Gowes dari Bandung ke Jakarta

Related Articles

Jam menunjukan pukul empat dini hari di kosan saya di Dayeuhkolot, Bandung. Saya mengecek kembali kelengkapan untuk perjalanan hari ini. Jersey sepeda bertuliskan “Giant”, celana padding, tas, sleeping bag, kotak perkakas, dan helm; semua telah lengkap. Sembari menunggu azan subuh berkumandang, saya mengelap helm kuning yang akan dipakai. Hari ini saya akan melakukan hal yang sedikit agak di luar kebiasaan saya, bersepeda dari Bandung menuju Jakarta dengan memilih melalui Jalur Puncak di Bogor untuk ditempuh sepanjang hari nanti.

Menuju Cianjur, Terlihat Gunung Gede pangrango di Kawasan Puncak di Kejauhan

Setelah sholat subuh, sekitar pukul lima pagi, saya memulai perjalanan ini. Hawa dingin pagi masih terasa di permukaan kulit. Dingin namun sejuk. Saya mulai melewati jalan Soekarno-Hatta Bandung. Toko-toko masih tutup, langit yang mulai membiru dari keadaan semula yang hitam dan lengang jalan aspal menjadi pemandangan dengan kenikmatan tersendiri. Jalanan mendatar dengan variasi tanjakan yang tidak terlalu berarti. Mengayuh sepeda dengan kecepatan 40 km/jam membuat saya akhirnya sampai di Pasar Padalarang sekitar pukul enam pagi.

Saya mampir di sebuah mini market untuk membeli air mineral, kemudian pedal sepeda kembali saya genjot. Tak beberapa lama sampai lah saya di Situ Ciburuy, sebuah danau kecil di kawasan Padalarang. Sebuah masalah terjadi di tanjakan setelah Situ Ciburuy ini. Gear set mendadak macet, rantai sepeda tidak bisa berpindah ke chainring yang lebih kecil. Untung saya sudah menyiapkan peralatan untuk perbaikan. Setelah beberapa saat saya mengoprek sendiri, akhirnya gear set itu bisa bekerja kembali walau tidak selancar dalam keadaan biasa.

Gerbang Madani

Medan berikutnya adalah berupa turunan yang berliku di kawasan Cipatat hingga Rajamandala dengan debu-debu khas daerah kapur. Tebing-tebing menjulang menjadi pemandangan sepanjang perjalanan. Kondisi rem yang prima mutlak harus dipenuhi pada medan ini. Karena jalur yang terus menurun membuat saya cepat sampai di perbatasan Cianjur yang ditandai dengan gerbang Madani. Saya beristirahat dan sarapan bubur ayam di sebuah warung pinggir jalan untuk menambah tenaga. Beberapa kilometer di depan, jalur akan didominasi oleh jalan aspal yang landai.

Pemandangan dari tepi Sawah di Ciranjang

Sekitar pukul sepuluh, saya sampai di Cianjur setelah sebelumnya melewati Ciranjang yang berkontur jalan landai. Udara sangat panas karena matahari mulai bergeser ke arah tegak lurus dengan bumi Indonesia. Sebelum melanjutkan ke arah Puncak, saya menyempatkan diri untuk minum es kelapa muda di pinggir jalan. Nikmatnya terasa dua kali lipat akibat pengaruh lelah dan udara yang panas.

Selepas Cianjur, jalur mulai menanjak. Jalur seperti ini akan berakhir di Puncak Pas. Shifter menunjukan angka terendah untuk chain rings dan sprocket. Di jalur ini saya bertemu beberapa goweser lain, baik yang menuju Puncak maupun yang turun ke arah Cianjur. Saya pun sempat gowes bersama dua orang goweser dari Sukabumi. Kami bertemu di daerah Cigeunang. Tujuan mereka adalah Taman Bunga. Beberapa kali kami beristirahat karena memang kondisi fisik yang mulai letih dihajar tanjakan. Kami berbagi pengalaman dan cerita seputar sepeda di sela-sela istirahat. Akhirnya kami berpisah sebelum sampai di Istana Cipanas.

