Ciremai and Mom , You’re Everything

Related Articles

Jumat 20 Juni 2011, handphone saya bergetar ketika sedang makan siang di kantin kampus. Tak disangka salah satu dosen ternama di kampus putih biru mengajak saya berkunjung ke Gunung Ciremai pada weekend itu. Dengan ditemani Dina Nasution saya segera menyiapkan beberapa peralatan camp dan alat pribadi serta sesegera mungkin mempersiapkan surat jalan dan rencana operasional perjalanan.

Gunung Ciremai

Sabtu 21 Juni 2011, setelah semua siap datanglah kedua dosen kami yaitu Bapak Mamad Rohmat dan Bapak Jondri menjemput kami di sekretariat Astacala. Kami pun segera meninggalkan kampus IT Telkom untuk menuju ke sebuah desa yang lumayan besar di kaki Gunung Ciremai, Desa Linggarjati.

Singkat cerita, sekitar pukul 13.00 sampailah kami di Desa Linggarjati yang merupakan gerbang utama pendakian Gunung Ciremai. Desa yang terkenal dengan Gedung Naskah Perundinggan Linggarjati itu memang agak jauh dari Jalan Raya Cilimus – Kuningan. Saya sendiri agak kurang paham mengenai jalur transportasi menggunakan kendaraan umum karena saat itu kami menggunakan mobil pribadi.

Setelah beberapa saat berbasa basi mengurus perijinan dan memeriksa ulang packing-an yang kami bawa sama, akhirnya pukul 15.00, tepat seusai sholat ashar pendakian menuju puncak Gunung Ciremai pun kami mulai.

Senja sore itu tanpa malu – malu menyinari perjalanan kami menyusuri ladang – ladang warga yang membentang di kaki Gunung Ciremai. Beban ransel yang berat agaknya membuat langkah demi langkah terasa semakin berat, hal itu yang membuat kami sering beristirahat. Sekali waktu setiap 20 menit berjalan.

“Kapan sampai pos buat ngecamp Min? ” kata Pak Jondri. “Sebentar lagi Pak,” jawab saya meyakinkan beliau.

Jam ditangan saya menunjukan pukul 16.30 dan sejauh ini kami telah melewati Pos Cibunar (750 mdpl), Leuweung Datar (1.285 mdpl), Condong Amis (1.350 mdpl). Artinya setelah ini kami akan menemui Pos Kuburan Kuda (1.580 mdpl) yang merupakan titik camp 1 kami sesuai yang tercantum di ROP.

Batu Lingga

Sinar matahari seakan tak mampu lagi menembus rindangnya dedaunan hutan di sepanjang jalan dari Pos Condong Amis – Kuburan Kuda. Singkat cerita tibalah kami di Pos Kuburan Kuda, namun karena disana sudah banyak pendaki lain yang mendirikan camp, kami pun memacu langkah kami sedikit ngebut agar bisa mendirikan camp di titik selanjutnya, yaitu di pos Pengalap (1.790 mdpl) ketika hari masih terang.

Setelah beberapa saat melanjutkan perjalanan, kami pun sampai di Pos Pengalap dan bergegas mendirikan camp di situ. Pak Jondri dan Pak Mamat mulai mengeluarkan logistik untuk menu makan malam kami. Dan “wuuus” mata saya sedikit terbelalak melirik logistik yang mereka bawa, “Ini logistik terindah sepanjang saya naik gunung,” kataku dalam hati.

Minggu dini hari kami terbangun setelah seekor hewan – mungkin babi hutan, menabrak tenda dome Pak Jondri. Dan karena sudah tidak bisa tidur lagi, akirnya kami pun mempersiapkan sarapan dan kembali merapikan alat alat camp kami ke ransel masing masing.

Tepat pukul 04.00 kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Ciremai. Berjuta bintang dan kicauan burung burung malam menemani perjalanan kami pagi itu. Kira kira 1 jam di depan mata, sudah menunggu Tanjakan Binbin (1.920 mdpl) dimana para pendaki busa menemui pohon – pohon palem merah.

Menuju Puncak

Selanjutnya adalah perjuangan melewati Tanjakan Seruni (2.080 mdpl) dan Bapa Tere (2.200 mdpl), tanjakan yang membuat kami ngos-ngosan di pagi buta itu. Dan tak lama kemudian kami pun sampai di Batu Lingga (2.400 mdpl). Setelah perjalanan dari Pos Batulingga sepertinya langkah kami semakin lamban dan berat, kami pun memasak untuk makan pagi lagi, dan kami putuskan untuk meninggalkan dua ransel kami di tempat yang dirasa cukup aman.

Dari Pos Batu Lingga selanjutnya adalah melewati Sangga Buana Bawah (2.545 mdpl) dan Sangga Buana Atas (2.665 mdpl). Pemandangan sepanjang pos tersebut sungguh memanjakan mata, dimana tersaji pemandangan Kota Cirebon, pantai utara Pulau Jawa dan tentunya Gunung Slamet. Dua jam berjalan sampailah kami di Pos Pengasinan (2.860 mdpl), lokasi dimana  banyak dijumpai tumbuhan edelweis.

Berpose di Puncak

Penampakan Puncak Ciremai yang terlihat jelas dari Pos Pengasinan membuat kami semakin bersemangat untuk secepatnya sampai di puncak gunung yang berketinggian 3.078 mdpl ini. Sepanjang perjalanan dari Pos Pengasinan ke Puncak Ciremai kita akan melewati bebatuan dan bunga edelweis di sekitar kita. Setelah berjalan kira – kira 30 menit akhirnya sampailah kami di pinggir kawah Puncak Ciremai.

Namun belum cukup di sini cerita kita, ternyata ada yang spesial di hari tersebut. Dikeluarkannya handycam dari ransel Pak Jondri dan kemudian disusunlah sebuah tulisan menggunakan edelweis yang tadi terserak di tanah menjadi sebuah kalimat yang romantis ” I LOVE U MOM “. Ternyata hari minggu tanggal 22 Juni 2011 itu adalah hari ulang tahun istri dari Bapak Jondri. Keinginan menggapai Puncak Ciremai yang panas itu akhirnya terwujud bersama dengan surprise yang terjadi di Puncak Ciremai.

“Sebuah kapal akan aman jika tertambat di pelabuhan.
Tetapi bukan untuk tujuan itu sebuah kapal dibuat.
ASTACALA !!!”

Tulisan dan Foto Oleh Muhammad Amienz

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Keseharian yang Damai di Sebuah Desa Terpencil

Sebelum cerita ini dimulai, saya ingin memperkenalkan terlebih dahulu tentang dasar dari kegiatan yang saya dan lainnya lakukan. Pengabdian masyarakat menjadi kegiatan untuk memenuhi...

Taman Wisata Alam, Suaka Margasatwa, Cagar Alam & Taman Hutan Raya

Taman Wisata Alam, Suaka Margasatwa, Cagar Alam & Taman Hutan Raya

Siasat Hijau di Belantara Beton Jakarta

        Mimpi menjadi kenyataan, demikian kata yang bisa terukir dari{nl}masyarakat Banjarsari dan Rawajati mewujudkan kampung hijau nan asri di{nl}tengah gegap gempita gedung-gedung Jakarta.{nl}{nl}{nl}    ...