarapan, kami menunggu di trotoar sambil terbahak ? bahak memikirkan kisah kami hingga hari ini. Jam 11.30 lewat yang ditunggu belum juga datang, padahal kami harus boarding pass maksimal jam 12.30. Sms pun dikirimkan..dan tak lama si bos pun nongol.

       

      

        Di area parkir dan di dalam pesawat kami masih sempat berfose, mengabadikan momen langka ini…kapan ? kapannya anak ASTACALA jalan naik pesawat???. Kami tiba di Bandara Sutan Taha jam 14.30. Oh ya, dari Sukarno Hatta kami bareng dengan Cholish, anak UPN Veteran Jogja yang akan ikut Temu Wicara. Dari bandara kami naik 2 kali angkot ? style musiknya khas alias keras ngujubileh coy…- kemudian langsung menuju kampus Unja Telanaipura, karena menurut teman jabek kami kumpul di sana dulu. Ternyata disana kami disambut suasana sepi. Kami menuju sekretariat SIGINJAI, dan benar saja : kami hanya menemui 3 orang panitia. Setelah berkenalan sebentar, kami diberi tahu bahwa kami harusnya ke kampus Mendalau. Disanalah kami harus mendaftar kemudian diberangkat ke lokasi. Beruntung ada mobil pick up panitia yang memang berniat ke mendalau untuk mengantar beberapa barang. Akhirnya kami melaju dan tiba 10 menit kemudian kemudian langsung mengurus administrasi dll.
   
        Karena keterlambatan ini, kami melewati pembukaan dan stadium general. Sambil menunggu keberangkatan ke lokasi masing ?masing, kami makan dengan nasi bungkus yang diberi panitia. Kami berkenalan dengan kawan ? kawan lain yang juga nongkrong di depan aula itu : dari Padang, Makassar, Jakarta, Lampung, dll. Kawan ? kawan ITB saat itu juga sedang menunggu seorang teman yang berangkat dengan penerbangan jam 15.30.
  Sore itu, peserta setiap divisi sempat briefing dengan panitia. Kami (divisi arum jeram, caving dan panjat tebing) diberitahu untuk sudah bersiap ? siap ba’da magrib ini untuk berangkat – dengan bus carter ekonomi – ke Merangin, sementara itu divisi gunung hutan (yang jumlah nya 40 orang lebih / sejumlah 3 divisi lain) di bus terpisah (AC coy…..bikin sirik deeeh).
   
        Kami tiba di Merangin jam 2.30 pagi. Lelah dan mengantuk, kami segera bebersih dan instalasi tempat bobok di aula dinas pariwisata Kabupaten Mendalau itu. Beberapa kawan juga tampak memasang hammock. Sial bagi petong, ketika membuka carrier nya ia menemukan sebuah kipas angin kecil putih ter packing dengan rapi di dalamnya. Sempat shock sebentar, ia akhirnya hati ? hati memindahkan barang ? barang itu ke carrier sapi supaya tidak terlihat yang lain sewaktu mengambil perlengkapan tidur. AKu teringat pesan Momesh sebelum berangkat ke pool (sebelumnya aku ga ngerti maksudnya), “Dek, jagain Petong ya…nanti mungkin mentalnya kena di sana. Pokoknya kamu jagain yah..”…gilaaaaaaaa
   
        Selasa, 13 Des 2005
   
 
        Setelah terobati tidur cukup nyenyak, kami segera mandi atau sekedar cuci muka. Pagi ini akan dilakukan upacara pelepasan dengan Bupati Merangin. Gladi bersih yang dipimpin oleh staf pemda cukup kacau, karena anak ? anak ogah ? ogahan untuk nyanyi lagu Indonesia Raya (kebayang false nya gimana?????). Dengan frustasi, si bapak berkata “Klo di cina nyanyi lagu kebangsaan sambil main ? main bisa dihukum gantung..”. Tak lama kemudian, terdengar celetukan kawan dibelakang “Klo di cina, ngomong sambil kumis goyang ? goyang bisa dihukum gantung pak…!!! ”. Si Bapak yang memang punya kumis style Hitler itu langsung pergi dengan muka merah. Lama juga menunggu pimpinan upacara kita, yang oleh kawan ? kawan dipanggil Bupati Cina. Kami sempat sarapan dan akhirnya jam 10.30 datang juga Wakil Bupati menggantikan, upacara pun dilangsungkan. Dengan serius, kawan ? kawan bernyanyi lagu Indonesia Raya (beda banget dengan gladi bersihnya!!!! anak MAPALA getoo lho….). Upacara tidak berlangsung lama dan diakhiri dengan foto bersama. 