Selepas Cipanas, tenaga saya benar-benar mendekati nol. Entah berapa kali sepeda saya tuntun. Bagian paha pun memberikan respon dengan menciptakan rasa sakit. Yang bisa saya lakukan hanya mengayuh perlahan, yang terpenting cepat melewati daerah ini karena saya hafal betul jalan ini, sebentar lagi adalah Puncak Pas.

Restoran Rindu Alam mengintip di kelokan jalan pertanda ujung dari tanjakan panjang di jalur ini. Saya semakin bersemangat memacu sepeda. Dan, yeaaah…!!! Akhirnya saya sampai di Puncak Pas sekitar pukul dua siang, yang menandakan akhir dari tanjakan panjang ini. Saya beristirahat di lahan parkir di sebelah Restoran Rindu Alam, tempat favorit para pelancong yang melintasi Puncak di mana kita akan menyaksikan hamparan perkebunan teh dan pemandangan Kota Bogor nun jauh di sana jika cuaca cerah. Saya menyalakan sebatang rokok dan memesan segelas teh manis sambil melihat pemandangan.

Kiri Atas : Parkiran di Rindu Alam; Kanan Atas : Kawasan Puncak Pas; Kiri Bawah : Kemacetan di Kawasan Puncak; Kanan Bawah : Tugu Kujang di Bogor

Setelah istirahat dirasa cukup, saya melanjutkan perjalanan. Jalur selanjutnya berupa turunan menuju Bogor. Di dekat pintu masuk tempat kegiatan paralayang, jalan dipenuhi oleh mobil-mobil yang antri karena jalanan macet akibat buka tutup jalur. Ada kepuasan terselip dalam keadaan seperti ini. Biar mereka tahu sesaknya bermacet ria. Biar mereka sadar akan pentingnya efisiensi energi tak terbarukan. Sepeda saya melaju lincah disela-sela kemacetan. Biarlah sepeda saya ini memberi pemahaman tanpa kalimat kepada mereka yang berada di dalam mobil.

Saya melesat tanpa hambatan yang berarti menuruni kawasan Puncak, melewati Cisarua, Cipayung, hingga sampai di Gadog. Perut pun tak bisa kompromi lagi dan harus diisi. Saya berhenti sejenak di sebuah warung makan Padang. Nasi rendang dan teh manis begitu nikmat terasa. Perjalanan saya lanjutkan setelah perut kenyang. Sampailah saya di Bogor sekitar pukul empat sore.

Memasuki Bogor

Sekitar pukul lima sore, saya sudah berada di daerah Parung. Tak terasa perjalanan ini sudah memakan waktu 12 jam. Awan terlihat mendung, dan tak berapa lama kemudian hujan turun dengan intensitas sedang. Merasa tanggung, saya pun mulai mengayuh lagi setelah hujan sedikit mereda. Cipratan air mulai membuat noktah-noktah kecil di baju namun tak saya pedulikan.

Akhirnya sekitar pukul delapan malam saya sampai di rumah di kawasan Srengseng, Jakarta Barat. Total waktu tempuh saya adalah sekitar 15 jam. Ada rasa puas tersendiri di dalam hati setelah menaklukan tantangan pribadi untuk bersepeda dari Bandung ke Jakarta. Pencapaian ini memacu saya untuk melakukan perjalanan bersepeda lainnya nanti. Semoga bisa terlaksana. []

Tulisan dan Foto oleh Eko Wahyudi

Comments

  1. Kalau pake sepeda single speed kira-kira memungkinkan ga ya? Ada tanjakan yang curam ga selama perjalanan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Binaiya (Bagian 10: Pegunungan Sembilan)

Bagi masyarakat di Pulau Seram, Gunung Binaiya lebih dikenal dengan sebutan Pegunungan Sembilan. Hal itu dikarenakan puncak yang berjumlah sembilan. Apa saja? Beberapa di...

Mendaki Gunung Slamet

Sedikit ingin berbagi informasi dan pengalaman perjalanan menuju puncak Gunung Slamet, beberapa bulan yang lalu di tahun 2008. Postingnya agak sedikit tertunda, dan baru...

Selamat Hari Natal dan Tahun Baru

Keluarga Besar ASTACALA Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam STTTelkom Mengucapkan Selamat Hari Natal Bagi Seluruh Umat Kristiani di Dunia & Selamat Tahun Baru 2007 Bagi Seluruh Umat Manusia yang MerayakannyaSemoga Berbahagia...