Sore hari, 24 Agustus 2012, selesai sudah packing peralatan untuk membantu merayapi batuan tegak berwarna gelap yang sudah saya dan Astaka rencanakan menjelang minggu terakhir bulan ramadhan. Carrier ukuran 55 liter dan daypack 35 liter sudah berdiri tegak berisi penuh peralatan panjat. Sesaat kemudian saya langsung berkoordinasi dengan anggota tim yang masih terpisah posisinya mengingat beberapa anggota tim yang masih menikmati sisa-sisa hari Idul Fitri 1433 H tentang persiapan yang sudah saya bagi di hari sebelumnya. Malam itu juga saya langsung menuju ke Jakarta untuk berkumpul dengan anggota tim lain pada keesokan harinya.
Sabtu pagi sekitar pukul enam pagi saya sudah satu mobil dengan Astaka, Acong, Oca dan Monov. Tinggal bertemu dengan Prita, Sondang, dan Ellya. Dalam perjalanan menjemput ketiga orang tersebut, Kresna mengkonfirmasi akan menyusul bersama Oca pun tertarik menemani sehingga dia ditinggal di sekitar Terminal Pasar Rebo untuk bertemu Kresna. Sekitar pukul 7 pagi, mobil Astaka sudah diisi 7 orang beserta perlengkapan dan logistik untuk perjalanan pemanjatan Tebing Rungking yang terletak di Desa Cidoro, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat.
Sekitar pukul 11.30 WIB, kami sampai juga di tempat terakhir untuk akses kendaraan bermotor, yaitu di ujung jalan yang terdapat sebuah warung milik Bapak Entis. Dalam perjalanan menggunakan mobil ini ternyata mirip dengan kegiatan āoff roadā karena jalannya yang berliku, berbatu, dan bahkan menyeberang sungai. Kami beristirahat sebentar di warung Pak Entis sambil mengobrol dengan warga yang berada di tempat itu sekalian menunggu kedatangan Kresna dan Oca yang menyusul naik motor. Tidak lama kemudian, kedua orang yang sudah kami tunggu akhirnya datang juga dan kami langsung bersiap menuju tebing yang selama perjalanan membuat saya terperangah melihat kegagahannya. Dari data yang saya dapat, kita harus trekking dulu menyusuri ladang dan hutan untuk mencapai dasar tebing tersebut.
Menjelang gelap, barulah kami sampai di base camp setelah melalui perjalanan panjang disertai tersesat karena kita tidak tahu koordinat pasti dari āgroundā tebing yang biasa dipanjat āclimbersā sebelumnya. Base camp tebing ini berada di rumah yang ditempati oleh Mbah Koman dan istrinya saja, rumah satu-satunya di tempat itu yang berjarak sekitar 200 meter dari tebing. Di sekitar base camp ini sangat cocok untuk acara trekking dan camping kecil-kecilan karena keindahan alamnya yang berada di lembahan dan dikelilingi gunung-gunung kecil serta terdapat sumber air yang selalu mengalir. Di tempat ini kita akan dikenai biaya dua ribu rupiah per orang. Selain itu, tempat ini juga sering dikunjungi orang-orang yang ingin mencari berkah dan minta doa kepada Mbah Koman agar keinginannya bisa terkabul. Konon pria berusia 101 tahun yang masih sehat jiwa-raganya ini adalah orang yang sangat dihormati dan mempunyai kelebihan dari manusia pada umumnya.