 

   

 

        Sambil menunggu angkutan datang, kami berfose dulu di tepi sungai batang merangin yang ada di depan aula itu. Setelah mobil jeep team Caving datang, kami pun berpamitan dengan kawan ? kawan tebing dan sungai. Di mobil yang ukurannya mirip Rover nya Gapoeng itu, kami berhimpit ? himpitan 13 orang bersama bahan makanan. Kami memutuskan untuk makan siang nanti, karena baru saja menyantap sarapan yang terlambat datang.

        Jalan menuju Sengayau sungguh menakjubkan. Bagaimana tidak, tiap saat kami diguncang oleh lubang yang menganga hingga salah seorang kawan dari jogja sempat nyeletuk “Klo nih jalan disamaain kayak sungai, mungkin udah sama kayak Colorado neh….”. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 6 jam (ditambah aksi dorong mobil juga…..). Mobil yang kami tumpangi ini adalah mobil Departemen Kehutanan, dan sopirnya yang juga Ranger Taman Nasional Gunung Kerinci itu terlihat sudah sangat mengenal mobil yang digunakan. Namun, karena memang medan yang terlalu sulit akhirnya sang sopir menyerah (setelah melewati Dusun Dalam) dan kami pun pindah ke truk pak Sahar yang kebetulan dibelakang rombongan kami. Truk ini mengangkut batu sungai untuk menutup lobang di jalan. Dari yang penulis lihat, didalam truk dijumpai beberapa mesin pemotong kayu, sehingga kemungkinan juga digunakan untuk mengangkut kayu tebangan dari hutan.

        Di tengah perjalanan kami berhenti, karena pemiliki truk ingin mengambil batu di sungai. Kami pun menggunakan kesempatan ini untuk makan siang di tepi sungai (jalan yang kami lalui memang sejajar dengan sungai). Waktu itu hari menunjukan jam 3 siang lebih. Selama perjalanan, kami menggunakan kesempatan ini untuk saling mengenal. Di rombongan kami ada 10 peserta (5 putri, 5 putra….pas banget yaaa) : Abon (Mapa Gundar); Jeffry yang kuliah di UNSOED (ASTADECA); Datuak – anak gunung gutan yang pengen nyoba Caving (PAKSI ARGA); Catur yang kami panggil babie romeo, karena memang mirip (Wanapala UNAIR); Berry (KMPA Ganesha); Sanny yang kami pangil “Mpok” karena mirip mpok nya Alhm. Benjamin (MAPAGAMA); Getol (JAYAGIRI); Bebek – seorang kawan yang setahun lalu sempat ngajarin aku, jabek dan kupret latihan SRT di jogja (MAPALA UNISI), terakhir aku dan onie. Sedangkan panitia yang mengiringi : Robi (Koordinator), Rika (Sekretaris) dan Sri (Bendahara).

 

   

 

        Oh ya, di desa kami sempat diberi jajanan khas oleh penduduk yang bentuknya seperti dodol namun lebih keras dan pecah dimulut. Setiba nya di jambi kelak, aku baru mengetahui bahwa makanan ini hanya ada di Sengayau saja. Aku menyesal juga tidak sempat membawa nya. Kami tiba di basecamp jam 6 sore lebih (lokasi tepat setelah melewati jembatan permanen ke 3). Sesampainya di sana, aku bergegas sholat zuhur- ashar dulu walaupun ga yakin belum magrib. Sesudahnya kami instalasi dan bebersih.
   
        Di basecamp sudah ada team pendarat : Eka (KPA Elang Gunung), Fahmi (SWAT Stikom), Bowo (KPA Pamalayu), Pahlevi (Siginjai) dan instruktur kami : Jibrik dan Ben (MAKOPALA Budi Luhur). Malam itu hanya diisi ngariung dengan instruktur yang berasal dari Jakarta (Ben dan Jibrik). Kedua nya cukup asyik karena lucu, dan cerita kami berlanjut ke kisah eksplorasi yang diselingi pertanyaan ? pertanyaan ringan seputar alat / kasus yang ditemui.
   
