Telaga Bodas

Related Articles

Kami mengejar agar tidak kemalaman tiba di sana. Selain masih kurang informasi juga agar suasana ultralight hiking camp lebih terasa. Itulah tujuan kami, camping ala ultralight. Hujan menyambut kedatangan kami di terminal Kota Garut siang itu. Setelah berbelanja logistik seadanya, perjalanan kami lanjutkan. Destinasi kami memang sedikit berantakan, setelah gagal ke Cikuray karena saya tidak tepat waktu kembali ke Bandung karena ada kegiatan lain. Taka memutuskan untuk mencari destinasi baru. Telaga Bodas adalah tujuan perjalanan kali ini. Belum banyak referensi untuk menuju ke tempat ini. Bermodal dari informasi dari beberapa blog dan pengalaman pribadi orang-orang, kami siap berangkat.

Dari salah satu blog yang saya baca, jalur angkutan kami ketahui. Angkot 07 mengantar kami ke Kecamatan Wanaraja. Kami turun di depan Polsek Wanaraja untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan dengan ojek. Dari informasi tukang ojek, jarak menuju Telaga Bodas adalah 18 km. Bukan pilihan tepat untuk memulai jalan kaki tentunya. Akhirnya kami memutuskan untuk naik ojek hingga desa terakhir dan berencana ngecamp semalam untuk perjalanan esoknya. Dengan ojek melalui jalan desa yang rusak kami tiba di desa terakhir. Pangencongan adalah nama desa terakhir sebelum masuk ke areal perkebunan warga.

Ultralight camp

Perjalanan kami lanjutkan. Jam tangan masih menunjukkan pukul 16.00 WIB. Kami melanjutkan perjalanan hingga jam 17.00 WIB untuk beristirahat. Selama satu jam perjalanan kami disuguhkan pemandangan Kota Garut dan beberapa puncakan gunung yang indah. Perjalanan menunju Telaga Bodas melalui Wanaraja adalah jarak terdekat dibadingkan melalui jalur dari arah Tasik (Jalur Taraha). Jam 17.00 kami tiba di pertigaan pertemuan jalur dari Tasik dan Garut. Susah mencari titik camp yang lega, akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda doome di pinggir jalan. Sebaiknya jangan ditiru untuk pemilihan camp seperti ini. Sore itu cuaca sangat bersahabat, kabut turun dan udara terasa sangat dingin. Menjelang maghrib pemandangan Kota Garut dan gunung yang tersebar indah. Seperti yang saya inginkan, malam yang dingin dan sepi.

Anda bisa menuju Telaga Bodas melalui jalur Garut. Dari Terminal Garut – Kecamatan Wanaraja (angkot 07) dan merogoh kocek Rp 5000,00 per orang. Selanjutnya dari Wanaraja – Desa Pangencongan menggunakan ojek Rp 15.000,00 per orang. Di Desa Pangencongan menuju Telaga Bodas bisa ditempuh selama 3 jam jalan santai, mengikuti jalan yang sudah ada. Ambil jalur ke kanan jika bertemu dengan pertigaan setelah kolam besar, karena tidak terdapat penunjuk arah di sini. Untuk jalur pulang dapat memilih jalur Tasik menggunakan ojek karena jarak lebih jauh namun jalan lebih baik kondisinya. Untuk masalah harga tergantung tawar-menawar.

Perjalanan menuju telaga

Jam 7 pagi keesokan hari suasana sudah terang. Kami melihat para petani dan pekerja kebun sudah memulai aktivitas mereka. Sebagian mulai mencangkul, sebagian menabur benih di perkebunan sawi. Saya menanak nasi dan lauk bekal untuk perjalanan. Saya suka pemandangan di sini, banyak pepohonan hijau, kabut dan dingin. Semua terasa damai. Dengan penasaran kami melangkah di jalan yang lebar. Menurut informasi yang saya baca, tahun 1995 di sini sempat direncanakan proyek pembangkit tenaga uap, namun proyek tersebut terhenti karena masalah moneter Indonesia saat itu. Banyak bukti bahwa pernah ada proyek besar di sini. Di beberapa titik perjalanan dapat kita temui beberapa pipa besi dan beberapa kolam sisa galian, dan jalan yang kami lewati jelas sebagai bukti jalan ini digunakan untuk pembangunan proyek tersebut.