Minggu pagi sekitar pukul 08.30 WIB, kami baru diperbolehkan menuju tebing sesuai petunjuk Mbah Koman sebagai kuncen di daerah ini. Saya dan Astaka menjadi leader untuk dua jalur sport yang bersebelahan, kemudian Oca dan Acong sebagai belayernya. Tak lama kemudian saya dan Astaka sudah mencapai ketinggian sekitar 18 meter. Di ketinggian ini saya kehabisan hanger padahal semangat memanjat saya sedang memanas. Akhirnya top jalur saya pasangi pengaman di pohon berdiameter sekitar 10 cm yang terletak sekitar 3,5 meter di atas hanger terakhir. Astaka kesulitan memasang runner selanjutnya karena minimnya pegangan dan pijakan, akhirnya dia fall karena kehabisan tenaga. Saya turun, kemudian Oca menggantikan memanjat sampai top dari jalur yang saya rintis, sedangkan Astaka digantikan Acong untuk mencoba meraih jalur yang belum diselesaikan, namun gagal juga. Saya tertarik untuk mencoba karena penasaran pada hanger yang tidak bisa dicapai kedua pemanjat senior yang sudah lama tidak memanjat tersebut. Runner akhirnya berhasil terpasang pada hanger tersebut setelah melalui perpaduan otot, otak, dan keberuntungan saya dalam memanjat.
Pemanjat selanjutnya yang ingin mencoba jalur adalah Sondang, gadis mungil yang membuat saya salut akan kegigihannya dalam pemanjataanya kali ini. Meskipun ia sampai tiga kali terjatuh dan badannya terkikis tebing, ia tidak meyerah untuk turun dan sampai juga pada top jalur yang saya buat tadi. Gadis yang notabene bukan penggiat di bidang spesialisasi panjat tebing ini mungkin juga yang menjadi pendorong bagi peserta lain yang akhirnya sampai pada top semua. Apalagi Monop yang bertaruh push up dengan Sondang, Kresna cowok berbadan tinggi dan kekar, Prita dan Acong serta Ellya sama-sama bergelut pada Divisi Panjat Tebing Astacala. Sekitar pukul dua siang, saya melakukan cleaning kedua jalur supaya pulangnya sesuai dengan rencana yang telah kami susun. Pada dasarnya kedua jalur ini mempunyai grade dan karakteristik yang sama. Kemiringan jalur sekitar 80 – 85 derajat dari tanah serta pegangan dan pijakan di tebing yang sangat jarang mencapai dua ruas jari. Jalur sport sebelah kiri baru bisa dicapai samapi di bawah pohon yang saya jadikan pengaman terakhir tadi, sedangkan sebelah kanan sepertinya masih agak panjang dari runner terakhir yang telah saya pasang.
Setelah makan siang kami bergegas packing dan menuju rumah Mbah Koman untuk pamitan dan foto bersama. Dalam perjalanan pulang meninggalkan lokasi, beberapa anggota tim termasuk saya merasa belum puas akan pemanjatan dalam perjalanan ini karena tebing ini sangat menggoda untuk dicapai puncaknya. Di mobil pun sesekali saya masih memandangi tebing yang mulai hilang ditelan kegelapan malam. Sampai jumpa kembali batuan tegak yang gagah, semoga takdir bisa membawa perjalanan saya kembali ke sini dan memijakkan kaki di puncaknya.
sayang ga bisa ikut… š
Ntar dilanjutin lagi Jim,
Masih penasaran dengan long routenya, multipitch trad aid climbing, 150m.
Gimana??
yg deket2 aja ada nggak…seputar baleendah…..
Malah lagi nyusun plan yg lebih jauh Chan.. The Needle of Ipoh ma Batu Cave.
Tahun depan sekitaran April. Piye?
oke…..
itu lokasi ke malaysia ya….? wah bang gimbal harus di ajak ka…..
welcometothejungle….
Angin datang dari mana ?
Merayapi lembah gunung
Ada luka dalam duka
Dilempar kedalam kawah
Memanjat tebing tebing sunyi
Memasuki pintu misteri
Menggores batu batu
Dengan kata sederhana
Dengan doa sederhana
Merenung seperti gunung
Mengurai hidup dari langit
Jejak jejak yang tertinggal
Menyimpan rahasia hidup
……………..fals, doa dalam sunyi
viva ASTACALA!!!
honje26
mantap..
isihhh..sigadis mungil katanya…wkwkwk..
Kiiir… Ketumpliiir…
Keep Climbing! Keep in Love!!!
sondang si gadis mungil…
tapi itunya gede kali…
wkwkwk