       Rabu, 14 Des 2005
   
        Pagi ini kami sepakat untuk mencoba ascending ? descending menggunakan SRT Set di pohon sekitar basecamp sebagai pemanasan. Aku, Onie dan datuak yang memang belum berkecimpung di dunia para caver, menggunakan kesempatan ini untuk berdiskusi dengan kawan ? kawan yang sudah expert. Bagaimana tidak, banyak diantaranya adalah Kadiv Caving di organisasinya. Kami berlatih hingga siang, kemudian makan dan sholat.
   
        Sesuai dengan ROP, kami dibagi menjadi 2 team : Jefry, Catur, Onie, Mpok Sanni, Getol di Team 1 dan Abon, Datuak, Berry, Bebek, Aku di Team 2. Aku bersyukur dengan ini, karena memungkinkan kami untuk meminjam SRT Set kawan di team lain ketika melakukan penelusuran (bergantian vertikal dan horizontal).
   
        Siang itu, kedua team mempersiapkan perlengkapan masing ? masing. Jam 3 siang, kami serentak berangkat menuju lokasi. Perjalanan yang ditempuh cukup mengejutkan kawan ? kawan. Karena memang lokasi goa yang berada di balik punggungan, sehingga kami harus mendaki dulu kira ? kira 1 jam. Setibanya di depan entrance goa Mesjid, kami masih sempat mencuci muka dulu di sungai kecil yang juga digunakan petani walet – yang mendirikan pondok disekitar situ – untuk mandi dan mencuci. Team 1 mesti harus mendaki beberapa saat lagi sebelum tiba di entrance goa Kadir. Team 2 ditemani oleh 3 orang guide petani walet : jala, alwi dan rudini. Selama ekplorasi kami mengunjungi 4 dari 7 lorong yang ada. Sebenarnya kami ingin waktu eksplorasi lebih lama lagi, agar memberi kesempatan lebih lama untuk mempelajari goa ini. Namun karena sang guide mesti menjaga sarang walet di goa lain, maka kami mengakhiri eksplorasi sore itu juga dan tiba di basecamp tepat sebelum magrib. Kondisi goa yang kotor dan rusak itu cukup untuk membuat kecewa kawan ? kawan. Bebek tampak cemberut sampai malam itu, walau tidak berkata apa ? apa, aku tau dia berharap dapat melihat ornamen yang lebih bagus setelah jauh ? jauh ke jambi.
   
        Setibanya di basecamp kami bebersih sambil menunggu team 1 kembali. Menurut ROP, seharusnya mereka sudah tiba sebelum jam 9 malam itu. Jika tidak juga datang sebelum jam 10, maka kawan ? kawan panitia dan peserta putra sepakat untuk menyusul. Aku, Bebek dan panitia putri tetap stand by di basecamp. Kami tertidur dan terbangun setelah mendengar keributan, ternyata team 1 sudah datang. Ketika itu waktu menunjukan kira ? kira jam 12 malam. Aku bangun lagi, mengikuti evaluasi dan briefing hingga jam 3. Kawan ? kawan putri lain – yang tampak sangat kelelahan – tidak ikut dan beristirahat.
   
        Kamis, 15 Des 2005
       
        Hari ini, gantian team 2 yang eksplorasi ke goa vertikal. Sesuai evaluasi malam sebelumnya, maka dipilih goa vertikal lain karena goa Kadir menurut kawan ? kawan team 1 sungguh mengecewakan karena hanya berupa sumur, sehingga dianggap tak labih dari latihan SRT saja alias ga ada jalan ? jalannya.
   