Butuh satu setengah jam untuk kami tiba di telaga yang kami maksud. Persis seperti yang saya bayangkan, kawasan wisata ini tidak dipelihara secara serius. Terlihat dari akses dan penataan semuanya masih sangat alami dan sangat apa adanya. Semua tampak dibiarkan begitu saja. Tidak ada pintu masuk, pos jaga atau apapun yang menunjukkan tempat itu dikelola secara profesional. Saya hanya melihat di pintu masuk ada sebuah bangunan sederhana dari kayu yang terpasang beberapa bendera bertuliskan OPALIN (Organisasi Perlindungan Alam dan Hutan Indonesia). Sayangnya tidak ada orang yang bisa saya temui untuk mencari informasi lebih banyak.

Ujung dari perjalanan

Telaga Bodas sudah di depan mata kami. Sesuai dengan bayangan, telaga ini begitu eksotis. Dengan pemandangan warna air yang menghijau dan dikelilingi dengan punggungan bukit kecil. Kabut pengunungan dengan indahnya turun. Takjub saya melihat bukaan alam seperti ini. Andai saja pemerintah kota setempat ‘sadar’ akan potensi wisata wilayahnya, saya yakin Garut tidak hanya terkenal dengan dodolnya saja.

Di Telaga Bodas juga terdapat sumber air panas bumi. Kita bisa menikmati berendam air panas. Dan jangan ikut meninggalkan sampah di area ini. Ada banyak pakaian dalam yang dibuang di sini, sisa para pemandi. Mereka percaya kalau meninggalkan pakaian dalam sisa berendam di air panas, para ‘penunggu’ telaga tidak akan mengikuti mereka pulang. Saya sih tidak percaya dengan hal itu. Menurut saya pribadi, justru ‘penunggu’ itu akan terusik dengan sampah yang kita tinggalkan di sana. Mitos memang susah dinalar terkadang.

Telaga Bodas landscape

Selain suasana yang dingin dan sejuk, udara yang bersih, jauh dari kebisingan, bau belerang, dan tentu saja pemandangan telaga yang indah. Tempat ini sangat cocok untuk dijadikan sebuah destinasi untuk mengisi liburan keluarga. Anda bisa mengajak keluarga kecil anda untuk sekedar camping, lebih dekat dan berbaur dengan alam. Menikmati udara pegunungan yang sejuk, berbaur dengan petani sayuran serta menikmati keindahan alam. Sangat disayangkan, akses menuju ke telaga ini sulit ditempuh dengan kendaraan pribadi. Selain jauh dari jalan raya, akses jalan menuju ke telaga ini juga rusak parah. Jalan tidak teraspal, berbatu serta masih banyak terdapat lubang. Bisa dimaklumi karena jalan yang ada juga karena adanya pengerjaan proyek yang tertunda itu. Butuh perhatian pemerintah setempat untuk meningkatkan prasarana di sini, sehingga banyak orang yang juga bisa menikmatinya. Saya yakin benar bahwa, masih banyak tempat di Indonesia yang begitu menarik namun belum kita ketahui. Saya masih ingin kesana.

Tulisan oleh Isack Farady

Foto oleh Astaka Sarwiyanto

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Artikel Menarik

Belajar dari Guru Seko

Guru Seko adalah sosok yang tidak bisa lepas dari peningkatan kualitas pendidikan di Dusun Baku, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima. Seko berasal dari nama Asikin...

Harimau Jawa Belum Punah

Penelitian harimau jawa di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) secara manual terakhir dilakukan tahun 1997 dan ditemukan berbagai bekas aktivitasnya. Bulan Agustus 2004 penduduk...

Oleh-oleh dari TWKM XVIII

Ini adalah kisahku dari mengikuti TWKM XVIII di Semarang. September, 10th 2006 Hari ini, kita mulai perjalanan dari sekre. Yang berangkat yaitu : Jabek dan Vio....