        Kawan ? kawan yang kurang tidur baru bisa bersiap dan berangkat jam 1 siang lewat. Team 1 menuju goa Mesjid, sedangkan kami menuju entrance goa Sentot. Perjalanan nya cukup advance juga, membuatku kembali bersemangat. Ternyata dugaanku tepat, dikejauhan bau guano sudah tercium yang menandakan ada goa tak jauh dari posisi kami saat itu. Entrance goa Kadir mengobati kepenatan setelah mendaki 1 jam lebih. Dengan diameter 5 meter lebih, kami mencoba menganalisa lokasi anchor yang tepat untuk rigging. Jala, yang menemani saat itu membantu kami membersihkan semak di sekitar mulu goa. Belum ada orang yang melewati entrance ini sebelumnya, begitulah kata Robi ? panitia yang bersama kami -. “Gilaaaaa…bakal seru nih”, pikirku.
   
        Kami membawa 2 tali karmantel super statis 50 m dengan kondisi yang kotor dan berbulu. Aku dan bebek sempat sikut ? sikutan waktu melihat tali itu dan berdoa mudah ? mudahan talinya cukup kuat untuk SRT 6 orang. Tak kurang dari 2 jam, instalasi jalur sudah selesai, dengan bentuk Y anchor dan 2 jalur (karena perkiraan jalur kurang dari 30 m vertikal). Jadi, akan turun 2 orang bersamaan : Jibrik (instruktur) ? Robi (panitia), Bebek ? Datuak, terakhir Abon ? Adek.
   
        Ketika Jibrik dan Robi decending, diketahui ternyata kedalaman jalur ini lebih dari 30 m sehingga tali tidak cukup. Mereka kemudian turun hingga teras pertama. Seluruh team diinstruksikan decending hingga teras ini dulu kemudian 1 tali dilepas dan disambung ke tali yang lain. Ketika aku dan Abon turun, sebuah bongkahan batu sebesar kardus supermi jatuh. “ROCK FAAAALLLLL !!!” teriak abon. kami berhenti sebentar dan sangat kawatir dengan kawan ? kawan dibawah, karena tempat berpijak mereka saat itu sangat sempit ditambah salah seorang kawan tidak menggunakan helm. Setelah terdengar teriakan aman dari bawah, kami pun melanjutkan descending. Untuk menghilangkan ketegangan, aku dan abon mengisi decending dengan bercanda. Alhamdullilah kami selamat tiba di teras, kemudian bergabung dan mengamankan diri dengan cowstail.
   
        Ben dan Bowo – yang stand by di atas – melepas tali ke 2. Jibrik dan Abon kemudian memasang kembali lintasan. Waktu itu sudah magrib sehingga kami mulai dikelilingi kegelapan. Dinding didepanku saat itu tampak seperti tengkorak karena bentukan tonjolannya. Setelah semua aman, jibrik diikuti abon, bebek, datuak, aku dan terakhir abon descending kembali. Saat itu kami membuat 1 deviasi untuk menghilangkan friksi dan 1 simpul butterfly pada lintasan ini. Menurut Abon, lintasan ini tidak begitu baik karena penuh dengan friksi. Jibrik yang tiba lebih dulu, berteriak bahwa dibawah sungguh menakjubkan. Dari atas kami sudah terdengar suara sungai bawah tanahnya. Kata Jibrik sungai ini lumayan besar..”akhirnyaaaa”, pikirku.

 

   

 

       Kami mengunjungi semua lorong yang ada dan menemukan siphon di salah satu lorongnya. Saat itu semua orang sungguh ceria, yah..akhirnya terbayar sudah setelah jauh ? jauh datang ke jambi. Bagiku ini adalah pengalaman sekaligus pembelajaran yang tak terlupakan. Tak pernah terbayang dalam benak ini, goa vertikal pertama yang akan kuturuni ada di jambi dan langsung 60 m lebih !!!
          Eksplorasi saat itu berakhir hingga jam 10 malam lewat. Keluar melalui entrance horizontalnya pun sungguh penuh tantangan dimana kami harus sedikit chimneying, karena lorong yang sangat sempit (kurang dari 50 cm) dan dibawahnya mengalir sungai yang mungkin saja dalam. Diluar kami sempat menemukan air terjun seperti yang diceritakan jala. Saat instalasi tadi, jala memang sudah mengatakan bahwa menurut perkiraannya goa ini akan tembus ke entrance horizontal di dekat air terjun.
     
        Perjalan ke basecamp aku isi dengan berlari, karena memang jalurnya turun. Sesampainya di basecamp, kami sudah ditunggu oleh kawan ? kawan team 1 yang tak sabar menanti cerita kami. Setelah bebersih, kami pun bercerita tentang eksplorasi tadi. Saat itu waktu menunjukan jam setengah 11 malam lewat.
     
        Jumat, 16 Des 2005

 

   

 

        Karena penasaran dengan cerita kami, kawan ? kawan Team 1 pun meminta pada panitia untuk diantar ke goa kadir juga. Sesuai kesepakatan team 1 akan berangkat sebelum waktu sholat jum’at dan team 2 akan menyusul dari entrance horizontal sambil membawa makan siang team 1.
     
        Kami berangkat jam 1 siang lewat ditemani 3 panitia (fahmi, eka, sri) dan bertemu dengan team 2 jam 2 an. Saat itu, Yuda dan Getol sudah ada di dasar goa. Kami menunggu hampir 2 jam sebelum semua personil tiba. Eksplorasi ini tidak lebih dari 3 jam. Kami makan malam di entrance horizontal. Suasana saat itu sungguh membuatku akan selalu mengingat momen ini. aku merasa disinilah titik puncak rasa persaudaraan yang mulai tumbuh diantara kami.
 

        Sabtu, 17 Desember 2005
     
        Sesuai instruksi panitia, kami harus bersiap ? siap dari pagi karena kemungkinan truk yang akan menjemput kami tiba jam 9. Kami sempat makan pagi dulu, membantu panitia untuk packing tenda pleton dan perlengkapan basecamp lain. Sambil tidur ? tidur di hammock, main kartu atau sekedar ngobrol kami menunggu. Tapi hingga jam 1 siang, truk yang ditunggu tidak datang juga. Akhirnya kami makan siang dan panitia meminta peserta jalan dulu ke desa terdekat yang ?katanya- tidak lebih dari 2 km.

 

   

 

        Aku sedikit sangsi jarak yang kami tempuh dulu itu kurang dari 2 km, paling tidak 5 km lah. Ternyata benar. AKu, Catur dan Yuda saat itu berjalan cepat di depan. Kami tiba di Dusun Dalam ?desa terdekat- jam 6 sore atau 5 jam jalan kaki!!! “Buseeeet….lengkap semua : dari offroad, gunung hutan, berenang di goa, panjat tebing sampai long march !!! ” ”, pikirku.
     
        Alhamdullilah truk yang kami tunggu sedang parkir di sana. Ternyata beliau memang tidak bisa menjemput ke lokasi dan Robi yang kemarin mencari kendaraan akhirnya ke Merangin mencari alternative lain. Pak Sahar bersedia mengantar hingga kantor Polsek Sungai Manau. Dari sana kami akan melanjutkan dengan bus antar kota ke Jambi.
     
        Bebersih dan makan malam, kami menunggu lagi hingga jam setengah 12 malam. Waktu yang ada kami isi dengan menonton tv dan bermain teka ? teki konyol. Ketika bus yang ditunggu datang, kami langsung berangkat. Perjalanan ke jambi memakan waktu 6 jam lebih. Hingga kami tiba di kampus Unja Telanaipura jam setengah 6 pagi.
    Aku bertemu dengan Sapi dan Petong yang datang setelah kami. Aku tidak menemukan Ayis di kumpulan team RC yang tiba lebih dulu. Sementara itu team GH baru tiba siang hari nya. Aku bertemu Jabek di aula siang itu dan menanyakan ROP ke bandung. Menurut komandan, tiket pesawat sudah di booking untuk penerbangan besok jam 5 sore.
     
        Pak Kebo dan pasukan dari bandung pagi itu juga sempat mampir dan mentraktir kami makan pagi di warung padang terdekat. Ternyata benar, di jambi biaya makan sungguh mahal. Pak Kebo yang tidak bisa lama ? lama di jambi langsung berangkat ke bangko setelah sarapan itu.

 

   

 

        Siang itu team Caving sempat jalan ? jalan keliling jambi dan sorenya kami mengantarkan Berry ke bandara karena harus sudah tiba di Bandung besok untuk UAS. Malamnya kami mengikuti penutupan TWKM XVII di rumah dinas Walikota Jambi. Acara berakhir jam 11 malam dan NO DRUGS. Tapi sesampainya di aula Unja Telanaipura dini hari itu, aku melihat kawan ? kawan lain sudah pada mabok. Karena sudah capek langsung saja aku dan yang lain instalasi tempat tidur dan bobok..
     
        Minggu, 18 Desember 2005
     
        Hari ini hanya diisi dengan menunggu. Aku bertemu dengan seorang kenalan dari Padang yang sudah jadi jendral nya Proklamator. Beliau saat ini aktif di MAPALA dan mendirikan salah satu KPA di Bangko. Dari percakapan itu, aku mengetahui bahwa kawan ? kawan di Jambi cukup kecewa dengan pelaksanaan TWKM. Hal ini antara lain karena masalah koordinasi yang tidak jelas. Namun, aKu yakin panitia pun telah memberikan yang terbaik dari yang ada. Mudah ? mudahan evaluasi ini memberi pelajaran berharga bagi kita semua tentang arti penting sebuah kesiapan dalam melaksanakan kegiatan.
     
        Aku kemudian meminta diantarkan untuk mencari jajanan khas Jambi untuk oleh ? oleh. Aku diajak ke MAKOPLA DIMITRI dulu dan sempat ngobrol dengan kawan ? kawan disana. Ternyata mencari jajanan khas Jambi tidak perlu jauh ? jauh, cukup di supermarket saja…ya elahhh.

 

   

 

        Kami berangkat jam 4 siang dengan mobil Fahmi. Aku tidak sempat berpamitan dengan kawan ? kawan Caving lain, karena mereka sedang bergerilya mencari transportasi pulang. Di rombongan kami juga ada team MAPA GUNDAR dan PALAWA. Kebetulan kami dengan penerbangan yang sama.Jam 6 sore kami sudah tiba di Sukarno Hatta.

        Kami langsung pulang hari itu juga ke bandung, tidak mampir ke warnet Macan dulu. Kami tiba di Bandung tengah malam. Membeli nasi goreng dulu di palasari, kami lalu pulang. Di sekre saat itu sedang stand by Pak Ketua. Setelah nongkrong sebentar dan cerita tentang hal konyol di jambi, aku langsung ke goa tidur. Karena lelapnya, kenangan Jambi saat itu tidak terlintas dalam mimpiku. Mudah ? mudahan ilmu yang didapat bukan hanya jadi mimpi kesiangan, karena harapan untuk jalan ? jalan dengan Dream Team Caving ASTACALA jadi bagian obsesi ku sejak saat itu. Amien

 

   

 

      Kendala
     
        Beberapa kendala yang kami alami selama mempersiapkan dan mengikuti kegiatan TWKM XVII ini antara lain :
     
      1. Lambatnya kepastian personil yang bisa mengikuti TWKM XVII khususnya untuk Kenal Medan Divisi Caving karena masih adanya perubahan susunan personil hingga H – 5. Hal ini antara lain mengakibatkan terlambatnya persiapan perlengkapan untuk mengikuti Kenal Medan Divisi Caving, terutama perlengkapan pribadi semacam SRT Set. Beruntung disela – sela Rapat Pendas XIV, kami sempat melakukan beberapa kali rapat koordinasi dengan Dewan Pengurus dan anggota yang lain. Dipertimbangkan juga personil yang stay di sekretariat untuk menangani Pendas sementara waktu.
     
      2. Minimnya dukungan dana dari STTTelkom. Penulis – yang kebetulan mengurus proposal pengajuan dana – pada mulanya merasa senang sewaktu pak Mahmud berjanji menyediakan dana pendaftaran peserta (berapa pun yang ikut). Padahal setelah dihitung – hitung, biaya transprotasi dan akomodasi jauh lebih besar walaupun setting-an ROP nya ngegembel. Ditambah fakta makin dekatnya agenda Pendas XIV, mengakibatkan sedikitnya anggota yang dapat ikut serta. Walau untuk keseluruhan delegasi MAPALA pada TWKM XVII, ASTACALA termasuk banyak mengirimkan delegasi.. ampe kita dikira tajir euy…
      Setelah mendengar saran dari oknum Momesh, akhirnya kawan – kawan mengajukan permintaan dukungan dana / alias sms ngemis pada para jendral dan mengajuakan proposal sponsorship pada pihak luar (Boogie dan YCR). Penulis melalui kesempatan ini, meminta maaf yang sebesar – besarnya pada para jendral yang marah karena tidak sempat memberi kabar seputar TWKM lalu ujuk – ujuk minta duit (sampai dibilang kodok…hehehe…). Tulisan ini – dengan segala kekurangannya – sebenarnya mencoba untuk menebus kesalahan tersebut. Mudah – mudahan dapat diterima dan dimaklumi yah….
     
      3. Tidak lengkapnya perlengkapan caving yang kami bawa, dikarenakan organisasi belum memiliki inventaris ini dan sulitnya meminjam dari eksternal (memang jarang yang punya, kalupun ada sulit untuk dipinjam). Namun, dari pada diam menerima nasip akhirnya kami mendata perlengkapan disekretariat yang sekiranya dibutuhkan dan membagi dengan ayis yang juga lebih membutuhkan seperti webbing, carabiner screw, carabiner non screw, head lamp, boot, dan perlengkapan pribadi penelusuran lainnya.
      Beruntung pada saat dilapangan, panitia menerapkan mekanisme pembagian team, dimana medan eksplorasi kedua team berbeda (horizontal dan vertikal) sehingga kami dapat meminjam SRT Set personil team yang sedang menelusuri goa horizontal saat melakukan penelusuran vertikal.
     
      4. Belum adanya kata sepakat dari mengenai ROP TWKM XVII. Hal ini juga menyebabkan sedikit kacaunya (alias konyol) pengaturan transportasi yang sudah di booking dan perbedaan pendapat mengenai transportasi pulang. Akhirnya malam sebelum keberangkatan kami melakukan rapat koordinasi dadakan dengan sesama delegasi dan anggota ASTACALA yang lain.
     
      5. Bus yang semulanya akan mengantar ke jambi mendadak rusak ketika menyusuri tol, hingga harus balik ke pool lagi. Sehingga jadwal keberangkatan kami ke Jambi otomatis kacau balau, mengakibatkan kami tidak dapat mengikuti pembukaan dan stadium general. Hal ini ditambah lagi dengan fakta mahalnya kebutuhan transportasi pulang – pergi (pesawat coy…), hingga harus meminjam dulu dari anggota yang memiliki tabungan cukup. Karena membengkaknya anggaran transportasi, setiap orang harus menambah iuran 2x dari kesepakatan / perhitungan semula (kacian deh lu…..).
     
      6. Tidak adanya alat dokumentasi yang dibawa delegasi Kenal Medan Divisi Caving. Hal ini dikarenakan kamera digital yang sudah dipinjam jauh hari sebelum mendadak tidak dapat digunakan, sedangkan tidak satu pun personil yang ahli menggunakan kamera yang ada di sekretariat. Akhirnya kami hanya bisa nimbrung dengan kawan peserta lain yang kebetulan membawa kamera dan negosiasi agar file dokumentasi nya dapat dikirmkan via email. Aku sempat merenungi kejadian ini sewaktu membereskan lemari putih di sekre tempat menyimpan kamera SLR. Kalau saja aku bisa dan PD menggunakannya, pasti akan banyak bermanfaat ketika di jambi. Sesudahnya, aku mencoba bertekad dan berjanji untuk mempelajari + mepraktekkan lagi penggunaan kamera ini dikemudian hari (doain yah..!!).
     
     
      Saran
     
        Saran untuk menindak lanjuti kegiatan ini :
     
      1. Persiapan teknis yang lebih dini jika ingin mengikuti kegiatan serupa menyangkut : perijinan, susunan delegasi dan divisi yang akan diikuti, peralatan, dll. Hal ini untuk mengantisipasi kekurangan khususnya dana dan peralatan serta perhitungan ROP yang lebih baik (baik dari segi jadwal maupun penggunaan keuangan). Tak lupa perbanyak diskusi, karena hanya dengan ini kita dapat mengetahui kebutuhan atau pendapat orang lain (intinya komunikasi coy… : )
     
      2. Sosialisasi keikutsertaan kegiatan TWKM yang lebih dini kepada anggota ASTACALA khususnya anggota yang telah lulus / bekerja. Hal ini ditindak lanjuti juga setelah mengikuti kegiatan, yaitu hasil yang didapat serta harapan yang ingin segera dicapai.
     
      3. Perlunya ASTACALA untuk mengirimkan anggota untuk mengikuti pendidikan dan latihan teknik penelusuran Caving yang diadakan oleh organisasi profesional yang bergerak di bidang penelusuran Caving (HIKESPI, ASC, dll).
     
      4. Menyusun rencana untuk penambah perlengkapan dan peralatan caving sebagai inventaris organisasi baik dalam bentuk proposal maupun mengadakan kegiatan yang mampu memberikan income.
     
      5. Mengembangkan kegiatan Caving sebagai bagian dari kegiatan internal ASTACALA secara berkala dengan mengadakan pendidikan dan latihan teknik penelusuran goa untuk internal ASTACALA dan mendatangkan instruktur yang sudah profesional. Hal ini didukung dengan fakta kayanya daerah jawa barat dengan potensi goa yang belum / jarang tereksplorasi. Penutup Secara umum, keikutsertaan ASTACALA pada Kenal Medan Divisi Caving bermanfaat untuk menambah referensi pengetahuan mengenai kegiatan caving. Aku yang sebelumnya sempat mengetahui dan berlatih penggunaan SRT set, mendapatkan kesempatan yang sangat berharga sekali karena dapat mempraktekan ilmu yang didapat di medan yang sebenarnya sehingga menambah wawasan dan review ilmu yang pernah didapat.
      Kesempatan ini juga menambah referensi informasi organisasi yang sudah mapan dalam kegiatan caving dan kegiatan pendidikan dan pelatihan yang akan dilaksanakan. Mudah – mudahan dengan adanya informasi ini dapat membantu ASTACALA dalam mengembangkan caving sebagai salah satu cabang kegiatan. Kegiatan caving adalah bidang yang cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut di ASTACALA karena didukung oleh back ground organisasi dan kondisi alam Jawa Barat yang kaya dengan goa yang masih jarang di eksplorasi.
     
        Dimasa mendatang perlu kiranya dilakukan persiapan yang lebih baik dan detail jika akan mengikuti kegiatan serupa baik dari segi keuangan, perlengkapan, perijinan mapun personil. Diharapkan dengan adanya persiapan ini, eksplorasi ilmu dan sharing informasi di TWKM nanti jauh lebih baik lagi.
     
        Akhir kata, aku teringat semboyan unik yang tertera di salah satu kaos oblong kawan sesama peserta. Semboyang itu berbunyi : Good Caver Never Use Underwear, Use Helmet – Save Your Brain….. Baju itu sendiri hingga hari terakhir tidak bisa aku bawa ke bandung, karena aku tidak bisa membujuk sang pemilik yang memang sangat menyayanginya kaos nya itu. Aku sebaliknya dimintai kaos Navigation hitam ASTACALA yang keren abiess….tidakkkk. BTW, intinya adalah lakukan hal yang penting dan bisa kita lakukan dulu sebelum larut dalam sakit kepala karena ingin terbang terlalu tinggi ke awan…yah apapun lah artinya….cawww Adapun segala bentuk pertanyaan seputar medan operasi yang diceritakan dalam tulisan ini dapat juga langsung menghubungi penulis. Salam kegelapan !!!
     
      *Anggota Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam ASTACALA STTTelkom
 

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Kado untuk Bumi

Dalam satu tahun yang kita lewati berapa kali kita mengingat hari jadi seseorang? Entah itu teman, keluarga, sahabat, bahkan pacar kita. Selalu terpikir oleh...

Drama Perpisahan

Sebuah kisah dari kegiatan saat materi survival Pendidikan Dasar Astacala 20. Para siswa yang berhari-hari melalui medan pendidikan dasar bersama, otomatis membuat rasa persaudaraan...

Kisah Tim Jejak Petualang TV7 – Petualangan yang Tak Ingin Saya Ulangi

Saya pernah membawa Tim Jejak Petualang (JP) bertualang masuk goa yang dalam, mendaki gunung salju, menyusuri ganasnya jeram-jeram sungai di Kalimantan, serta menyelami lautan...